Jake, Tony dan Ethan memperhatikan dengan teliti video yang muncul di layar. Mereka semua tamak terkejut ketika melihat Sabrina mengeluarkan sebuah bungkusan dan diberikan kepada Caca. “Fix, ini ulah Sabrina,” kata Tony. “Tapi kita belum tau kapan bungkusan itu dimasukinnya ke tas Emma,” kata Ethan. “Kapan ya? Ah, pas jam istirahat kayaknya. Pas semua orang ninggalin kelas,” kata Tony. “Coba lihat yang jam dua belas, Pak,” kata Tony. Pak Mamat mengangguk. Dia memutar rekaman CCTV ke jam dua belas. Benar saja, saat ruangan mulai sepi, Caca tampak baru berdiri dari kursinya.“Videoin ... videoin,” kata Jake. Ethan lantas mengambil ponselnya. Dia lalu merekam. “Ntar yang tadi diulang ya, Pak,” kata Ethan, “yang di depan kelas.”Setelah merekam semua video, mereka lalu berterima kasih kepada Pak Mamat. Tujuan mereka berikutnya setelah keluar ruangan tentu saja kelas Sabrina. Dengan langkah-langkah cepat, mereka berjalan. Rupanya ketika mereka sampai di kelas Sabrina, gadis itu dan k
Tony cs menghampiri Emma ke rumahnya sepulang kuliah. Mereka bermaksud memberi tahu gadis itu siapa pelaku yang menaruh barang terlarang itu di tas Emma. Mereka bertiga segera berjalan mendekati Emma setelah turun dari mobil. Karena kebetulan gadis itu ada di teras rumah bersama dengan Lily.“Selamat sore, Tante,” sapa Tony. Dia sedikit membungkuk. Yang lain mengikutinya. “Sore,” sahut Lily. Dia lalu berdiri, “Ayo masuk ke dalam. Sekalian Tante buatkan minum.”Emma dan Tony cs akhirnya masuk ke dalam. Mereka lalu duduk di ruang tamu. Tony duduk di samping Emma di sofa yang panjang. Sementara Ethan dan Jake duduk di single sofa yang ada di kanan dan kiri sofa panjang itu. “Gimana kata polisinya, Emma?” tanya Tony. “Mereka bilang hasil tes urine-ku negatif,” kata Emma. “Ya iyalah, aku yakin banget kamu nggak pake itu,” kata Tony. “Iya, dan kita juga udah tahu siapa pelakunya,” sahut Jake. Emma menatap Jake. Matanya melebar. “Siapa?” tanyanya. Ethan lalu mengeluarkan ponselnya. “
Robin memegangi tubuh Emma. “Kendalikan dirimu,” kata Robin. Emma menatap Robin. Bola matanya melotot seperti akan keluar dari rongganya. Dia lalu menyeringai. Dengan sekuat tenaga, Dia lalu menyingkirkan tangan Robin. Tapi, Robin tak mau menyerah. Dia terus memegangi tangan Emma. Tak mau dihlangi, Emma lalu berteriak. Dia lantas menancapkan kukunya ke lengan Robin lau mencakarnya.Refleks Robin melepaskan tangannya karena kesakitan. Dia lalu memintaLily mengambilkan kotak P3K untuknya. Selagi menunggu Lily, Robin merapalkan doa surat-surat pendek yang dia hapal. Sebisa mungkin dia berusah agar mahluk astral yang mengganggu Emma berhenti. Semakin Robin membaca doa-doa, Emma mengerang-erang seperti orang kesakitan. Setelah berteriak panjang, tubuhnya lalu melemas. Dia laly terjatuh dan terbaring miring. “Ada apa? Emma sudah sadar?” tanya Lily saat dia kembali. “Sedang dalam proses sadar. Kita lihat saja,” kata Robin. Lily mengangguk. Dia lalu membersihkan luka Robin dan mengobatin
Setibanya di rumah, Jake lalu mengunggah video yang dia rekam. Dia tersenyum puas saat video itu mendapat beberapa komentar hanya dalm waktu kurang dari lima menit. Kebanyakan yang berkomentar di situ adalah orang-orang yang muak dengan kelakuan Sabrina. Bnayak yang bilang kalau itu adalah pemandangan langka. Ada yang bilang bahwa Sabrina cukup pantas juga menjadi ART. bahkan ada yang meminta Jake lebih sering mengunggah video semacam itu karena itu sangat menghibur. ***Tony memikirkan apa yang dia bicarakan dengan Emma tadi di kampus. Ya, tentang pembalasan pada Sabrina. Dia tak akan melakukan pembalasan yang fatal. Tapi kalau dia berani menyerang balik, setidaknya gadis itu akan berpikir dua kali untuk menyerang Emma lagi. Merasa tak punya ide, Tony lalu memutuskan untuk berdikusi dengan Jake dan Ethan di grup chat. Anthony:Guys, aku kok pengen bales perbuatan Sabrina ya sekali-kali.Balasan dari Jake masuk kurang dari satu menit. Jake:Emang kamu punya rencana apa? Bukannya d
Dari kejauhan, Tony cs melihat Salim memberikan kotak kado kepada Sabrina. Tepat setelah kado berpindah tangan, Salim buru-buru pergi. Dalam hitungan detik, kado di tangan Sabrina terbuka karena Jake memang tak menutup rapat kotak kado itu dengan lem atau sejenisnya. Tepat setelah kotak itu terbuka, Sabrina menjerit keras-keras lalu menjatuhkan kotaknya.Melihat itu, tentu saja Tony cs terbahak. Mereka tertawa puas sampai memegangi perut karena sakit. Setelah puas mentertawakan Sabrina, mereka bertiga bertos-tosan.***Setibanya di rumah, Sabrina uring-uringan. Setelah masuk kamar, dia melemparkan sepatunya ke sembarang arah.“Siapa sih yang berani-berani ngerjain aku?! Kurang ajar banget!” kata Sabrina. Dia lalu duduk di tepi ranjang.“Terlepas dari tikus yang ditaro di kotaknya, tapi bandanya bagus kok,” kata Anne. Dia memperhatikan bandana yang ada hiasan mutiara dan pita-pitanya itu.Sabrina melihat bandana yang ada di tangan Anne. Dia lalu menghembuskan napas kasar. “Yaelah, band
“Ih bagus itu kolam renangnya kayak di atas pegunungan begitu,” kata Ethan.“Udah fix itu aja ya,” kata Jake, “Ayanaz, taman bunga apa namanya, Emma?”“Celosia,” sahut Emma.“Sama Umbul Sidomukti,” kata Jake.“Kita beneran nggak bayar sepeser pun nih?” tanya Tony.Jake menggeleng. “Nggak,” katanya, “aku seneng tau ngehabisin duit buat bikin orang lain seneng.”Ethan terbahak. “Semoga selalu banyak duit deh kamu. Biar bisa nyenengin kita terus,” katanya.“Yee maunya!” sahut Emma. *** Sarah mengetuk pintu kamar Sabrina perlahan. Setelah ketukannya yang ketiga, akhirnya pintu itu terbuka.“Kenapa kamu melakukan itu sama Emma?” tanya Sarah. Dia lalu duduk di kursi meja rias.Sabrina lantas duduk di ranjangnya. “Aku nggak suka sama dia,” katanya.“Kenapa? Emangnya dia pernah ngelakuin sesuatu yang ngerugiin kamu?” tanya sarah.Sabrina menggeleng. “Karena dia deket sama Jake,” sahutnya.“Jake?” ulang Sar
Sofia lalu masuk ke dalam kamar Tony dan menaruh nampannya di atas nakas. Dia lalu berbalik dan berajalan mendekati Tony yang berdiri di tengah ruangan.“Semangat ngerjain tugasnya ya!” katanya sambil menepuk pundak Tony.Tapi sebelum Sofia berjalan keluar, Tony menahan wanita itu. “Bu, aku ingin bicara,” katanya.“Bicara apa?” tanya Sofia.“Duduk sebentar,” kata Tony.Sofia menurut. Dia lalu duduk di kursi meja belajar.“Menurut Ibu kalo aku suka sama Emma itu normal nggak sih?” tanya Tony, ragu-ragu.Sofia tersenyum lebar. “Ya normal dong, memangnya kenapa?” tanyanya.“Masalahnya, Jake juga suka sama Emma,” kata Tony, “aku nggak mau Jake jadian sama Emma. Tapi, aku juga nggak berani bilang ke Emma kalo aku suka dia.”“Nggak beraninya kenapa?” tanya Sofia.“Karena aku takut Emma nolak aku. Terus habis itu dia jadi canggung sama aku dan pertemanan kita nantinya pasti nggak akan sama lagi,” jawab Tony.Sofia tersenyum. “Kayaknya Emma bukan tipe anak yang kayak gitu, Ton. Kalaupun dia n
Emma tidak tahu apakah yang dibicarakan Tony itu benar atau salah. Tapi seharusnya laki-laki itu tak perlu mengucapkan perkataan yang menyinggung hati Jake. Selama ini, Emma sudah senang dengan bergabungnya Jake dan Ethan menjadi temannya. Kalau mereka berdua menjauh, nanti dia akan kesepian lagi.“Seharusnya kamu nggak perlu bilang kayak tadi di hadapan Jake, Tony,” kata Emma.“Aku nggak sengaja,” kata Tony, “tapi klau dipikir-pikir, apa yang aku omongin nggak ada salahnya kan?”Emma mengangkat bahu. “Kita nggak pernah tau apa motivasi pasti di balik semua perbuatan Sabrina. Tapi kalaupun dia memang menyerangku karena aku dekat sama Jake, tetap bukan Jake yang salah. Menurutku Sabrinanya saja yang negatif,” katanya.“Perbuatannya menyerang seseorang hanya karena dia tidak suka orang itu berteman dekat dengan orang yang dia sukai adalah sesuatu yang buruk. Siapa pun bisa berteman denganku dan nggak ada yang berhak melarang,” kata Emma lagi.Tony menghembuskan napas panjang. “Aku minta