แชร์

Teror Ghaib 135

ผู้เขียน: Rani Giza
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-01-11 23:52:39

Ethan lalu mengetik balasan.

Ethan:

Kataku juga iya sih. Mendingan kamu cariin dia deh. Kamu susul dia.

Jake lalu berdiri.

“Aku ke toilet dulu ya, Guys. Tiba-tiba mules,” kata Jake. Dia lalu bangkit dan meninggalkan Ethan dan Tony.

Jake berjalan dengan cepat meninggalkan kantin. Dia ingin segera menemui Emma. Dia melihat gadis itu di depan toilet wanita. Dia berdiri di sana seperti orang gelisah. Dengan langkah-langkah cepat, Jake lalu mendekati gadis itu.

“Emma ... aku pengen ngomong sama kamu,” kata Jake.

“Ngomong apa? Ngomong aja,” katanya.

“Emma ... aku bener-bener minta maaf atas kejadian semalem,” kata Jake. Nada suaranya rendah. Dia tampak sangat menyesal.

Emma menundukkan kepala. “Jake ... menurutku, kita seharusnya nggak ngelakuin itu,” kata Emma.

“Jadi, kamu inget semua dengan baik?” kata Jake.

“Sebagian ... iya. Tapi aku nggak inget bagaimana tiba-tiba aku berubah jadi mengerikan. Apa aku ngelukain kamu?” tanya Emma.

“Punggung aku sempet kena kuku kamu, tapi nggak sakit kok
บทที่ถูกล็อก
อ่านต่อเรื่องนี้บน Application

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 136

    Saat Tony tiba di rumah Emma, rupanya Lily dan Robin sedang bersiap-siap untuk pergi. Mungkin pihak kepolisian sudah menghubungi mereka.“Hei, Tony, kita mau ke kantor polisi,” kata Lily.“Saya ikut, Tante,” kata Tony. Dia lalu berjalan cepat menuju mobilnya lagi.Perjalanan dari rumah Emma ke kantor polisi mereka tempuh sekitar empat puluh menit. Setelah memarkirkan mobil, mereka lalu diarahakan seorang petugas polisi untuk menemui Emma.Ketika melihat Lily dan Robin datang, Emma segera menghamburkan diri ke pelukan ibunya. Hati Tony sakit sekali melihat pipi gadis itu yang basah oleh air mata.“Anak saya tidak mungkin memakai benda terlarang itu, Pak,” kata Lily setelah melepaskan pelukan Emma.“Tapi kata rektor kampusnya, benda ini ditemukan di dala tas anak Ibu,” kata polisi itu sambil menunjukkan barang bukti.Lily lalu mengambil bungkusan plastik itu. Dia geleng-geleng kepala setelah melihat benda itu. Dia lalu menatap Emma.“Apa benar kamu memakai benda ini, Nak?” tanyanya.Emm

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-12
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 137

    Semalam, Emma tidak bisa tidur. Sampai sekarang di jam empat pagi, gadis itu masih terjaga. Di matanya ada kantung mata dan kelopak matanya bagian bawah agak menghitam. Dari semalam, dia beberapa kali menangis. Sekarang dia juga menangis lagi.Emma begitu takut. Seumur hidup, dia tak pernah membayangkan akan menjalani kehidupan di balik jeruji yang memisahkan dirinya dengan keluarga, teman dan juga mimpi-mimpinya.Saking tak mampu menahan rasa sesak yang bergejolak di hatinya, Emma berteriak-teriak. Dia memberontak.Keributan yang terdengar dri dalam sel tempat Emma di tahan membangunkan seorang petugas. Dia lalu berjalan mendekati sel Emma.“Kamu kenapa?” katanya.Emma mendongak. Matanya melotot. Dia lalu menjerit keras-keras.“Nanti sekitar jam delapan orang tua kamu ke sini,” kata petugas itu, “jangan berisik.”Emma berteriak lagi. Dia melotot. Kuku-kuku tangannya mulai memanjang. Namun petugas itu tak menyadarinya. Dia tetap berdiri di depan sel Emma.“Mau apa kamu? Mau keluar?” k

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-12
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 138

    Jake, Tony dan Ethan memperhatikan dengan teliti video yang muncul di layar. Mereka semua tamak terkejut ketika melihat Sabrina mengeluarkan sebuah bungkusan dan diberikan kepada Caca. “Fix, ini ulah Sabrina,” kata Tony. “Tapi kita belum tau kapan bungkusan itu dimasukinnya ke tas Emma,” kata Ethan. “Kapan ya? Ah, pas jam istirahat kayaknya. Pas semua orang ninggalin kelas,” kata Tony. “Coba lihat yang jam dua belas, Pak,” kata Tony. Pak Mamat mengangguk. Dia memutar rekaman CCTV ke jam dua belas. Benar saja, saat ruangan mulai sepi, Caca tampak baru berdiri dari kursinya.“Videoin ... videoin,” kata Jake. Ethan lantas mengambil ponselnya. Dia lalu merekam. “Ntar yang tadi diulang ya, Pak,” kata Ethan, “yang di depan kelas.”Setelah merekam semua video, mereka lalu berterima kasih kepada Pak Mamat. Tujuan mereka berikutnya setelah keluar ruangan tentu saja kelas Sabrina. Dengan langkah-langkah cepat, mereka berjalan. Rupanya ketika mereka sampai di kelas Sabrina, gadis itu dan k

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-13
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 139

    Tony cs menghampiri Emma ke rumahnya sepulang kuliah. Mereka bermaksud memberi tahu gadis itu siapa pelaku yang menaruh barang terlarang itu di tas Emma. Mereka bertiga segera berjalan mendekati Emma setelah turun dari mobil. Karena kebetulan gadis itu ada di teras rumah bersama dengan Lily.“Selamat sore, Tante,” sapa Tony. Dia sedikit membungkuk. Yang lain mengikutinya. “Sore,” sahut Lily. Dia lalu berdiri, “Ayo masuk ke dalam. Sekalian Tante buatkan minum.”Emma dan Tony cs akhirnya masuk ke dalam. Mereka lalu duduk di ruang tamu. Tony duduk di samping Emma di sofa yang panjang. Sementara Ethan dan Jake duduk di single sofa yang ada di kanan dan kiri sofa panjang itu. “Gimana kata polisinya, Emma?” tanya Tony. “Mereka bilang hasil tes urine-ku negatif,” kata Emma. “Ya iyalah, aku yakin banget kamu nggak pake itu,” kata Tony. “Iya, dan kita juga udah tahu siapa pelakunya,” sahut Jake. Emma menatap Jake. Matanya melebar. “Siapa?” tanyanya. Ethan lalu mengeluarkan ponselnya. “

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-13
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 140

    Robin memegangi tubuh Emma. “Kendalikan dirimu,” kata Robin. Emma menatap Robin. Bola matanya melotot seperti akan keluar dari rongganya. Dia lalu menyeringai. Dengan sekuat tenaga, Dia lalu menyingkirkan tangan Robin. Tapi, Robin tak mau menyerah. Dia terus memegangi tangan Emma. Tak mau dihlangi, Emma lalu berteriak. Dia lantas menancapkan kukunya ke lengan Robin lau mencakarnya.Refleks Robin melepaskan tangannya karena kesakitan. Dia lalu memintaLily mengambilkan kotak P3K untuknya. Selagi menunggu Lily, Robin merapalkan doa surat-surat pendek yang dia hapal. Sebisa mungkin dia berusah agar mahluk astral yang mengganggu Emma berhenti. Semakin Robin membaca doa-doa, Emma mengerang-erang seperti orang kesakitan. Setelah berteriak panjang, tubuhnya lalu melemas. Dia laly terjatuh dan terbaring miring. “Ada apa? Emma sudah sadar?” tanya Lily saat dia kembali. “Sedang dalam proses sadar. Kita lihat saja,” kata Robin. Lily mengangguk. Dia lalu membersihkan luka Robin dan mengobatin

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-14
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 141        

    Setibanya di rumah, Jake lalu mengunggah video yang dia rekam. Dia tersenyum puas saat video itu mendapat beberapa komentar hanya dalm waktu kurang dari lima menit. Kebanyakan yang berkomentar di situ adalah orang-orang yang muak dengan kelakuan Sabrina. Bnayak yang bilang kalau itu adalah pemandangan langka. Ada yang bilang bahwa Sabrina cukup pantas juga menjadi ART. bahkan ada yang meminta Jake lebih sering mengunggah video semacam itu karena itu sangat menghibur. ***Tony memikirkan apa yang dia bicarakan dengan Emma tadi di kampus. Ya, tentang pembalasan pada Sabrina. Dia tak akan melakukan pembalasan yang fatal. Tapi kalau dia berani menyerang balik, setidaknya gadis itu akan berpikir dua kali untuk menyerang Emma lagi. Merasa tak punya ide, Tony lalu memutuskan untuk berdikusi dengan Jake dan Ethan di grup chat. Anthony:Guys, aku kok pengen bales perbuatan Sabrina ya sekali-kali.Balasan dari Jake masuk kurang dari satu menit. Jake:Emang kamu punya rencana apa? Bukannya d

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-14
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 142

    Dari kejauhan, Tony cs melihat Salim memberikan kotak kado kepada Sabrina. Tepat setelah kado berpindah tangan, Salim buru-buru pergi. Dalam hitungan detik, kado di tangan Sabrina terbuka karena Jake memang tak menutup rapat kotak kado itu dengan lem atau sejenisnya. Tepat setelah kotak itu terbuka, Sabrina menjerit keras-keras lalu menjatuhkan kotaknya.Melihat itu, tentu saja Tony cs terbahak. Mereka tertawa puas sampai memegangi perut karena sakit. Setelah puas mentertawakan Sabrina, mereka bertiga bertos-tosan.***Setibanya di rumah, Sabrina uring-uringan. Setelah masuk kamar, dia melemparkan sepatunya ke sembarang arah.“Siapa sih yang berani-berani ngerjain aku?! Kurang ajar banget!” kata Sabrina. Dia lalu duduk di tepi ranjang.“Terlepas dari tikus yang ditaro di kotaknya, tapi bandanya bagus kok,” kata Anne. Dia memperhatikan bandana yang ada hiasan mutiara dan pita-pitanya itu.Sabrina melihat bandana yang ada di tangan Anne. Dia lalu menghembuskan napas kasar. “Yaelah, band

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-15
  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 143

    “Ih bagus itu kolam renangnya kayak di atas pegunungan begitu,” kata Ethan.“Udah fix itu aja ya,” kata Jake, “Ayanaz, taman bunga apa namanya, Emma?”“Celosia,” sahut Emma.“Sama Umbul Sidomukti,” kata Jake.“Kita beneran nggak bayar sepeser pun nih?” tanya Tony.Jake menggeleng. “Nggak,” katanya, “aku seneng tau ngehabisin duit buat bikin orang lain seneng.”Ethan terbahak. “Semoga selalu banyak duit deh kamu. Biar bisa nyenengin kita terus,” katanya.“Yee maunya!” sahut Emma. *** Sarah mengetuk pintu kamar Sabrina perlahan. Setelah ketukannya yang ketiga, akhirnya pintu itu terbuka.“Kenapa kamu melakukan itu sama Emma?” tanya Sarah. Dia lalu duduk di kursi meja rias.Sabrina lantas duduk di ranjangnya. “Aku nggak suka sama dia,” katanya.“Kenapa? Emangnya dia pernah ngelakuin sesuatu yang ngerugiin kamu?” tanya sarah.Sabrina menggeleng. “Karena dia deket sama Jake,” sahutnya.“Jake?” ulang Sar

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-01-15

บทล่าสุด

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 163

    Hari pertama menjalani kegiatan di kampus Emma merasa sangat tidak nyaman. Dia tidak mudah berkenalan dengan orang baru karena tidak semua orang bisa memahaminya. Akibatnya, Emma jadi sering menyendiri. Baik di kelas, perpustakaan atau di kantin, dia jarang terlihat berbaur dan mengobrol dengan mahasiswa lain. Keadaan itu membuat banyak mahasiswa di kampus yang menganggap Emma sombong. Sehingga akhirnya ada banyak mahasiswa di kampus yang membenci Emma. Banyak yang memusuhi Emma secara diam-diam. Tapi tak sedikit juga yang memusuhi Emma secara terang-terangan. Akibatnya, hampir setiap hari ada saja yang membuat Emma marah dan mengamuk karena selalu ada yang mengganggunya. Puncaknya adalah saat ada yang menganggu Emma saat gadis itu makan siang sendirian di kantin.“Sombong banget sih ke mana-mana sendiri terus,” kata seorang gadis berambut sebahu.“Mungkin dia ngerasa paling cantik kali di sekolah ini. Atau dia kayak gini biar banyak yang ngedeketin. Ala-ala misterius,” kata gadis y

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 162

    Karena tak ada respon setelah mengetuk pintu beberapa kali, Anne memutuskan untuk menelepon Desy. Setelah panggilan keempat baru teleponnya direspon.“Ada apa, Anne?” tanya Desy dari seberang. Suaranya terdengar sangat pelan.“Kamu ada di rumah?” tanya Anne.“Iya,” sahut Desy.“Kok ...,” Anne menghentikan kalimatnya karena dia melihat seorang bapak-bapak keluar dari rumah Desy. Sebatas yang dia ingat, itu bukan Ayah Desy. Apakah orang itu kerabatnya Desy yang dia tidak kenal sebelumnya?“Kamu masuk aja,” kata Desy.Anne seketika memutuskan sambungan telepon dan masuk ke melewati pintu yang terbuka. Setelah menutup pintu, dia berjalan ke tengah bagian rumah. Tempat yang dia tuju tentu saja kamar Desy.Anne mengerutkan kening saat masuk ke kamar Desy dan melihat ranjang gadis itu berantakan. Dia takut terjadi apa-apa dengan Desy.“Desy, kamu di mana?” tanya Anne. Dia menghembuskan napas lega saat mendegar suara keran dari kamar mandi.“Orang laki-laki yang tadi keluar dari rumah kamu si

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 161

    Tiga hari setelah demo terakhir dilakukan, kedua orang tua Emma dipanggil ke kampus. Mereka berdua diminta untuk bertemu dengan Bu Marta langsung di ruangannya. “Selamat pagi,” kata Tony sambil mengetuk pintu ruangan Bu Marta ketika langkahnya terhenti di depan ruangan kepala sekolah itu.Bu Marta menatap ke arah pintu. “Selamat pagi,” katanya, “silakan masuk.”Bu Marta mengambil napas dalam sebelum berbicara dengan Robin dan Lily. “Sebelumnya saya mewakili pihak sekolah ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya,” kata Bu Marta.“Apa tidak bisa dinegosiasikan lagi, Bu?” tanya Robin, “kita semua sama-sama tahu kan kalau semua kekacauan yang Emma perbuat bukan murni keinginan Emma. Ada mahluk astral yang mengendalikannya.”Bu Marta mengangguk. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan kepada para orangtua mahasiswa itu. Tapi mereka tak ada yang mau peduli. Alasan mereka, mereka tidak mau kekacauan itu terulang terus. Mereka tidak mau kalau nanti anak mereka dan yang lainny

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 160

    Orang tua Yosi dan Burhan kompak mengajak puluhan orang tua mahasiswa lain untuk melakukan demo ke kampus. Mereka semua menuntut agar Emma dikeluarkan karena tingkahnya yang sangat meresahkan. Mereka tak hanya melakukan demo sekali, tetapi sebanyak tiga kali dalam seminggu.Fakta itu tentu saja membuat pihak sekolah bimbang. Di satu sisi, mereka tidak bisa mengabaikan permintaan wali murid. Tapi, di sisi lain, mengeluarkan Emma dari kampu begitu saja juga bukan pilihan yang paling tepat. Bagaimana pun juga, Emma adalah salah satu mahasiswa yang cukup berprestasi. Mereka bahkan mempunya beberapa rencana untuk mengikuti lomba dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan. Dan salah satu mahasiswa yang akan mereka ikutkan untuk lomba itu adalah Emma.Tak hanya pihak sekolah yang dibuat pusing oleh demo yang dilakukan para orang tua mahasiswa itu. Emma dan orang tuanya juga dibuat pusing. Yang paling tertekan dengan kedaan itu tentu saja Emma. Hampir setiap hari dia menangis karena lelah meng

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 159

    Sabrina tak peduli jika pada akhirnya Desy muak dengan sikapnya dan gadis itu meninggalkannya. Dia tetap fokus pada niatnya untuk membuat Emma dikeluarkan dari sekolah. Maka dia mencari tahu dua mahasiswa yang kemarin menjadi korban amukan Emma di kantin. Dari informasi yang berhasil Sabrina himpun dari orang-orang suruhannya. Dia menemukan nama dan kelas dua mahasiswa itu. Bahkan Sabrina juga tahu alamat rumah mereka. Tapi sebelum memutuskan untuk mendatangi orang tua mereka di rumah mereka, Sabrina memutuskan untuk menghampiri mereka di kelasnya terlebih dahulu. Yang pertama Sabrina datangi adalah Yosi. Laki-laki berpostur jangkung itu tengah duduk di kursi yang ada di depan kelas ketika Sabrina datang. “Hei, gimana kabarnya?” kata Sabrina. Dia duduk di samping Yosi, “luka kamu yang kena amukan Emma kemarin masih sakit?” “Lumayan sih. Ada beberapa luka gosong kebiruan dan luka goresan karena kena lantai dan bangku kantin,” kata Yosi, “ini masih mendingan. Si Burhan malah hari ini

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 158

    Emma pikir, Sabrina memang akan benar-benar berubah. Dia pikir gadis itu akan menepati janjinya. Tapi ternyata tidak. Pada akhirnya gadis itu berulang lagi. Entah disengaja atau tidak, saat berad di kantin, tiba-tiba saja Sabrina menjatuhkan minuman yang masih agak panas dari belakang. Cairan kopi itu mengenai punggung Emma, mengenai kemejanya dan tembus hingga ke kulitnya.Emma merasakan rasa skit dan panas doi punggungnya. Seharusnya dia pergi ke toilet. Dan memang sebenarnya dia berniat pergi ke toilet. Namun, Emosinya lebih dulu meledak. Seperti biasa, mahluk astral itu menguasainya lagi. Membuatnya lepas kendali.Sadar berhasil memancing Emma, Sabrina pun tersenyum-senyum. Tetapi sebisa mungkin dia berusaha meminta maaf agar segalanya tak terlihat mencolok.“Maaf ya, Emma,” katanya kepada Emma.Emma tak menyahut. Dia mengerang dan mencengkeram pergelangan tangan Sabrina. Matanya melotot dan bola matanya berputar-putar. Dia mengerang. Lalu kuku-kukunya yang panjang mencakar kulit

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 157

    Emma masuk kuliah lagi, tiga hari dari hari pertama dia di rumah sakit. Sebelum masuk ke dalam kelas, Ethan dan Jake menyambutnya di ambang pintu. Mereka mengulurkan tangan dan agak sedikit membungkuk seperti mempersilakan otang penting. Emma tersenyum melihatnya.“Kalian ini kayak aku siapa saja,” kata Emma.Baru duduk sebentar, Tony lalu berdiri lagi. Dia lalu mengajak Ethan dan Jake keluar kelas.“Aku nggak diajak nih?” tanya Emma.“Aku mau ngobrol sebentar sama mereka,” kata Tony. Dia lalu tersenyum, “ini urusan laki-laki.”Emma menghembuskan napas kasar. “Males banget deh kalo bawa-bawa gender,” katanya.“Bentar doang kok,” kata Tony.Tony, Ethan dan Jake lalu berjalan keluar kela. Mereka menghentikan langkahnya di taman. Tony lalu memilih bangku yang ada di sudut taman untuk duduk. Tempat itu lumayan jah dari jangkauan orang-orang karena kanan dan kirinya adalah barisan tembok ruang dekan.“Kamu ngapain sih ngajak kita ke sini?” tanya Jake setelah dia duduk.“Aku mau ngomong ser

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 156

    Saat Sabrina masuk, Jake sedang mengobrol dengan Emma. Laki-laki itu berdiri di dekat ranjang sambil agak membungkuk, mendengarkan suara Emma yang mungkin masih terdengar pelan. Dia membelakangi Sabrina. Di sampingnya ada Ethan. Sementara itu, Tony berdiri di sisi ranjang yang lain sehingga dia menjadi orang yang lebih dulu mengetahui kehadiran Sabrina.Karena menyadari arah pandang Tony, Jake akhirnya menoleh.“S ... sore semua,” kata Sabrina.Tony tak menyahut. Emma juga. Yang menyahut adalah Jake. “Sore,” ujarnya pelan. Dia lalu menghadap Emma lagi.“Emma sakit apa? Habis jatuh kah?” tanya Sabrina karena dia melihat ada bekas jahitan di kening Emma sebelah kanan.“Iya,” sahut Sabrina pelan.“Sekarang udah mendingan apa masih sakit?” tanya Sabrina.“Udah mendingan kok,” sahut Emma.“Maaf ya, aku nggak sempet beliin apa-apa,” kata Sabrina.“Nggak apa-apa,” sahut Emma.Sejujurnya, Emma tidak yakin Sabrina tulus. Dia sebenarnya malas menanggapi gadis itu. Rasanya mustahil seorang Sabri

  • Teror Ghaib   Teror Ghaib 155

    Saat jam istirahat siang, Jake dan Ethan kelimpungan mencari Tony dan Emma di kelasnya. Mereka bertanya-tanya ke mana perginya dua orang itu. Jake yang paling penasaran. Tentu saja. Setelah duduk di meja kantin, Jake lalu menelfon Emma. Karena tak ada tanggapan dari gadis itu, dia lalu menelfon Tony. “Aku yakin sih ini mereka pasti pergi berdua,” kata Jake selagi menunggu panggilannya mendapat respon dari Tony. “Kayaknya sih,” sahut Ethan sambil menyendok basonya. “Kamu bolos bareng Emma ya?” kata Jake setelah mendengar suara Tony dari seberang. “Bolos ... bolos kepalamu? Aku lagi jenguk Emma di rumah sakit,” sahut Tony. “Rumah sakit?” ulang Tony, “Emangnya Emma sakit apa?” “Ceritanya panjang. Entar juga kamu tahu sendiri kalo ke rumah sakit,” sahut Tony. “Di rumah sakit mana?” tanya Jake. “Biasa. Yang deket sama rumah Emma,” sahut Tony. “Siapa yang sakit?” tanya Ethan setelah Jake meletakan ponselnya di atas meja. “Emma,” jawab Jake. “Sakit apa?” sahut Ethan. Dia membelala

DMCA.com Protection Status