Tiwi pergi ke hutan lagi. Kali ini, dia datang bersama Tony. Seperti biasa, untuk memanggil mahluk astral itu, Tiwi harus berkonsentrasi. Dalam waktu sekitar sepuluh menit, mahluk astral yang dia nantikan tampak di hadapannya.“Hai, aku datang lagi,” kata Tiwi.Dua mahluk astral di depannya tak bereaksi apa-apa. Mereka hanya diam sambil menatap Tiwi dengan ekspresi kaku.“Gimana kesepakatan kita?” tanya Tiwi.“Kesepakatan apa?” tanya Lala.“Aku memberi Dion mainan baru dan jangan ganggu Emma,” kata Tiwi.Dion menggeleng. Sementara Lala tertawa.“Pergi,” kata Lala usai tawa melengkingnya reda, “jangan ganggu aku.”“Nggak sebelum kalian menyetujui kesepakatannya,” kata Tiwi.Lala tak membalas Tiwi. Dia lalu berjalan melewati gadis itu. “Mau ke mana kamu?” tanya Tiwi.Rupanya Lala merasuki Tony. Dalam hitungan menit, Robin matanya melotot. Dia menyeringai lalu berusaha mencekik Tiwi.“Keluar,” usir Tiwi.Seolah tak mendengar kata-kata Tiwi. Mahluk astral yang ada di tubuh Tony terus beru
Setelah membersihkan diri dan membuang tissuenya, Desy lalu mengambil pakaian dalamnya yang berserakan di lantai dan memakainya. Dia lalu mengambil ponselnya yang ada di nakas. Sembari duduk di tepi ranjang, dia mengecek lagi saldo yang masuk ke rekeningnya. Dia lalu tersenyum melihat jumlah jumlah saldo itu.Kadang, Desy ingin terbebas dari belenggu yang membuatnya merasa kotor. Tapi dia butuh uangnya. Kalau tidak, dia tidak akan bisa tampil sepadan dengan Sabrina.Desy tersenyum miris ketika mengingat penyebab dia mulai terjun ke dunia gelap yang sekarang ditekuninya. Saat itu Desy masih duduk di bangku kelas satu SMA. Dia baru kenal Sabrina dan langsung akrab dengan gadis itu. namun seiring kedekatannya dengan Sabrina, Desy merasa terintimidasi. Gadis itu selalu mendominasi dalam banyak hal. Terutama dari segi penampilan.Semua barang bermerk yang melekat di tubuh Sabrina membuat Desy merasa kesenjangan antara dia dan gadis itu terasa mencolok. Rasa terancam yang muncul pada diriny
Sabrina membelalakkan mata. “Eh, Sa ... Sayang, aku ....” Sabrina gelagapan. Dia tidak tahu harus berbicara apa.“Apa?” sahut Jake, “selama ini aku percaya sama kamu ya. Tapi diem ...diem kamu kayak gini? Jalan sama cowok lain!”“Aku ... aku bisa jelasin kok,” kata Sabrina. Dia menyentuh lengan Jake.“Nggak perlu!” kata Jake, “aku nggak buta.“Sayang, kamu jangan marah-marah dulu dong,” kata Sabrina, “aku bisa jelasin semuanya.”Jake menunjuk wajah Sabrina. “Kamu denger baik-baik ya, aku nggak suka dikhianatin!” katanya, “kamu udah nginjek-injek harga diri aku dan aku nggak sudi diperlakukan kayak gitu. Mulai sekarang kita putus!”Jake lalu berjalan keluar kafe. Dia tak mempedulikan Sabrina yang berjalan cepat mengejarnya.Sementara itu, melihat Jake sudah keluar, Ethan juga ikut keluar. Dia memakai tutup hoodienya lalu berjalan cepat. Dia keluar melalui pintu yang berbeda dengan Jake. Seperti yang sudah direncanakan, mereka betemu di parkiran.“Sabrina nggak ngikutin kamu?” tanya Eth
Emma tak melihat apa pun saat dia menoleh ke belakang. Dia lalu berbalik hingga tubuhnya sepenuhnya membelakangi kaca. Dia tetap tak melihat apa-apa. Emma lalu berbalik dan menghadap cermin lagi. Dia menjerit keras-keras saat di cermin dia melihat bayangan mahluk astral itu berdiri tepat di sampingnya.Emma lalu berlari dan berusaha mencari pintu kamar mandi dalam kegelapan. Setelah menemukan pintu, dia membuka handlenya lalu keluar kamar mandi. Dengan cepat, Emma keluar juga dari kamar. Dia lalu menuju kamar orangtuanya.Setelah mengetuk-ngetuk pintu beberapa kali, pintu pun terbuka. Robin yang pertama kali muncul di balik pintu. Laki-laki itu terlihat masih sangat mengantuk.“Mahluk astral itu ... dia menggangguku,” kata Emma.Lily menyusul. “Ada apa, Nak?” tanyanya.“Mahluk astral itu mengangguku, Bu,” kata Emma. Dia lalu menghambur ke pelukan Lily.“Apa yang dilakukannya?” tanya Lily setelah Emma melepaskan pelukannya.Emma lalu menceritakan kejadian yang ada di kamar mandi saat d
Beberapa pasang mata yang sedari tadi memperhatikan meja tempat Jake cs duduk pun membelalak. Mungkin mereka tak menyangka ada yang berani memperlakukan Sabrina seperti itu. Sebagian yang lain tertawa puas.Sontak keadaan itu membuat Sabrina merasa dipermalukan. Dia lalu mengajak kedua temannya pergi.Setelah Sabrina meninggalkan kantin, Ethan mengangkat kedua telapak tangannya, mengajak Jake tos. “Keren kamu, Bro,” katanya setelah bertos dengan Jake, “aku nggak nyangka kamu bakal ngelakuin itu. di luar ekspektasi banget.”Jake tertawa. “Satu-satunya cara bikin anak orang kayak begitu pergi ya dengan bikin dia malu,” kata Jake setelah tawanya reda.“Sumpah reaksi dia lucu banget,” kata Emma, “baru kali ini aku ngelihat dia dipermaluin kayak gitu.”***Sabrina mencak-mencak setibanya di kelas. Dia sampai menendang-nendang tempat sampah yang diletakkan di depan pintu.“Sialan!” omel Sabrina.“Minggir kamu!” omelnya pada anak yang menghalangi jalannya.Sabrina menghembuskan napas kasar s
Tak tinggal diam, Desy lalu menarik Emma. “Hentikan, Emma,” katanya.Namun Emma tetap tidak mau berhenti. Tangannya terus mencekik Anne sementara dia menyeringai pada Desy.“Sabrina bantuin aku narik Emma,” kata Desy.Sabrina mengangguk. Dia lalu ikut membantu menarik Emma.Dalam waktu sekitar sepuluh menit, Sabrina dan Desy berhasil menarik Emma dan membuat gadis itu melepaskan cengkeramannya di leher Anne. Mereka bertiga lalu berjalan cepat meninggalkan Emma sebelum Emma berhasil mengejar mereka.Tak lama kemudian, Tony, Jake dan Ethan datang. Mereka saling pandang ketika bersisipan dengan Sabrina dan kedua temannya yang berlari-lari kecil.“Aku yakin mereka pasti habis ribut sama Emma,” kata Tony. Dia mempercepat langkahnya.Tony cs menghentikan langkahnya saat melihat Emma di samping ruang perpustakaan. Gadis itu terduduk dengan kaki memanjang.“Emma, ada apa?” kata Tony. Dia berjongkok.“Tadi aku habis diserang sama Sabrina cs,” kata Emma. Suaranya lemah dan tubuhnya tampak lemas
Keesokan harinya, Tiwi berusaa menelepon Tony dan Emma dia bermaksud memberitahukan apa yang terjadi pada ibunya. Dia mengajak salah satu dari mereka untuk menemaninya ke hutan. Tapi di antara mereka tak ada yang bisa meninggalkan kuliah.Akhirnya Tiwi datang ke hutan sendiri pagi-pagi. Tak peduli harus membolos kuliah. Keselamatan ibunya adalah segalanya.Setibanya di lokasi Emma menemukan batu, gadis itu menghentikan langkah. Dia lalu berkonsentrasi untuk memanggil mahluk astral yang mengganggu Ibunya.“Semalam Ibuku diganggu. Apa kamu yang melakukannya?” tanya Tiwi saat dia melihat Lala.Mahluk bergaun putih kumal yang ada di depan Tiwi tertawa. Dia lalu mengangguk.“Kenapa kamu ganggu dia?” tanya Tiwi.“Jangan ikut campur,” sahut Lala.“Emma temanku,” kata Tiwi.Lala menggeleng. “Bukan,” katanya.“Kamu akan terus mengganggu keluargaku kalau aku membantunya?” tanya Tiwi.Mahluk astral di depan Tiwi mengangguk.Tiwi tertegun. Sebenarnya dia sangat mau membantu Emma. Tapi kalau dia d
Lokasi yang dikunjungi pertama oleh Tony cs adalah Taman Sari. Karena Emma baru pertama kali datang ke lokai wisata itu, tentu saja dia takjub. Dia melihat semua bangunan yang ada di tempat itu dengan mata berbinar. Rasanya seperti diseret ke puluhan tahun yang lalu.Sementarai itu, seperti biasa, sambil berjalan Tony asyik memotret objek yang ada di Taman sari. Saking asyiknya, dia sampai terlihat berjongkok beberapa kali untuk mengambil gambar.“Daripada kamu fotoin tembok mending fotoin aku,” kata Emma. Dia menepuk pundak Tony.“Boleh,” katanya. Sama Jake dan Ethan saja sekalian.Emma lalu memanggil Jake dan Ethan. Mereka bertiga lalu pose bersama. Emma di tengah sementara Jake dan Ethan di sisi kirinya. Saat Jake merangkul pundaknya di pose kedua, Emma agak canggung. Tony menyadari itu dan ada yang bergejolak di dadanya. Dia berusaha untuk mengabaikan itu lalu melakukan satu jepretan.“Aku juga mau foto bareng kalian deh,” kata Tony. Dia lalu meminta tolong seseorang yang lewat di