Beranda / Horor / Teror Ghaib / Teror Ghaib 41

Share

Teror Ghaib 41

Penulis: Rani Giza
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-25 23:47:58

“Hei, apa ada yang mau minum?” Jake bertanya kepada para pemain bola basket yang masih berada di lapangan. Dia mengangkat botol minumannya tinggi-tinggi.

Sabrina membelalak melihat apa yang dilakukan Jake. Sementara itu kedua temannya menatap.

“Ambil aja,” kata Jake ketika seorang anak laki-laki mendekatinya, “Aku baru aja minum. Perutku penuh."

Jake lalu duduk. “Maafkan aku,” katanya kepada Sabrina, “aku beneran nggak bisa minum lagi.”

Sabrina mengangguk. “Nggak apa-apa,” katanya, “ngomong-ngomong, gimana latihannya?”

“Kayak biasa, aku ngegiring bola terus mengopernya. kadang aku nerima umpan terus kemudian nembak bola ke dalam ring. Terus habis itu aku capek dan istirahat,” kata Jake.

Mendengar jawaban Jake, Desy dan Anne kembali ternganga. Sementara Ethan dan Tony menahan tawanya.

“Jake, apa kamu sibuk malam ini?” tanya Sabrina.

"Malam ini?" Jake mengulangi, “iya sih. Aku mau nganter ibuku ke spa karena ayahku sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota dan sopir keluarga kita lagi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 42

    Jake menunduk. “Tundukin kepala kamu,” kata Jake pelan, hampir bergumam, “jangan angkat kepalamu sampai aku minta kamu mengangkatnya.”Emma menurut. Dia ingin bertanya, tapi ragu-ragu. Sepertinya ada seseorang yang ditakuti Jake.“Angkat kepalamu lagi,” kata Jake, “sudah aman.”"Ada apa sih?" tanya Ema. Dia melihat ke kiri dan ke kanan.“Ada Sabrina dan kedua pengawalnya,” kata Jake.Emma membelalakkan matanya. "Beneran?" dia bertanya.Jaka mengangguk. “Mereka duduk tiga meja darimu.”Emma ternganga. "Mereka bisa aja mengetahui keberadaan kita, Jake," kata Emma.“Sebenarnya ada tempat lain di lantai dua kafe ini,” kata Jake, “di sebelahnya ada balkon. Kalo kamu mau, kita bisa pindah.”Mata Emma berbinar mendengar kata balkon. Dia akan bisa melihat bintang-bintang. “Ayo pindah,” katanya.“Oke,” kata Jake, “kamu bisa bawa minuman dan makanannya?”Emma mengangguk. “Bisa kok,” katanya. Ini cuma dua benda dan aku punya dua tangan.”Jake mengangguk. Mereka kemudian berjalan meninggalkan mej

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-26
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 43

    Saat suara langkah kaki berhenti, Emma lalu menoleh ke belakang. Dia secara refleks berteriak ketika dia melihat seorang wanita jelek. Wajah wanita itu dipenuhi bercak kemerahan seperti darah kering. Emma lalu berdiri. Dia kemudian berlari dengan cepat.Namun Emma sepertinya berlari di tempatnya. Sampai dia lelah, posisinya tidak berubah sama sekali. Sebaliknya, dia melihat wanita jelek di depannya lagi. Emma ketakutan, dia melangkah mundur dan hantu perempuan itu mendekatinya.Emma berhenti berjalan ketika kakinya menginjak sesuatu. Ketika dia menoleh, dia melihat seorang anak laki-laki berwajah hitam. Anak itu tertawa keras dan nyaring. teriak Emma. Dia kemudian bergerak cepat, berniat melarikan diri dari dua makhluk aneh di sekitarnya. Tapi Emma tidak punya waktu untuk melarikan diri. Sebelum ia berlari, hantu perempuan jelek itu berhasil mencekiknya dari belakang.Emma berteriak minta tolong. Dia pun berteriak histeris. Pada saat yang sama, Emma merasakan seseorang menepuk pipinya

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-26
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 44

    “Kayaknya kalian berdua harus sembunyi,” kata Tony.Jake dan Ethan lalu melihat ke arah pintu masuk. Di sana ada Sabrina dan kedua temannya. Mereka terlihat seperti sedang bertanya sesuatu kepada seorang mahasiswa. Menyadari keberadaannya terancam ditemukan oleh Sabrina, Jake dan Ethan lalu berlari dan bersembunyi di ruang ganti.Tepat setelah, Jake dan Ethan menghilang, Sabrina dan dua temannya mendekati Tony dan Emma.“Hei, apa kalian ngeliat dua anak laki-laki yang satu pake topi warna hitam dan yang satu pake hoodie abu-abu?” tanya Sabrina.Tony dan Emma menggeleng hampir bersamaan.Sabrina mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut lapangan. “Beneran?” kata Sabrina, “awas aja kalau kalian berbohong.”Sabrina dan dua temannya lalau berbalik. Mereka berjalan meninggalkan lapangan.***Robin duduk termenung di meja kerjanya. Dia memikirkan nasib Emma yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Bagaimana kalau anak gadisnya itu terus mengalami mimpi buruk? Bagaimana juga kalau dia akan

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-27
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 45

    Lily memukul mahluk astral itu dari belakang berkali-kali. Mahluk astral itu kesalitan lalu melepaskan leher Robin. Kesempatan itu, mereka gunakan untuk berlari keluar hutan.***Emma mengoles roti dengan selai. Dia menunggu orangtuanya berbicara. Karena tak ada satu pun di antara mereka yang mulai berbicara, akhirnya Emma dulu yang bicara.“Kalian pergi ke mana kemarin?” tanya Emma.Lily dan Robin saling beradu pandang.“Kita nggak pergi ke mana-mana?” sahut Lily.“Kalian bohong,” sahut Emma, “aku ngelihat waktu mobil ayah keluar dari garasi dan melewati halaman rumah.”Robin menghembuskan nafas panjang. “Kita pergi ke hutan,” katanya.“Oh,” sahut Emma, “aku pikir kalian pergi ke paranormal lagi. Apa kalian ketemu sama hantu itu?”Lily mengangguk. “Ya,” katanya.Emma berhenti mengunyah roti. Dia membelalakkan mata. Dia tampak khawatir. “Apa yang dia lakuin ke kalian?”“Dia nyerang kita,” balas Lily, “tapi kita kompak melawannya. Jadi, kita bisa meloloskan diri.”Emma menghembuskan nf

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-27
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 46

    Emma duduk di halaman rumput yang ada di pinggir bangunan kampusnya. Sambil menunggu Tony yang sedang membelikan es krim untuknya, gadis itu memutar lagu dan memasukkan earphone ke telinganya.“Kamu berani banget kemarin,” kata Tony. Dia memberikan es krim kepada Emma lalu duduk di samping gadis itu.Emma menerima es krimnya lalu melepaskan earphonenya. “Kamu ngomong ya tadi?” tanyanya, “maaf aku dengerin musik.”Tony menghembuskan nafas. “Kamu berani banget kemarin,” dia mengulang kata-katanya.“Berani gimana?” tanya Emma. Dia menjilat es krimnya.“Kamu lupa ya kemarin kamu habis makan kue dari Sabrina yang dikasih buat Jake?” tanya Tony.“Oh, yang itu,” kata Emma, “Ethan yang minta dulu kan?”Tony mengangguk. “Iya,” katanya, “tapi aku nggak nyangka kamu ikut makan. Gimana kalo Sabrina ngamuk dan nyerang kamu lagi?”“Kita lihat aja nanti,” balas Emma. Dia sudah lelah dengan Sabrina dan kedua temannya. Apa pun yang akan gadis itu lakukan nanti, Emma akan menghadapinya.“Ngomong-ngomon

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 47

    Emma menghentikan langkahnya ketika melihat mobil Sabrina sudah jauh meninggalkan kawasan kampus.“Ada apa?” tanya Tony. Laki-laki itu nafasnya tak beraturan karena kewalahan mengikuti Emma berlari.“Kamu ngeliat Sabrina dan dua temennya luka nggak?” tanya Emma.“Kenapa juga kamu jadi ngawatirin mereka?” tanya Tony, “bukannya selama ini mereka selalu jahat ke kamu?”Emma menghambuskan nafas. “Aku baru ingat kalo mahluk astral itu tadi ngerasukin aku,” balas Emma, “dan aku nggak inget apa aku menyerang mereka atau nggak. Aku harap nggak terjadi apa-apa sehingga mereka tak lapor ke orangtuanya dan orangtuaku nggak perlu menganggung perbuatanku lagi.”***Sabrina dan dua temannya duduk di salah satu meja kantin. Mereka sedang menikmati makan siang.“Apa di antara kita harus ada yang belajar bela diri atau tinju sekalian?” tanya Sabrina sambil memotong steak.“Itu ide bagus,” sahut Desy. Dia mengunyah spaghetti dengan cepat lalu menelannya, “tapi siapa yang mau melakukannya?”“Yang pasti

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 48

    “Apa itu?” tanya Tony.“Mengalahkan mahluk astral itu,” kata Jeremy.“Kayaknya aku nggak bisa kalau sendirian,” kata Tony. Dia menghembuskan napas panjang, “bagaimana kalau kita bermeditasi bersama?”Jeremy tak menjawab. Dia tidak yakin mahluk astral itu akan kalah bahkan jika dilawan dua orang. Lagi pula dia sudah tidak pernah melakukan ritual meditasi itu bertahun-tahun. Dia tak sekuat dulu.“Seharusnya aku nggak mengajak Ayah,” kata Tony. Dia menghembuskan napas lemah, “Ibu pasti nggak akan ngizinin Ayah. Dia takut kehilangan kekasihnya.”Jeremy tertawa. “Bukan gitu, Nak,” sahutnya, “hanya saja, Ayah tidak yakin bisa sekuat dulu. Tapi tidak masalah kalau kita coba. Kalau sering dilakukan pasti Ayah akan terbiasa lagi.”***Sabrina, Desy dan Anne sama-sama berbaring di atas kasur kamar Sabrina yang luas. Mereka bertiga kelelahan sehabis berlatih taekwondo. Tubuh mereka pegal-pegal semua.“Aku nggak mau balik ke tempat itu lagi,” kata Desy.“Aku juga nggak mau,” sahut Anne.“Kalian c

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-29
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 49

    Sarah tersenyum. “Kumohon maafkan dia,” katanya pada Dahlan.Dahlan mengangguk. “Tidak masalah,” katanya, “anak zaman sekarang memang banyak yang tidak bisa mengontrol mulutnya saat berbicara.”“Sampai di mana kita tadi?” kata Sarah, mengalihkan pembicaraan.“Oh iya, lemparkan bawang-bawang ini ke badan anak itu kalau dia menganggumu,” kata Dahlan pada Sabrina.“Apa aku harus pakai keduanya atau salah satu saja?” tanya Sabrina.“Salah satu saja,” kata Dahlan.Setelah berterima kasih dan memberikan sebuah amplop berisi uang tunai kepada Dahlan, Sarah pun berpamitan.“Maafkan aku, Tante Sarah,” kata Desy saat sudah berada di dalam mobil, “aku benar-benar tidak pernah datang ke tempat seperti ini dan aku tidak tahu bawang yang terlihat seperti bawang biasa itu punya kekuatan.”“Sebenarnya itu memang bawang biasa,” kata Sarah sambil mulai mengendalikan kemudi, “hanya saja dia memberi mantra di bawang itu. Mantra itulah kekuatannya. Kekuatan yang bisa dipakai untuk melawan temanmu. Tepatny

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-29

Bab terbaru

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 163

    Hari pertama menjalani kegiatan di kampus Emma merasa sangat tidak nyaman. Dia tidak mudah berkenalan dengan orang baru karena tidak semua orang bisa memahaminya. Akibatnya, Emma jadi sering menyendiri. Baik di kelas, perpustakaan atau di kantin, dia jarang terlihat berbaur dan mengobrol dengan mahasiswa lain. Keadaan itu membuat banyak mahasiswa di kampus yang menganggap Emma sombong. Sehingga akhirnya ada banyak mahasiswa di kampus yang membenci Emma. Banyak yang memusuhi Emma secara diam-diam. Tapi tak sedikit juga yang memusuhi Emma secara terang-terangan. Akibatnya, hampir setiap hari ada saja yang membuat Emma marah dan mengamuk karena selalu ada yang mengganggunya. Puncaknya adalah saat ada yang menganggu Emma saat gadis itu makan siang sendirian di kantin.“Sombong banget sih ke mana-mana sendiri terus,” kata seorang gadis berambut sebahu.“Mungkin dia ngerasa paling cantik kali di sekolah ini. Atau dia kayak gini biar banyak yang ngedeketin. Ala-ala misterius,” kata gadis y

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 162

    Karena tak ada respon setelah mengetuk pintu beberapa kali, Anne memutuskan untuk menelepon Desy. Setelah panggilan keempat baru teleponnya direspon.“Ada apa, Anne?” tanya Desy dari seberang. Suaranya terdengar sangat pelan.“Kamu ada di rumah?” tanya Anne.“Iya,” sahut Desy.“Kok ...,” Anne menghentikan kalimatnya karena dia melihat seorang bapak-bapak keluar dari rumah Desy. Sebatas yang dia ingat, itu bukan Ayah Desy. Apakah orang itu kerabatnya Desy yang dia tidak kenal sebelumnya?“Kamu masuk aja,” kata Desy.Anne seketika memutuskan sambungan telepon dan masuk ke melewati pintu yang terbuka. Setelah menutup pintu, dia berjalan ke tengah bagian rumah. Tempat yang dia tuju tentu saja kamar Desy.Anne mengerutkan kening saat masuk ke kamar Desy dan melihat ranjang gadis itu berantakan. Dia takut terjadi apa-apa dengan Desy.“Desy, kamu di mana?” tanya Anne. Dia menghembuskan napas lega saat mendegar suara keran dari kamar mandi.“Orang laki-laki yang tadi keluar dari rumah kamu si

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 161

    Tiga hari setelah demo terakhir dilakukan, kedua orang tua Emma dipanggil ke kampus. Mereka berdua diminta untuk bertemu dengan Bu Marta langsung di ruangannya. “Selamat pagi,” kata Tony sambil mengetuk pintu ruangan Bu Marta ketika langkahnya terhenti di depan ruangan kepala sekolah itu.Bu Marta menatap ke arah pintu. “Selamat pagi,” katanya, “silakan masuk.”Bu Marta mengambil napas dalam sebelum berbicara dengan Robin dan Lily. “Sebelumnya saya mewakili pihak sekolah ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya,” kata Bu Marta.“Apa tidak bisa dinegosiasikan lagi, Bu?” tanya Robin, “kita semua sama-sama tahu kan kalau semua kekacauan yang Emma perbuat bukan murni keinginan Emma. Ada mahluk astral yang mengendalikannya.”Bu Marta mengangguk. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan kepada para orangtua mahasiswa itu. Tapi mereka tak ada yang mau peduli. Alasan mereka, mereka tidak mau kekacauan itu terulang terus. Mereka tidak mau kalau nanti anak mereka dan yang lainny

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 160

    Orang tua Yosi dan Burhan kompak mengajak puluhan orang tua mahasiswa lain untuk melakukan demo ke kampus. Mereka semua menuntut agar Emma dikeluarkan karena tingkahnya yang sangat meresahkan. Mereka tak hanya melakukan demo sekali, tetapi sebanyak tiga kali dalam seminggu.Fakta itu tentu saja membuat pihak sekolah bimbang. Di satu sisi, mereka tidak bisa mengabaikan permintaan wali murid. Tapi, di sisi lain, mengeluarkan Emma dari kampu begitu saja juga bukan pilihan yang paling tepat. Bagaimana pun juga, Emma adalah salah satu mahasiswa yang cukup berprestasi. Mereka bahkan mempunya beberapa rencana untuk mengikuti lomba dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan. Dan salah satu mahasiswa yang akan mereka ikutkan untuk lomba itu adalah Emma.Tak hanya pihak sekolah yang dibuat pusing oleh demo yang dilakukan para orang tua mahasiswa itu. Emma dan orang tuanya juga dibuat pusing. Yang paling tertekan dengan kedaan itu tentu saja Emma. Hampir setiap hari dia menangis karena lelah meng

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 159

    Sabrina tak peduli jika pada akhirnya Desy muak dengan sikapnya dan gadis itu meninggalkannya. Dia tetap fokus pada niatnya untuk membuat Emma dikeluarkan dari sekolah. Maka dia mencari tahu dua mahasiswa yang kemarin menjadi korban amukan Emma di kantin. Dari informasi yang berhasil Sabrina himpun dari orang-orang suruhannya. Dia menemukan nama dan kelas dua mahasiswa itu. Bahkan Sabrina juga tahu alamat rumah mereka. Tapi sebelum memutuskan untuk mendatangi orang tua mereka di rumah mereka, Sabrina memutuskan untuk menghampiri mereka di kelasnya terlebih dahulu. Yang pertama Sabrina datangi adalah Yosi. Laki-laki berpostur jangkung itu tengah duduk di kursi yang ada di depan kelas ketika Sabrina datang. “Hei, gimana kabarnya?” kata Sabrina. Dia duduk di samping Yosi, “luka kamu yang kena amukan Emma kemarin masih sakit?” “Lumayan sih. Ada beberapa luka gosong kebiruan dan luka goresan karena kena lantai dan bangku kantin,” kata Yosi, “ini masih mendingan. Si Burhan malah hari ini

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 158

    Emma pikir, Sabrina memang akan benar-benar berubah. Dia pikir gadis itu akan menepati janjinya. Tapi ternyata tidak. Pada akhirnya gadis itu berulang lagi. Entah disengaja atau tidak, saat berad di kantin, tiba-tiba saja Sabrina menjatuhkan minuman yang masih agak panas dari belakang. Cairan kopi itu mengenai punggung Emma, mengenai kemejanya dan tembus hingga ke kulitnya.Emma merasakan rasa skit dan panas doi punggungnya. Seharusnya dia pergi ke toilet. Dan memang sebenarnya dia berniat pergi ke toilet. Namun, Emosinya lebih dulu meledak. Seperti biasa, mahluk astral itu menguasainya lagi. Membuatnya lepas kendali.Sadar berhasil memancing Emma, Sabrina pun tersenyum-senyum. Tetapi sebisa mungkin dia berusaha meminta maaf agar segalanya tak terlihat mencolok.“Maaf ya, Emma,” katanya kepada Emma.Emma tak menyahut. Dia mengerang dan mencengkeram pergelangan tangan Sabrina. Matanya melotot dan bola matanya berputar-putar. Dia mengerang. Lalu kuku-kukunya yang panjang mencakar kulit

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 157

    Emma masuk kuliah lagi, tiga hari dari hari pertama dia di rumah sakit. Sebelum masuk ke dalam kelas, Ethan dan Jake menyambutnya di ambang pintu. Mereka mengulurkan tangan dan agak sedikit membungkuk seperti mempersilakan otang penting. Emma tersenyum melihatnya.“Kalian ini kayak aku siapa saja,” kata Emma.Baru duduk sebentar, Tony lalu berdiri lagi. Dia lalu mengajak Ethan dan Jake keluar kelas.“Aku nggak diajak nih?” tanya Emma.“Aku mau ngobrol sebentar sama mereka,” kata Tony. Dia lalu tersenyum, “ini urusan laki-laki.”Emma menghembuskan napas kasar. “Males banget deh kalo bawa-bawa gender,” katanya.“Bentar doang kok,” kata Tony.Tony, Ethan dan Jake lalu berjalan keluar kela. Mereka menghentikan langkahnya di taman. Tony lalu memilih bangku yang ada di sudut taman untuk duduk. Tempat itu lumayan jah dari jangkauan orang-orang karena kanan dan kirinya adalah barisan tembok ruang dekan.“Kamu ngapain sih ngajak kita ke sini?” tanya Jake setelah dia duduk.“Aku mau ngomong ser

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 156

    Saat Sabrina masuk, Jake sedang mengobrol dengan Emma. Laki-laki itu berdiri di dekat ranjang sambil agak membungkuk, mendengarkan suara Emma yang mungkin masih terdengar pelan. Dia membelakangi Sabrina. Di sampingnya ada Ethan. Sementara itu, Tony berdiri di sisi ranjang yang lain sehingga dia menjadi orang yang lebih dulu mengetahui kehadiran Sabrina.Karena menyadari arah pandang Tony, Jake akhirnya menoleh.“S ... sore semua,” kata Sabrina.Tony tak menyahut. Emma juga. Yang menyahut adalah Jake. “Sore,” ujarnya pelan. Dia lalu menghadap Emma lagi.“Emma sakit apa? Habis jatuh kah?” tanya Sabrina karena dia melihat ada bekas jahitan di kening Emma sebelah kanan.“Iya,” sahut Sabrina pelan.“Sekarang udah mendingan apa masih sakit?” tanya Sabrina.“Udah mendingan kok,” sahut Emma.“Maaf ya, aku nggak sempet beliin apa-apa,” kata Sabrina.“Nggak apa-apa,” sahut Emma.Sejujurnya, Emma tidak yakin Sabrina tulus. Dia sebenarnya malas menanggapi gadis itu. Rasanya mustahil seorang Sabri

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 155

    Saat jam istirahat siang, Jake dan Ethan kelimpungan mencari Tony dan Emma di kelasnya. Mereka bertanya-tanya ke mana perginya dua orang itu. Jake yang paling penasaran. Tentu saja. Setelah duduk di meja kantin, Jake lalu menelfon Emma. Karena tak ada tanggapan dari gadis itu, dia lalu menelfon Tony. “Aku yakin sih ini mereka pasti pergi berdua,” kata Jake selagi menunggu panggilannya mendapat respon dari Tony. “Kayaknya sih,” sahut Ethan sambil menyendok basonya. “Kamu bolos bareng Emma ya?” kata Jake setelah mendengar suara Tony dari seberang. “Bolos ... bolos kepalamu? Aku lagi jenguk Emma di rumah sakit,” sahut Tony. “Rumah sakit?” ulang Tony, “Emangnya Emma sakit apa?” “Ceritanya panjang. Entar juga kamu tahu sendiri kalo ke rumah sakit,” sahut Tony. “Di rumah sakit mana?” tanya Jake. “Biasa. Yang deket sama rumah Emma,” sahut Tony. “Siapa yang sakit?” tanya Ethan setelah Jake meletakan ponselnya di atas meja. “Emma,” jawab Jake. “Sakit apa?” sahut Ethan. Dia membelala

DMCA.com Protection Status