Share

Chapter 5

Author: Amira Tantri
last update Last Updated: 2023-04-05 12:40:31

Seperti biasa, Anisa terbangun disaat Adzan subuh berkumandang. Dengan cepat ia segera menuju kamar mandi. Ia sedikit heran, karena sejak bangun tadi, tidak dilihatnya Fahmi ada di kamar.

Berarti Fahmi sudah lebih dulu berangkat ke masjid. Wajarlah, dia kan marbot Masjid, batin Anisa kembali tidak peduli.

Tapi yang aneh adalah, suara muadzin bukanlah suara Fahmi seperti biasanya.

"Ah ...sebodoh amat sih, kok aku jadi mikirin Alien itu,"batin Anisa sambil terus menggosok gigi.

Selesai dengan acara bersih-bersih dan juga berwudlu, ia segera mengganti pakaian dan mengenakan mukena, lalu segera keluar kamar untuk berangkat ke Masjid.

Keluar dari kamar, tampak Ibu yang juga hendak ke Masjid.

"Loh, dek Mutia mana ?" Tanya Anisa yang tidak melihat Mutia turut serta.

"Biasa, tamu bulanannya datang, jadi libur dulu," jawab Ibu membuat Anisa mengangguk paham.

"Fahmi sama Abah sudah duluan ke Masjid," ucap Ibu tanpa ditanya oleh Anisa.

"Emang Anisa tanya ya ? si Fahmi itu mau kemana juga, Nisa enggak peduli," jawab Anisa sambil menggandeng tangan Ibunya yang hanya bisa geleng-geleng kepala seperti biasa. 

Mereka lalu berjalan dengan cepat menuju Masjid, karena iqomah sudah terdengar.

Selesai shalat subuh, Anisa yang malas jika harus berjalan pulang bersama Fahmi, segera mempercepat langkahnya tanpa menunggu Ibunya yang masih asyik ngobrol bersama Ibu RT dan juga beberapa Ibu-ibu lainnya.

"Aduh ....!" pekik Anisa Pelan, karena saking terburu-buru, kakinya terserimpet bawahan mukena yang belum betul ditariknya naik, menyebabkan ia jatuh terjerembab. Tangannya sangat perih, demikian juga kakinya. Sepertinya ia memegang pecahan beling. Karena Anisa berlari melalui jalan potong. Niat hati menghindari suami jadi-jadiannya,malah berakhir dengan cengiran kesakitan.

"Ya Allah ...Nisa ...!" pekik Fahmi pelan  melihat istrinya itu terduduk sambil mengaduh kesakitan.

Abah juga segera menghampiri bersama beberapa orang bapak-bapak yang lain. Anisa sangat malu sekali saat ini.

"Kamu kenapa ?" tanya Fahmi dengan raut khawatir sambil jongkok, menyamakan dengan posisi Anisa.

Anisa enggan menjawab pertanyaan Fahmi, walau saat ini tangannya terasa sangat perih, demikian juga kakinya.

Fahmi mengangkat kepala, melihat ke arah Abah.

"Abah pulang duluan saja, biar saya yang bantu Nisa untuk berjalan pulang," pinta Fahmi pada Abah yang segera mengangguk dan mengajak para bapak-bapak untuk pergi. Walau khawatir, tapi Abah mempercayakan Fahmi untuk menjaga Anisa.

Begitu Abah pergi, Anisa dengan cepat menepis tangan Fahmi yang saat ini memegang kakinya. Hati Anisa sedih, karena Abah tidak peduli padanya, dan malah menuruti keinginan Fahmi.

"Jangan pegang-pegang, aku tidak sudi bersentuhan denganmu !" ucap Anisa sedikit keras, sambil menatap tajam ke arah Fahmi.

"Kamu kenapa bisa sampai jatuh begini ?" Tanya Fahmi tidak peduli pada kemarahan Anisa.

"Semua gara-gara kamu ! aku celaka gini gara-gara kamu !" sentak Anisa masih tetap menatap tajam ke arah Fahmi.

"Hmmm ...kalau mau marah-marah, dilanjut di rumah saja. Kamu bisa marah-marah di dalam kamar sambil aku obati lukanya. Kalau disini, enggak enak jika dilihat orang. Itu Ibu-ibu pada kemari," ucap Fahmi sambil menunjuk ke arah Ibu-ibu yang tampak makin dekat.

Karena tidak ingin malu untuk kedua kalinya, Anisa dengan cepat berdiri sambil memegang tangan Fahmi. Karena ia tidak bisa berdiri sendiri. Kakinya masih sangat sakit sekali.

"Idih ... kamu jalan duluan sana, biar aku jalan di belakangmu !" ucap Anisa ketus sambil melepaskan pegangan tangannya pada lengan Fahmi yang tadi dibuatnya tumpuan untuk berdiri.

"Biar aku bantu, kamu akan kesulitan berjalan. Kali ini dengarkan aku, atau aku akan menggendongmu dengan paksa !" ancam Fahmi yang membuat Anisa terdiam. Dia tidak punya pilihan selain menuruti kemauan Fahmi, karena Ibu terlihat menatap ke arahnya. Tidak ingin dicecar pertanyaan, Anisa segera menarik tangan Fahmi dan mengajaknya pulang sambil berjalan terpincang-pincang.

Anisa memegang erat lengan Fahmi yang menjajari langkahnya. Ia dapat mencium wangi menyenangkan yang menguar dari tubuh Fahmi. Sangat nyaman sekali, andai wajahnya juga semanis ini, batin Nisa sambil manyun mengingat wajah jelek Fahmi yang tidak disukainya.

Sesampainya di rumah, tampak Abah sudah menunggu dengan segudang pertanyaan. Tapi urung ditanyakan melihat Anisa yang meringis masih dengan memegang erat lengan Fahmi.

"Biar saya obati dulu ya Bah," ucap Fahmi sopan dan segera menuntun Anisa menuju kamar.

"Anisa kenapa, Bah ?" tanya Ibu yang baru masuk ke dalam rumah sembari mencium tangan Abah.

"Kayaknya jatuh, ada-ada saja dia," ucap Abah sambil geleng-geleng kepala akan tingkah bengal Anisa yang masih saja betah walau sudah menikah. Ibu yang melihat Abah geleng-geleng kepala, hanya tertawa kecil.

"Mirip Abah kan dia," ejek Ibu sambil tertawa yang membuat Abah juga ikut tertawa.

Sementara itu di dalam kamar, tampak Anisa bernafas lega, setidaknya ia bebas dari pertanyaan Abah mengapa bisa jatuh ? dan mengapa bisa pulang lewat jalan potong yang sempit dan sedikit gelap tersebut ?

Fahmi yang melihat Anisa diam saja,  hendak membantu untuk melepas mukena. Tapi dengan cepat Anisa menahannya.

"Mau ngapain ? aku enggak suka memperlihatkan rambutku padamu ! ingat baik-baik itu !" hardik Anisa dengan melotot pada Fahmi yang mengangguk paham.

"Iya, aku paham," jawab Fahmi kalem. Hampir saja ia kelepasan dan terlena pada gadis yang telah halal menjadi miliknya tersebut. Ia menarik nafas panjang. Menghadapi istri bengalnya ini, tidak boleh dengan emosi.

Fahmi segera mengambil air hangat dan juga obat untuk mengobati luka Anisa.

"Aduh ...pelan-pelan ! kamu ingin membuat lukaku makin bertambah parah ya !" Pekik Anisa pada Fahmi. Ia sengaja berkata begitu, padahal Fahmi melakukannya dengan sangat lembut. Ya ...Anisa sengaja ingin menyulut kemarahan Fahmi.

Tapi ia salah, Fahmi sama sekali tidak terpengaruh pada kemarahannya.

"Nah ....sudah selesai, jangan lupa ganti baju dan juga lepas mukenamu. Aku akan mengambilkan nasi sehingga kamu tidak perlu keluar kamar," ucap Fahmi setelah selesai mengobati luka Anisa.

"Jangan sok perhatian ! karena aku enggak suka dan juga enggak akan terpengaruh pada kebaikan pura-pura mu ! Aku membencimu !" Ucap Anisa sedikit keras seperti biasanya.

"Aku pernah baca, kalau jarak antara benci dan cinta itu tipis banget. Makanya jangan terlalu benci sama aku.  Takutnya nanti kemakan omongan sendiri dan malah jatuh cinta sama aku, bagaimana ?" bukannya marah, Fahmi malah melempar lelucon pada Anisa yang tetap saja jutek.

"Idih ...mimpi di pagi buta. Sampai lebaran unta juga, aku enggak bakalan jatuh cinta sama cowok dengan tampang kayak kamu !" ucap Anisa  berapi-api lalu hendak beranjak tapi ...

"Ahhh ...!" pekik Anisa pelan karena bukannya berdiri sempurna, ia malah kembali terduduk karena hilang keseimbangan,  dengan tangan yang menarik kerah baju Fahmi, hingga posisi Fahmi saat ini berada di atas Anisa.

Tatapan keduanya saling bertemu.  Wangi yang menguar dari tubuh Fahmi terasa sangat dekat sekali.

Rasanya sangat kikuk sekali, hingga akhirnya Anisa bisa menguasai keadaan.

"Eh .... jauh-jauh sana !" Ucap Anisa sambil mendorong Fahmi agar menjauhinya.

"Lah ... kamu yang narik, kamu juga yang marah," jawab Fahmi sambil tersenyum pada kemarahan Anisa, yang mulai akrab menemani harinya.

Anisa menatap Fahmi yang masih tersenyum padanya, walau ia selalu saja marah-marah. Senyum yang menampakkan gigi kelinci dan juga lesung pipi yang sebenarnya manis, kalau si empunya wajah itu juga manis, batin Anisa nelangsa akan wajah Fahmi yang jauh sekali dari kata manis. Karena ada tompel, serta kumis dan juga kacamata kegedean yang bertengger di hidungnya. Benar- benar sangat tidak sedap dipandang mata. Tapi tetap saja Fahmi dengan percaya diri mengatakan jika Anisa akan jatuh cinta padanya.

Tokk ....Tok...!

Suara pintu diketuk, membuat pertengkaran kecil antara Fahmi dan Anisa berhenti.

"Anisa .... ada yang nyariin kamu." Suara Ibu terdengar dari luar kamar.

Dengan tertatih, Anisa berjalan keluar kamar, tidak ingin dibantu oleh Suaminya.

Fahmi segera membereskan kotak P3k lalu segera berganti baju. Ia akan berolahraga pagi sebelum berangkat bekerja.

Saat keluar kamar, lamat-lamat didengarnya suara tawa Anisa dari ruang tengah. Belum pernah Fahmi mendengar tawa Anisa yang lepas seperti itu.

Diam-diam Fahmi mengintip, ingin tahu, siapa yang telah membuat Anisa bisa tertawa seriang itu.

Kira-kira siapa ya ?

Related chapters

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 6

    Fahmi menghela nafas panjang, melihat siapa yang sudah membuat tawa Anisa begitu merdu terdengar.Seorang pemuda tampan yang saat ini tengah duduk di depan Anisa, dan tampak menceritakan hal lucu yang membuat Anisa benar-benar bahagia. "Itu sahabat Anisa sekaligus sepupunya. Namanya Faris. Dia baru pulang dari luar daerah, dan langsung kemari untuk mengantar oleh-oleh, karena dari bandara ke rumahnya, melewati rumah ini, jadi sekalian." Tiba-tiba Ibu sudah ada di belakang Fahmi, dan menjelaskan siapa pria yang saat ini duduk bersama Anisa dan juga alasan Anisa bisa tertawa lepas seperti itu."Ayo kenalan sama Faris, dia orangnya ramah kok." Ibu mengajak Fahmi agar mau berkenalan dengan sahabat Anisa. Sebenarnya Ibu mengajak Fahmi untuk berkenalan, karena wanita yang tidak lagi muda itu, merasa tidak enak pada menantunya tersebut. Karena Anisa bersikap layaknya seorang gadis yang belum memiliki pendamping hidup."Tidak usah Ibu, saya harus segera bersiap-siap, mungkin di lain waktu sa

    Last Updated : 2023-04-13
  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 7

    Berdiri disana seorang pria tampan, yang tersenyum tipis padanya. Tapi suaranya hampir mirip dengan suara Fahmi. "Ahh ... Para pria "kan emang suaranya hampir mirip-mirip begitu. apa akunya saja yang lebay," batin Anisa masih meneliti pria di depannya. Berharap, andai wajah Fahmi setampan pria itu."Mbak ...," Panggil si pria yang segera menyadarkan Anisa dari lamunannya."Oh ... Itu ... tidak usah, biar nanti saja, saya kembali lagi kemari," tolak Anisa dengan halus sambil keluar dari barisan pengantri."Mbak, sekalian saja sama punya mbak yang ini ya," ucap si pria pada kasir tanpa mempedulikan penolakan Anisa.Kasir dengan cekatan menghitung total belanjaan lalu memberikannya pada si pria yang segera membayarnya."Maaf, bisa saya minta nomor rekening, nanti setelah tiba di rumah, saya langsung transfer uangnya," ucap Anisa sambil menerima buku dari tangan si pria tampan tersebut sesaat setelah mereka keluar dari toko buku."Tidak usah," jawab si pria, lalu segera berlalu meningga

    Last Updated : 2023-05-25
  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 1

    "Aku tidak sudi menjadi Istrimu !"********Dari kedua putri Abah Usman, hanya si sulung yang mau masuk pesantren dan mendapatkan jodoh seorang pemuda dari pesantren juga. Sedangkan Anisa, si bungsu, kabur dari rumah saat hendak dimasukan ke pesantren. Dia menghilang selama tiga hari. Bersembunyi di penginapan, dengan uang tabungan yang dimilikinya.Ibu yang cemas, terus-terusan menangis, sehingga Abah akhirnya mengalah dan tidak memaksakan kehendaknya agar Anisa mau masuk pondok. Anisa pulang ke rumah setelah kakaknya yang tahu ia bersembunyi dimana mengabari jika Abah sudah luluh.Anisa akhirnya dimasukan ke sekolah yang berciri khas pesantren.Itu adalah kisah kebengalan Anisa di masa sekolah. Tapi saat ini, Abah sangat bahagia. Keluarga dari sahabat masa kecilnya, ingin melamar Anisa. Kebahagiaan Abah berlipat ganda, karena saat bertanya pada Anisa mengenai lamaran itu, Anisa menyetujuinya, karena sedang malas berdebat dengan abah. Toh masih tunangan, belum menikah, pikir Anisa.

    Last Updated : 2023-04-05
  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 2

    Fahmi namanya, lelaki yang sangat sederhana dengan tompel di dekat pipi, ditambah kumis tipis, serta kacamata yang bertengger di hidungnya. Apalagi pakaiannya yang bergaya Vintage, sangat jauh sekali dari tipe idaman Anisa.Abah sudah meninggalkan Masjid dengan diantar Fahmi sampai di gerbang. Sedangkan kedua gadis itu masih bersembunyi hingga Abah benar-benar pergi.Anisa segera menarik Mutia untuk keluar dari persembunyian dan menghampiri Fahmi. Bagaimanapun, ia harus membuat Fahmi menolak pernikahan yang sudah diatur oleh Abah."Hei, kamu !" Teriak Anisa bak pahlawan bertopeng.Pemuda yang akan masuk ke dalam masjid itu segera menoleh dan mendapati dua orang perempuan yang menghampirinya."Abah bilang apa sama kamu ?" Tanya Anisa yang membuat kening Fahmi berkerut bingung."Jangan pura-pura bingung seperti itu, pasti Abah bahas tentang pernikahan kan sama kamu ?" Tanya Anisa dengan raut wajah kesal. Fahmi benar-benar sangat kolot sekali dengan penampilannya. Pasti selama ini tida

    Last Updated : 2023-04-05
  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 3

    Anisa terbangun saat adzan subuh berkumandang. Ia masih mengenakan gamis dan juga jilbab akad tadi malam.Menatap sekeliling ruangan, berharap jika tadi malam hanyalah mimpi buruk. Apalagi suara Adzan yang didengar adalah suara dari marbot masjid yang baru. Siapa lagi kalau bukan Fahmi. Jadi Fahmi masih tinggal di Masjid dan bukan sekamar dengannya, khayalan Anisa menenangkan diri.Anisa segera bangun dari posisi tidurnya. Mengerjapkan kedua netranya. Menatap sekeliling kamar, Sepertinya ia tidak sedang bermimpi, karena pakaian yang dikenakan Fahmi tadi malam, terlihat tergantung di dekat pintu. Ia menghela nafas kasar.Tok ...tok !"Nisa ... ayo ke masjid sama Ibu dan Mutia." Suara Ibu terdengar dari luar kamar. Tumben ibu mengetuk, biasanya juga langsung masuk, batin Anisa lalu segera beranjak dari atas ranjang untuk membuka pintu.Cklek!Anisa melihat senyum Ibu dan Mutia begitu pintu terbuka. Entah apa yang membuat mereka tersenyum demikian merekah."Ke masjid enggak ? kalau ma

    Last Updated : 2023-04-05
  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 4

    Malam kembali menyapa bumi dengan diiringi rintikan kecil gerimis yang membuatnya makin syahdu.Anisa kembali ke rumah sebelum hujan benar-benar menjadi lebih deras. Kali ini, ia pulang sangat terlambat sekali. Biasanya jam lima sore toko sudah tutup dan Anisa langsung pulang. Tapi kali ini, ia malah baru pulang setelah shalat isya'. Saat tiba di rumah, yang ia dapati adalah tatapan tajam Abah yang kesal karena Anis tidak mau mendengarkannya untuk tidak ke toko. Selain itu, Anisa yang pulang terlambat tanpa memberitahu kemana perginya, karena toko sudah tutup semenjak jam lima sore tadi."Abah kenapa menatap Nisa kayak gitu ? apa salah dan dosaku ?" Tanya Anisa lebay tanpa mau mengakui kalau ia salah. Anisa memang sengaja pulang terlambat untuk menghindari Fahmi. Anisa berharap Fahmi sudah tidur saat ia kembali ke rumah, sehingga tidak perlu ada pembicaraan basa-basi diantara mereka. Selain itu, ia pulang terlambat, karena membuat surat perjanjian pernikahan yang pernah dikatakannya p

    Last Updated : 2023-04-05

Latest chapter

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 7

    Berdiri disana seorang pria tampan, yang tersenyum tipis padanya. Tapi suaranya hampir mirip dengan suara Fahmi. "Ahh ... Para pria "kan emang suaranya hampir mirip-mirip begitu. apa akunya saja yang lebay," batin Anisa masih meneliti pria di depannya. Berharap, andai wajah Fahmi setampan pria itu."Mbak ...," Panggil si pria yang segera menyadarkan Anisa dari lamunannya."Oh ... Itu ... tidak usah, biar nanti saja, saya kembali lagi kemari," tolak Anisa dengan halus sambil keluar dari barisan pengantri."Mbak, sekalian saja sama punya mbak yang ini ya," ucap si pria pada kasir tanpa mempedulikan penolakan Anisa.Kasir dengan cekatan menghitung total belanjaan lalu memberikannya pada si pria yang segera membayarnya."Maaf, bisa saya minta nomor rekening, nanti setelah tiba di rumah, saya langsung transfer uangnya," ucap Anisa sambil menerima buku dari tangan si pria tampan tersebut sesaat setelah mereka keluar dari toko buku."Tidak usah," jawab si pria, lalu segera berlalu meningga

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 6

    Fahmi menghela nafas panjang, melihat siapa yang sudah membuat tawa Anisa begitu merdu terdengar.Seorang pemuda tampan yang saat ini tengah duduk di depan Anisa, dan tampak menceritakan hal lucu yang membuat Anisa benar-benar bahagia. "Itu sahabat Anisa sekaligus sepupunya. Namanya Faris. Dia baru pulang dari luar daerah, dan langsung kemari untuk mengantar oleh-oleh, karena dari bandara ke rumahnya, melewati rumah ini, jadi sekalian." Tiba-tiba Ibu sudah ada di belakang Fahmi, dan menjelaskan siapa pria yang saat ini duduk bersama Anisa dan juga alasan Anisa bisa tertawa lepas seperti itu."Ayo kenalan sama Faris, dia orangnya ramah kok." Ibu mengajak Fahmi agar mau berkenalan dengan sahabat Anisa. Sebenarnya Ibu mengajak Fahmi untuk berkenalan, karena wanita yang tidak lagi muda itu, merasa tidak enak pada menantunya tersebut. Karena Anisa bersikap layaknya seorang gadis yang belum memiliki pendamping hidup."Tidak usah Ibu, saya harus segera bersiap-siap, mungkin di lain waktu sa

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 5

    Seperti biasa, Anisa terbangun disaat Adzan subuh berkumandang. Dengan cepat ia segera menuju kamar mandi. Ia sedikit heran, karena sejak bangun tadi, tidak dilihatnya Fahmi ada di kamar.Berarti Fahmi sudah lebih dulu berangkat ke masjid. Wajarlah, dia kan marbot Masjid, batin Anisa kembali tidak peduli.Tapi yang aneh adalah, suara muadzin bukanlah suara Fahmi seperti biasanya."Ah ...sebodoh amat sih, kok aku jadi mikirin Alien itu,"batin Anisa sambil terus menggosok gigi.Selesai dengan acara bersih-bersih dan juga berwudlu, ia segera mengganti pakaian dan mengenakan mukena, lalu segera keluar kamar untuk berangkat ke Masjid.Keluar dari kamar, tampak Ibu yang juga hendak ke Masjid."Loh, dek Mutia mana ?" Tanya Anisa yang tidak melihat Mutia turut serta."Biasa, tamu bulanannya datang, jadi libur dulu," jawab Ibu membuat Anisa mengangguk paham."Fahmi sama Abah sudah duluan ke Masjid," ucap Ibu tanpa ditanya oleh Anisa."Emang Anisa tanya ya ? si Fahmi itu mau kemana juga, Nisa e

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 4

    Malam kembali menyapa bumi dengan diiringi rintikan kecil gerimis yang membuatnya makin syahdu.Anisa kembali ke rumah sebelum hujan benar-benar menjadi lebih deras. Kali ini, ia pulang sangat terlambat sekali. Biasanya jam lima sore toko sudah tutup dan Anisa langsung pulang. Tapi kali ini, ia malah baru pulang setelah shalat isya'. Saat tiba di rumah, yang ia dapati adalah tatapan tajam Abah yang kesal karena Anis tidak mau mendengarkannya untuk tidak ke toko. Selain itu, Anisa yang pulang terlambat tanpa memberitahu kemana perginya, karena toko sudah tutup semenjak jam lima sore tadi."Abah kenapa menatap Nisa kayak gitu ? apa salah dan dosaku ?" Tanya Anisa lebay tanpa mau mengakui kalau ia salah. Anisa memang sengaja pulang terlambat untuk menghindari Fahmi. Anisa berharap Fahmi sudah tidur saat ia kembali ke rumah, sehingga tidak perlu ada pembicaraan basa-basi diantara mereka. Selain itu, ia pulang terlambat, karena membuat surat perjanjian pernikahan yang pernah dikatakannya p

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 3

    Anisa terbangun saat adzan subuh berkumandang. Ia masih mengenakan gamis dan juga jilbab akad tadi malam.Menatap sekeliling ruangan, berharap jika tadi malam hanyalah mimpi buruk. Apalagi suara Adzan yang didengar adalah suara dari marbot masjid yang baru. Siapa lagi kalau bukan Fahmi. Jadi Fahmi masih tinggal di Masjid dan bukan sekamar dengannya, khayalan Anisa menenangkan diri.Anisa segera bangun dari posisi tidurnya. Mengerjapkan kedua netranya. Menatap sekeliling kamar, Sepertinya ia tidak sedang bermimpi, karena pakaian yang dikenakan Fahmi tadi malam, terlihat tergantung di dekat pintu. Ia menghela nafas kasar.Tok ...tok !"Nisa ... ayo ke masjid sama Ibu dan Mutia." Suara Ibu terdengar dari luar kamar. Tumben ibu mengetuk, biasanya juga langsung masuk, batin Anisa lalu segera beranjak dari atas ranjang untuk membuka pintu.Cklek!Anisa melihat senyum Ibu dan Mutia begitu pintu terbuka. Entah apa yang membuat mereka tersenyum demikian merekah."Ke masjid enggak ? kalau ma

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 2

    Fahmi namanya, lelaki yang sangat sederhana dengan tompel di dekat pipi, ditambah kumis tipis, serta kacamata yang bertengger di hidungnya. Apalagi pakaiannya yang bergaya Vintage, sangat jauh sekali dari tipe idaman Anisa.Abah sudah meninggalkan Masjid dengan diantar Fahmi sampai di gerbang. Sedangkan kedua gadis itu masih bersembunyi hingga Abah benar-benar pergi.Anisa segera menarik Mutia untuk keluar dari persembunyian dan menghampiri Fahmi. Bagaimanapun, ia harus membuat Fahmi menolak pernikahan yang sudah diatur oleh Abah."Hei, kamu !" Teriak Anisa bak pahlawan bertopeng.Pemuda yang akan masuk ke dalam masjid itu segera menoleh dan mendapati dua orang perempuan yang menghampirinya."Abah bilang apa sama kamu ?" Tanya Anisa yang membuat kening Fahmi berkerut bingung."Jangan pura-pura bingung seperti itu, pasti Abah bahas tentang pernikahan kan sama kamu ?" Tanya Anisa dengan raut wajah kesal. Fahmi benar-benar sangat kolot sekali dengan penampilannya. Pasti selama ini tida

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 1

    "Aku tidak sudi menjadi Istrimu !"********Dari kedua putri Abah Usman, hanya si sulung yang mau masuk pesantren dan mendapatkan jodoh seorang pemuda dari pesantren juga. Sedangkan Anisa, si bungsu, kabur dari rumah saat hendak dimasukan ke pesantren. Dia menghilang selama tiga hari. Bersembunyi di penginapan, dengan uang tabungan yang dimilikinya.Ibu yang cemas, terus-terusan menangis, sehingga Abah akhirnya mengalah dan tidak memaksakan kehendaknya agar Anisa mau masuk pondok. Anisa pulang ke rumah setelah kakaknya yang tahu ia bersembunyi dimana mengabari jika Abah sudah luluh.Anisa akhirnya dimasukan ke sekolah yang berciri khas pesantren.Itu adalah kisah kebengalan Anisa di masa sekolah. Tapi saat ini, Abah sangat bahagia. Keluarga dari sahabat masa kecilnya, ingin melamar Anisa. Kebahagiaan Abah berlipat ganda, karena saat bertanya pada Anisa mengenai lamaran itu, Anisa menyetujuinya, karena sedang malas berdebat dengan abah. Toh masih tunangan, belum menikah, pikir Anisa.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status