Rupanya Jake-lah yang datang. Dia berjalan ke ruang klinik. Di saat yang sama, Tony dan Emma melepaskan pelukan mereka."Aku ganggu nggak?" tanya Jake, “ada apa? Apakah kamu sakit, Emma?"“Bukan aku yang sakit,” kata Emma, “aku yang nyakitin orang lain.”Jaka mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"“Udahlah,” kata Tony, “ayo kita balik ke kelas.”“Hei, Bro, sepkayaknya kamu nyembunyiin sesuatu dari aku,” kata Jake sambil memegang lengan Tony, “apa yang terjadi?”Tony menghela napas panjang. “Emma kerasukan dan dia melukai mahasiswi lain. Dia tadi nyalahin dirinya sendiri. Padahal itu jelas-jelas perbuatan makhluk astral sialan itu. Makanya aku minta jangan dibahas, kata Tony.Jake mengangguk.“Apa ada yang masih pengen kamu tanyain?” tanya Tony.“Nggak,” katanya, “aku minta maaf.”Akhirnya mereka bertiga keluar dari ruang klinik.***Sabrina dan ketiga temannya duduk di kursi panjang di taman belakang rumahnya. Sedangkan Zia dan Clara duduk di kursi di depannya. Selain bisa menenangkan
“Hei, apa ada yang mau minum?” Jake bertanya kepada para pemain bola basket yang masih berada di lapangan. Dia mengangkat botol minumannya tinggi-tinggi.Sabrina membelalak melihat apa yang dilakukan Jake. Sementara itu kedua temannya menatap.“Ambil aja,” kata Jake ketika seorang anak laki-laki mendekatinya, “Aku baru aja minum. Perutku penuh."Jake lalu duduk. “Maafkan aku,” katanya kepada Sabrina, “aku beneran nggak bisa minum lagi.”Sabrina mengangguk. “Nggak apa-apa,” katanya, “ngomong-ngomong, gimana latihannya?”“Kayak biasa, aku ngegiring bola terus mengopernya. kadang aku nerima umpan terus kemudian nembak bola ke dalam ring. Terus habis itu aku capek dan istirahat,” kata Jake.Mendengar jawaban Jake, Desy dan Anne kembali ternganga. Sementara Ethan dan Tony menahan tawanya.“Jake, apa kamu sibuk malam ini?” tanya Sabrina."Malam ini?" Jake mengulangi, “iya sih. Aku mau nganter ibuku ke spa karena ayahku sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota dan sopir keluarga kita lagi
Jake menunduk. “Tundukin kepala kamu,” kata Jake pelan, hampir bergumam, “jangan angkat kepalamu sampai aku minta kamu mengangkatnya.”Emma menurut. Dia ingin bertanya, tapi ragu-ragu. Sepertinya ada seseorang yang ditakuti Jake.“Angkat kepalamu lagi,” kata Jake, “sudah aman.”"Ada apa sih?" tanya Ema. Dia melihat ke kiri dan ke kanan.“Ada Sabrina dan kedua pengawalnya,” kata Jake.Emma membelalakkan matanya. "Beneran?" dia bertanya.Jaka mengangguk. “Mereka duduk tiga meja darimu.”Emma ternganga. "Mereka bisa aja mengetahui keberadaan kita, Jake," kata Emma.“Sebenarnya ada tempat lain di lantai dua kafe ini,” kata Jake, “di sebelahnya ada balkon. Kalo kamu mau, kita bisa pindah.”Mata Emma berbinar mendengar kata balkon. Dia akan bisa melihat bintang-bintang. “Ayo pindah,” katanya.“Oke,” kata Jake, “kamu bisa bawa minuman dan makanannya?”Emma mengangguk. “Bisa kok,” katanya. Ini cuma dua benda dan aku punya dua tangan.”Jake mengangguk. Mereka kemudian berjalan meninggalkan mej
Saat suara langkah kaki berhenti, Emma lalu menoleh ke belakang. Dia secara refleks berteriak ketika dia melihat seorang wanita jelek. Wajah wanita itu dipenuhi bercak kemerahan seperti darah kering. Emma lalu berdiri. Dia kemudian berlari dengan cepat.Namun Emma sepertinya berlari di tempatnya. Sampai dia lelah, posisinya tidak berubah sama sekali. Sebaliknya, dia melihat wanita jelek di depannya lagi. Emma ketakutan, dia melangkah mundur dan hantu perempuan itu mendekatinya.Emma berhenti berjalan ketika kakinya menginjak sesuatu. Ketika dia menoleh, dia melihat seorang anak laki-laki berwajah hitam. Anak itu tertawa keras dan nyaring. teriak Emma. Dia kemudian bergerak cepat, berniat melarikan diri dari dua makhluk aneh di sekitarnya. Tapi Emma tidak punya waktu untuk melarikan diri. Sebelum ia berlari, hantu perempuan jelek itu berhasil mencekiknya dari belakang.Emma berteriak minta tolong. Dia pun berteriak histeris. Pada saat yang sama, Emma merasakan seseorang menepuk pipinya
“Kayaknya kalian berdua harus sembunyi,” kata Tony.Jake dan Ethan lalu melihat ke arah pintu masuk. Di sana ada Sabrina dan kedua temannya. Mereka terlihat seperti sedang bertanya sesuatu kepada seorang mahasiswa. Menyadari keberadaannya terancam ditemukan oleh Sabrina, Jake dan Ethan lalu berlari dan bersembunyi di ruang ganti.Tepat setelah, Jake dan Ethan menghilang, Sabrina dan dua temannya mendekati Tony dan Emma.“Hei, apa kalian ngeliat dua anak laki-laki yang satu pake topi warna hitam dan yang satu pake hoodie abu-abu?” tanya Sabrina.Tony dan Emma menggeleng hampir bersamaan.Sabrina mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut lapangan. “Beneran?” kata Sabrina, “awas aja kalau kalian berbohong.”Sabrina dan dua temannya lalau berbalik. Mereka berjalan meninggalkan lapangan.***Robin duduk termenung di meja kerjanya. Dia memikirkan nasib Emma yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Bagaimana kalau anak gadisnya itu terus mengalami mimpi buruk? Bagaimana juga kalau dia akan
Lily memukul mahluk astral itu dari belakang berkali-kali. Mahluk astral itu kesalitan lalu melepaskan leher Robin. Kesempatan itu, mereka gunakan untuk berlari keluar hutan.***Emma mengoles roti dengan selai. Dia menunggu orangtuanya berbicara. Karena tak ada satu pun di antara mereka yang mulai berbicara, akhirnya Emma dulu yang bicara.“Kalian pergi ke mana kemarin?” tanya Emma.Lily dan Robin saling beradu pandang.“Kita nggak pergi ke mana-mana?” sahut Lily.“Kalian bohong,” sahut Emma, “aku ngelihat waktu mobil ayah keluar dari garasi dan melewati halaman rumah.”Robin menghembuskan nafas panjang. “Kita pergi ke hutan,” katanya.“Oh,” sahut Emma, “aku pikir kalian pergi ke paranormal lagi. Apa kalian ketemu sama hantu itu?”Lily mengangguk. “Ya,” katanya.Emma berhenti mengunyah roti. Dia membelalakkan mata. Dia tampak khawatir. “Apa yang dia lakuin ke kalian?”“Dia nyerang kita,” balas Lily, “tapi kita kompak melawannya. Jadi, kita bisa meloloskan diri.”Emma menghembuskan nf
Emma duduk di halaman rumput yang ada di pinggir bangunan kampusnya. Sambil menunggu Tony yang sedang membelikan es krim untuknya, gadis itu memutar lagu dan memasukkan earphone ke telinganya.“Kamu berani banget kemarin,” kata Tony. Dia memberikan es krim kepada Emma lalu duduk di samping gadis itu.Emma menerima es krimnya lalu melepaskan earphonenya. “Kamu ngomong ya tadi?” tanyanya, “maaf aku dengerin musik.”Tony menghembuskan nafas. “Kamu berani banget kemarin,” dia mengulang kata-katanya.“Berani gimana?” tanya Emma. Dia menjilat es krimnya.“Kamu lupa ya kemarin kamu habis makan kue dari Sabrina yang dikasih buat Jake?” tanya Tony.“Oh, yang itu,” kata Emma, “Ethan yang minta dulu kan?”Tony mengangguk. “Iya,” katanya, “tapi aku nggak nyangka kamu ikut makan. Gimana kalo Sabrina ngamuk dan nyerang kamu lagi?”“Kita lihat aja nanti,” balas Emma. Dia sudah lelah dengan Sabrina dan kedua temannya. Apa pun yang akan gadis itu lakukan nanti, Emma akan menghadapinya.“Ngomong-ngomon
Emma menghentikan langkahnya ketika melihat mobil Sabrina sudah jauh meninggalkan kawasan kampus.“Ada apa?” tanya Tony. Laki-laki itu nafasnya tak beraturan karena kewalahan mengikuti Emma berlari.“Kamu ngeliat Sabrina dan dua temennya luka nggak?” tanya Emma.“Kenapa juga kamu jadi ngawatirin mereka?” tanya Tony, “bukannya selama ini mereka selalu jahat ke kamu?”Emma menghambuskan nafas. “Aku baru ingat kalo mahluk astral itu tadi ngerasukin aku,” balas Emma, “dan aku nggak inget apa aku menyerang mereka atau nggak. Aku harap nggak terjadi apa-apa sehingga mereka tak lapor ke orangtuanya dan orangtuaku nggak perlu menganggung perbuatanku lagi.”***Sabrina dan dua temannya duduk di salah satu meja kantin. Mereka sedang menikmati makan siang.“Apa di antara kita harus ada yang belajar bela diri atau tinju sekalian?” tanya Sabrina sambil memotong steak.“Itu ide bagus,” sahut Desy. Dia mengunyah spaghetti dengan cepat lalu menelannya, “tapi siapa yang mau melakukannya?”“Yang pasti