Share

Chapter 3

Author: Amira Tantri
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Anisa terbangun saat adzan subuh berkumandang. Ia masih mengenakan gamis dan juga jilbab akad tadi malam.

Menatap sekeliling ruangan, berharap jika tadi malam hanyalah mimpi buruk. Apalagi suara Adzan yang didengar adalah suara dari marbot masjid yang baru. Siapa lagi kalau bukan Fahmi. Jadi Fahmi masih tinggal di Masjid dan bukan sekamar dengannya, khayalan Anisa menenangkan diri.

Anisa segera bangun dari posisi tidurnya. Mengerjapkan kedua netranya. Menatap sekeliling kamar,  Sepertinya ia tidak sedang bermimpi, karena pakaian yang dikenakan Fahmi tadi malam, terlihat tergantung di dekat pintu. Ia menghela nafas kasar.

Tok ...tok !

"Nisa ... ayo ke masjid sama Ibu dan Mutia." Suara Ibu terdengar dari luar kamar. 

 Tumben ibu mengetuk, biasanya juga langsung masuk, batin Anisa lalu segera beranjak dari atas ranjang untuk membuka pintu.

Cklek!

Anisa melihat senyum Ibu dan Mutia begitu pintu terbuka. Entah apa yang membuat mereka tersenyum demikian merekah.

"Ke masjid enggak ? kalau masih capek, shalat di rumah saja ?" Bukannya mengajak, ibu malah memberikan pilihan pada Anisa.

"Anis shalat di rumah saja ya bu," jawab Anisa dengan rasa malas. Sedangkan Ibu hanya mengangguk dan segera berlalu bersama Mutia,  karena sebentar lagi iqomat akan segera terdengar.

Setelah Ibu dan Mutia pergi, Anisa segera masuk kembali ke kamar dan cepat menuju kamar mandi. 

Mandi subuh agar hati dan pikirannya kembali tenang. Memikirkan jika ia sudah menjadi Istri Fahmi, membuat otaknya benar-benar panas. Sehingga dinginnya air di waktu subuh, akan membuatnya ikut dingin juga.

Selesai mandi dan berganti pakaian, ia segera memakai Mukena dan melaksanakan shalat subuh.

Saat sedang asyik merenung di atas sajadah, terdengar pintu di buka dari luar.

Cklek !

Menyembul kepala makhluk yang sama sekali tidak ingin dilihat Anisa. Makhluk yang bergelar Suami, yang saat ini harus dihormatinya. Tapi Anisa tidak akau mau melakukannya, karena ia menikah atas paksaan Abah, bukan keinginan hatinya.

Anisa kembali menekuri sajadah, dan enggan menyapa Fahmi yang saat ini mendekatinya, dan duduk di sampingnya.

"Assalamualaikum, Dek Nisa," sapa Fahmi membuat telinga Anisa gatal.

Ia segera berbalik menatap Fahmi yang tetap saja jelek dan tidak sedap dipandang. 

"Jangan pangil-panggil namaku. Saat di kamar, anggap saja kita ini bagai dua orang asing yang tidak saling mengenal. Saat di luar kamar, sapa jika ada perlu saja ! itu juga point yang akan aku tulis dalam surat perjanjian !" Ucap Anisa ketus sambil menatap tidak suka pada Fahmi yang malah tersenyum. Bukannya senang melihat senyum Fahmi, ia rasanya ingin pergi saja. 

Kenapa tuhan harus ciptakan Fahmi menjadi pasangannya ? Anisa berharap jika pernikahannya ini tidak akan lama, dan bisa segera berpisah dari Fahmi. Salah satunya cara adalah membuat Fahmi muak pada tingkah lakunya.

"Baiklah, sudah aku katakan, tulis saja hal yang membuat Dek Nisa senang. Aku akan ikuti semua yang ditulis dalam surat perjanjian," ucap Fahmi berhenti sejenak, menatap dalam wajah gadis yang kini telah menjadi Istrinya itu.

"Tapi aku juga punya dua permintaan," ucap Fahmi sambil menatap Anisa.

"Cepat katakan !" balas Anisa, karena ia ingin Fahmi segera pergi.

"Yang pertama, saat di luar kamar, perlakukan aku layaknya Suamimu, jangan berkata ketus padaku dan jangan menolak untuk menghidangkan makan padaku. Itu semua, agar Abah dan Ibu merasa senang. Kau boleh berkata ketus dan kasar saat hanya ada kita berdua saja. Yang kedua,  jika suatu saat aku bisa membuatmu menyukaiku, maka aku akan meminta satu permintaan. Apa itu permintaannya akan aku katakan itu nanti, ketika saatnya tiba," pinta Fahmi yang membuat Anisa tertawa mengejek.

"Baiklah, aku sanggupi yang pertama. Lalu yang kedua, sampai kapanpun aku tidak akan mungkin menyukai atau jatuh cinta padamu ! jadi buang mimpimu itu jauh-jauh. Yang harus kau pikirkan adalah, bagaimana caranya kita cepat berpisah. Aku tidak bisa terus hidup dengan pria sepertimu !" Ucap Anisa begitu ketus pada Fahmi yang terlihat menanggapi dengan senyum, seperti biasa.

"Baiklah, tapi berikan aku waktu lima bulan, agar bisa melaksanakan keinginanmu untuk berpisah. Kalau mendadak berpisah, itu akan sangat tidak baik. Untuk saat ini, buatlah hati kedua orang tuamu berbahagia dengan pernikahan kita," ucap Fahmi bijak yang membuat Anisa kembali membuang muka.

"Pergilah, jangan dekat-dekat denganku, aku muak jika berdekatan seperti ini," ucap Anisa masih saja ketus.

Fahmi hendak mengulurkan tangan untuk menyentuh kepala Anisa tapi urung dilakukannya. Ia akhirnya beranjak dari sisi Anisa dan segera masuk ke walk in closet, untuk berganti baju.

"Dasar tidak tahu diri !" umpat Anisa tidak suka pada Fahmi. Tapi yang Anisa herankan, walau memiliki wajah yang tidak tampan atau manis seperti cowok-cowok Korea, tapi saat dekat, aroma yang menguar dari tubuh Fahmi terasa lembut. Ada aroma vanilla lembut eksotis, dipadu harum woody yang maskulin dan disusul kesan wangi apel. Seperti wangi Hugo Boss Bottled, batin Anisa menerka. Karena ia adalah pecinta parfum.

"Aneh," monolog Anisa sambil geleng-geleng kepala.

Setelah selesai membaca ma'tsurat, Anisa segera melepas Mukena dan beranjak keluar kamar. Fahmi tidak tampak di dalam kamar sedari tadi, selepas mereka mengobrol. Di luar juga tidak ada. Baguslah jika tidak ada, akan lebih baik jika tidak usah pulang sekalian, batin Anisa berharap.

Ibu tersenyum melihat Anisa yang baru keluar kamar.

"Fahmi tadi pergi kerja bakti RT bersama Abah," ucap Ibu tanpa ditanya oleh Anisa.

"Anis enggak nanya, kenapa ibu cerita ? Emangnya Anis peduli kemana Marbot Masjid itu pergi !" Ucap Anisa tidak suka mendengar nama Fahmi disebut.

"Nisa ...! enggak boleh begitu nak, walau bagaimanapun, Nak Fahmi itu sudah sah jadi suami kamu," ucap Ibu menasehati Anisa, yang walau bengal tapi tidak pernah kasar atau ketus seperti saat ini. Tapi Ibu maklum, mungkin Putrinya masih shock pada pernikahan mendadak yang mengguncang perasaannya.

"Terserah ibulah, pokoknya Anis enggak suka sama Fahmi, titik !" ucap Anisa lalu segera berlalu setelah mencomot roti dengan selai dan juga segelas air putih hangat. Ibu Zainab hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah putri bungsunya tersebut.

Untuk sementara waktu, Fahmi dan Anisa akan tinggal bersama Abah dan Ibu. Semua itu atas permintaan Abah pada Fahmi, yang menyetujui selama itu membuat Anisa nyaman. 

Kakak Anisa yaitu Hilya, sudah memiliki rumah sendiri, yang hanya berjarak tiga rumah dari rumah Abah. Karena hanya mempunyai dua orang putri, maka Abah menginginkan putri-putrinya tinggal dekat dengannya. Tapi Abah tidak lupa meminta izin pada menantu laki-lakinya terlebih dahulu, sebelum memutuskan anak perempuannya tinggal berdekatan dengan dirinya dan juga Istrinya.

Alhamdulillah, kedua menantunya orang yang santun dan pengertian. Fahmi yang baru menjadi Suami Anisa, sudah membuat Abah dan Ibu merasa senang. Menantu mereka itu bertutur lembut dan juga sangat sopan.

Abah dan Fahmi telah kembali dari kerja bakti. Tampak mereka bermandi keringat saat masuk ke dalam rumah.

Ibu menyambut Abah dengan segelas air putih, tapi tidak dengan Anisa yang malah asyik dengan ponsel di tangannya.

"Nisa ... suaminya diambilkan air to," ucap Abah, tapi tidak membuat Anisa bergeming. Itu adalah caranya untuk menyampaikan kemarahannya pada Abah. 

"Dia punya kaki dan tangan, bisa ambil sendiri !" ucap Anisa menatap tajam ke arah Fahmi. Kali ini Fahmi juga menatapnya tajam. Anisa segera sadar akan permintaan Fahmi saat di kamar. Ia lalu beranjak dengan malas untuk mengambilkan air dan memberikan pada Fahmi dengan kasar. Fahmi tersenyum menerimanya.

"Terimakasih," ucap Fahmi lembut, tapi itu sama sekali tidak menggetarkan hati Anisa.

Setelah sarapan pagi, Anisa hendak ke toko seperti biasa, tapi Abah melarang, karena Anisa dan Fahmi baru saja menikah. Tapi dasar Anis yang masih kesal pada Abah atas pernikahannya. Sehingga, tanpa sepengetahuan Abah, ia pergi diam-diam. Biarlah mandi dan ganti baju di toko saja.

Fahmi hanya geleng-geleng kepala melihat Anisa yang lompat dari jendela dan kabur.  Untung kamar mereka di lantai bawah, kalau di lantai atas, mungkin saja Anisa bakal nekat juga kali ya ? batin Fahmi terkekeh ringan.

"Sampai jumpa lagi nanti malam," ucap Fahmi, sambil berdiri di samping jendela. Yang dibalas pelototan Anisa sebelum benar-benar pergi.

Apakah Fahmi bisa sabar menghadapi tingkah menyebalkan si bengal Anisa ?

Related chapters

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 4

    Malam kembali menyapa bumi dengan diiringi rintikan kecil gerimis yang membuatnya makin syahdu.Anisa kembali ke rumah sebelum hujan benar-benar menjadi lebih deras. Kali ini, ia pulang sangat terlambat sekali. Biasanya jam lima sore toko sudah tutup dan Anisa langsung pulang. Tapi kali ini, ia malah baru pulang setelah shalat isya'. Saat tiba di rumah, yang ia dapati adalah tatapan tajam Abah yang kesal karena Anis tidak mau mendengarkannya untuk tidak ke toko. Selain itu, Anisa yang pulang terlambat tanpa memberitahu kemana perginya, karena toko sudah tutup semenjak jam lima sore tadi."Abah kenapa menatap Nisa kayak gitu ? apa salah dan dosaku ?" Tanya Anisa lebay tanpa mau mengakui kalau ia salah. Anisa memang sengaja pulang terlambat untuk menghindari Fahmi. Anisa berharap Fahmi sudah tidur saat ia kembali ke rumah, sehingga tidak perlu ada pembicaraan basa-basi diantara mereka. Selain itu, ia pulang terlambat, karena membuat surat perjanjian pernikahan yang pernah dikatakannya p

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 5

    Seperti biasa, Anisa terbangun disaat Adzan subuh berkumandang. Dengan cepat ia segera menuju kamar mandi. Ia sedikit heran, karena sejak bangun tadi, tidak dilihatnya Fahmi ada di kamar.Berarti Fahmi sudah lebih dulu berangkat ke masjid. Wajarlah, dia kan marbot Masjid, batin Anisa kembali tidak peduli.Tapi yang aneh adalah, suara muadzin bukanlah suara Fahmi seperti biasanya."Ah ...sebodoh amat sih, kok aku jadi mikirin Alien itu,"batin Anisa sambil terus menggosok gigi.Selesai dengan acara bersih-bersih dan juga berwudlu, ia segera mengganti pakaian dan mengenakan mukena, lalu segera keluar kamar untuk berangkat ke Masjid.Keluar dari kamar, tampak Ibu yang juga hendak ke Masjid."Loh, dek Mutia mana ?" Tanya Anisa yang tidak melihat Mutia turut serta."Biasa, tamu bulanannya datang, jadi libur dulu," jawab Ibu membuat Anisa mengangguk paham."Fahmi sama Abah sudah duluan ke Masjid," ucap Ibu tanpa ditanya oleh Anisa."Emang Anisa tanya ya ? si Fahmi itu mau kemana juga, Nisa e

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 6

    Fahmi menghela nafas panjang, melihat siapa yang sudah membuat tawa Anisa begitu merdu terdengar.Seorang pemuda tampan yang saat ini tengah duduk di depan Anisa, dan tampak menceritakan hal lucu yang membuat Anisa benar-benar bahagia. "Itu sahabat Anisa sekaligus sepupunya. Namanya Faris. Dia baru pulang dari luar daerah, dan langsung kemari untuk mengantar oleh-oleh, karena dari bandara ke rumahnya, melewati rumah ini, jadi sekalian." Tiba-tiba Ibu sudah ada di belakang Fahmi, dan menjelaskan siapa pria yang saat ini duduk bersama Anisa dan juga alasan Anisa bisa tertawa lepas seperti itu."Ayo kenalan sama Faris, dia orangnya ramah kok." Ibu mengajak Fahmi agar mau berkenalan dengan sahabat Anisa. Sebenarnya Ibu mengajak Fahmi untuk berkenalan, karena wanita yang tidak lagi muda itu, merasa tidak enak pada menantunya tersebut. Karena Anisa bersikap layaknya seorang gadis yang belum memiliki pendamping hidup."Tidak usah Ibu, saya harus segera bersiap-siap, mungkin di lain waktu sa

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 7

    Berdiri disana seorang pria tampan, yang tersenyum tipis padanya. Tapi suaranya hampir mirip dengan suara Fahmi. "Ahh ... Para pria "kan emang suaranya hampir mirip-mirip begitu. apa akunya saja yang lebay," batin Anisa masih meneliti pria di depannya. Berharap, andai wajah Fahmi setampan pria itu."Mbak ...," Panggil si pria yang segera menyadarkan Anisa dari lamunannya."Oh ... Itu ... tidak usah, biar nanti saja, saya kembali lagi kemari," tolak Anisa dengan halus sambil keluar dari barisan pengantri."Mbak, sekalian saja sama punya mbak yang ini ya," ucap si pria pada kasir tanpa mempedulikan penolakan Anisa.Kasir dengan cekatan menghitung total belanjaan lalu memberikannya pada si pria yang segera membayarnya."Maaf, bisa saya minta nomor rekening, nanti setelah tiba di rumah, saya langsung transfer uangnya," ucap Anisa sambil menerima buku dari tangan si pria tampan tersebut sesaat setelah mereka keluar dari toko buku."Tidak usah," jawab si pria, lalu segera berlalu meningga

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 1

    "Aku tidak sudi menjadi Istrimu !"********Dari kedua putri Abah Usman, hanya si sulung yang mau masuk pesantren dan mendapatkan jodoh seorang pemuda dari pesantren juga. Sedangkan Anisa, si bungsu, kabur dari rumah saat hendak dimasukan ke pesantren. Dia menghilang selama tiga hari. Bersembunyi di penginapan, dengan uang tabungan yang dimilikinya.Ibu yang cemas, terus-terusan menangis, sehingga Abah akhirnya mengalah dan tidak memaksakan kehendaknya agar Anisa mau masuk pondok. Anisa pulang ke rumah setelah kakaknya yang tahu ia bersembunyi dimana mengabari jika Abah sudah luluh.Anisa akhirnya dimasukan ke sekolah yang berciri khas pesantren.Itu adalah kisah kebengalan Anisa di masa sekolah. Tapi saat ini, Abah sangat bahagia. Keluarga dari sahabat masa kecilnya, ingin melamar Anisa. Kebahagiaan Abah berlipat ganda, karena saat bertanya pada Anisa mengenai lamaran itu, Anisa menyetujuinya, karena sedang malas berdebat dengan abah. Toh masih tunangan, belum menikah, pikir Anisa.

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 2

    Fahmi namanya, lelaki yang sangat sederhana dengan tompel di dekat pipi, ditambah kumis tipis, serta kacamata yang bertengger di hidungnya. Apalagi pakaiannya yang bergaya Vintage, sangat jauh sekali dari tipe idaman Anisa.Abah sudah meninggalkan Masjid dengan diantar Fahmi sampai di gerbang. Sedangkan kedua gadis itu masih bersembunyi hingga Abah benar-benar pergi.Anisa segera menarik Mutia untuk keluar dari persembunyian dan menghampiri Fahmi. Bagaimanapun, ia harus membuat Fahmi menolak pernikahan yang sudah diatur oleh Abah."Hei, kamu !" Teriak Anisa bak pahlawan bertopeng.Pemuda yang akan masuk ke dalam masjid itu segera menoleh dan mendapati dua orang perempuan yang menghampirinya."Abah bilang apa sama kamu ?" Tanya Anisa yang membuat kening Fahmi berkerut bingung."Jangan pura-pura bingung seperti itu, pasti Abah bahas tentang pernikahan kan sama kamu ?" Tanya Anisa dengan raut wajah kesal. Fahmi benar-benar sangat kolot sekali dengan penampilannya. Pasti selama ini tida

Latest chapter

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 7

    Berdiri disana seorang pria tampan, yang tersenyum tipis padanya. Tapi suaranya hampir mirip dengan suara Fahmi. "Ahh ... Para pria "kan emang suaranya hampir mirip-mirip begitu. apa akunya saja yang lebay," batin Anisa masih meneliti pria di depannya. Berharap, andai wajah Fahmi setampan pria itu."Mbak ...," Panggil si pria yang segera menyadarkan Anisa dari lamunannya."Oh ... Itu ... tidak usah, biar nanti saja, saya kembali lagi kemari," tolak Anisa dengan halus sambil keluar dari barisan pengantri."Mbak, sekalian saja sama punya mbak yang ini ya," ucap si pria pada kasir tanpa mempedulikan penolakan Anisa.Kasir dengan cekatan menghitung total belanjaan lalu memberikannya pada si pria yang segera membayarnya."Maaf, bisa saya minta nomor rekening, nanti setelah tiba di rumah, saya langsung transfer uangnya," ucap Anisa sambil menerima buku dari tangan si pria tampan tersebut sesaat setelah mereka keluar dari toko buku."Tidak usah," jawab si pria, lalu segera berlalu meningga

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 6

    Fahmi menghela nafas panjang, melihat siapa yang sudah membuat tawa Anisa begitu merdu terdengar.Seorang pemuda tampan yang saat ini tengah duduk di depan Anisa, dan tampak menceritakan hal lucu yang membuat Anisa benar-benar bahagia. "Itu sahabat Anisa sekaligus sepupunya. Namanya Faris. Dia baru pulang dari luar daerah, dan langsung kemari untuk mengantar oleh-oleh, karena dari bandara ke rumahnya, melewati rumah ini, jadi sekalian." Tiba-tiba Ibu sudah ada di belakang Fahmi, dan menjelaskan siapa pria yang saat ini duduk bersama Anisa dan juga alasan Anisa bisa tertawa lepas seperti itu."Ayo kenalan sama Faris, dia orangnya ramah kok." Ibu mengajak Fahmi agar mau berkenalan dengan sahabat Anisa. Sebenarnya Ibu mengajak Fahmi untuk berkenalan, karena wanita yang tidak lagi muda itu, merasa tidak enak pada menantunya tersebut. Karena Anisa bersikap layaknya seorang gadis yang belum memiliki pendamping hidup."Tidak usah Ibu, saya harus segera bersiap-siap, mungkin di lain waktu sa

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 5

    Seperti biasa, Anisa terbangun disaat Adzan subuh berkumandang. Dengan cepat ia segera menuju kamar mandi. Ia sedikit heran, karena sejak bangun tadi, tidak dilihatnya Fahmi ada di kamar.Berarti Fahmi sudah lebih dulu berangkat ke masjid. Wajarlah, dia kan marbot Masjid, batin Anisa kembali tidak peduli.Tapi yang aneh adalah, suara muadzin bukanlah suara Fahmi seperti biasanya."Ah ...sebodoh amat sih, kok aku jadi mikirin Alien itu,"batin Anisa sambil terus menggosok gigi.Selesai dengan acara bersih-bersih dan juga berwudlu, ia segera mengganti pakaian dan mengenakan mukena, lalu segera keluar kamar untuk berangkat ke Masjid.Keluar dari kamar, tampak Ibu yang juga hendak ke Masjid."Loh, dek Mutia mana ?" Tanya Anisa yang tidak melihat Mutia turut serta."Biasa, tamu bulanannya datang, jadi libur dulu," jawab Ibu membuat Anisa mengangguk paham."Fahmi sama Abah sudah duluan ke Masjid," ucap Ibu tanpa ditanya oleh Anisa."Emang Anisa tanya ya ? si Fahmi itu mau kemana juga, Nisa e

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 4

    Malam kembali menyapa bumi dengan diiringi rintikan kecil gerimis yang membuatnya makin syahdu.Anisa kembali ke rumah sebelum hujan benar-benar menjadi lebih deras. Kali ini, ia pulang sangat terlambat sekali. Biasanya jam lima sore toko sudah tutup dan Anisa langsung pulang. Tapi kali ini, ia malah baru pulang setelah shalat isya'. Saat tiba di rumah, yang ia dapati adalah tatapan tajam Abah yang kesal karena Anis tidak mau mendengarkannya untuk tidak ke toko. Selain itu, Anisa yang pulang terlambat tanpa memberitahu kemana perginya, karena toko sudah tutup semenjak jam lima sore tadi."Abah kenapa menatap Nisa kayak gitu ? apa salah dan dosaku ?" Tanya Anisa lebay tanpa mau mengakui kalau ia salah. Anisa memang sengaja pulang terlambat untuk menghindari Fahmi. Anisa berharap Fahmi sudah tidur saat ia kembali ke rumah, sehingga tidak perlu ada pembicaraan basa-basi diantara mereka. Selain itu, ia pulang terlambat, karena membuat surat perjanjian pernikahan yang pernah dikatakannya p

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 3

    Anisa terbangun saat adzan subuh berkumandang. Ia masih mengenakan gamis dan juga jilbab akad tadi malam.Menatap sekeliling ruangan, berharap jika tadi malam hanyalah mimpi buruk. Apalagi suara Adzan yang didengar adalah suara dari marbot masjid yang baru. Siapa lagi kalau bukan Fahmi. Jadi Fahmi masih tinggal di Masjid dan bukan sekamar dengannya, khayalan Anisa menenangkan diri.Anisa segera bangun dari posisi tidurnya. Mengerjapkan kedua netranya. Menatap sekeliling kamar, Sepertinya ia tidak sedang bermimpi, karena pakaian yang dikenakan Fahmi tadi malam, terlihat tergantung di dekat pintu. Ia menghela nafas kasar.Tok ...tok !"Nisa ... ayo ke masjid sama Ibu dan Mutia." Suara Ibu terdengar dari luar kamar. Tumben ibu mengetuk, biasanya juga langsung masuk, batin Anisa lalu segera beranjak dari atas ranjang untuk membuka pintu.Cklek!Anisa melihat senyum Ibu dan Mutia begitu pintu terbuka. Entah apa yang membuat mereka tersenyum demikian merekah."Ke masjid enggak ? kalau ma

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 2

    Fahmi namanya, lelaki yang sangat sederhana dengan tompel di dekat pipi, ditambah kumis tipis, serta kacamata yang bertengger di hidungnya. Apalagi pakaiannya yang bergaya Vintage, sangat jauh sekali dari tipe idaman Anisa.Abah sudah meninggalkan Masjid dengan diantar Fahmi sampai di gerbang. Sedangkan kedua gadis itu masih bersembunyi hingga Abah benar-benar pergi.Anisa segera menarik Mutia untuk keluar dari persembunyian dan menghampiri Fahmi. Bagaimanapun, ia harus membuat Fahmi menolak pernikahan yang sudah diatur oleh Abah."Hei, kamu !" Teriak Anisa bak pahlawan bertopeng.Pemuda yang akan masuk ke dalam masjid itu segera menoleh dan mendapati dua orang perempuan yang menghampirinya."Abah bilang apa sama kamu ?" Tanya Anisa yang membuat kening Fahmi berkerut bingung."Jangan pura-pura bingung seperti itu, pasti Abah bahas tentang pernikahan kan sama kamu ?" Tanya Anisa dengan raut wajah kesal. Fahmi benar-benar sangat kolot sekali dengan penampilannya. Pasti selama ini tida

  • Ternyata Suamiku Tampan   Chapter 1

    "Aku tidak sudi menjadi Istrimu !"********Dari kedua putri Abah Usman, hanya si sulung yang mau masuk pesantren dan mendapatkan jodoh seorang pemuda dari pesantren juga. Sedangkan Anisa, si bungsu, kabur dari rumah saat hendak dimasukan ke pesantren. Dia menghilang selama tiga hari. Bersembunyi di penginapan, dengan uang tabungan yang dimilikinya.Ibu yang cemas, terus-terusan menangis, sehingga Abah akhirnya mengalah dan tidak memaksakan kehendaknya agar Anisa mau masuk pondok. Anisa pulang ke rumah setelah kakaknya yang tahu ia bersembunyi dimana mengabari jika Abah sudah luluh.Anisa akhirnya dimasukan ke sekolah yang berciri khas pesantren.Itu adalah kisah kebengalan Anisa di masa sekolah. Tapi saat ini, Abah sangat bahagia. Keluarga dari sahabat masa kecilnya, ingin melamar Anisa. Kebahagiaan Abah berlipat ganda, karena saat bertanya pada Anisa mengenai lamaran itu, Anisa menyetujuinya, karena sedang malas berdebat dengan abah. Toh masih tunangan, belum menikah, pikir Anisa.

DMCA.com Protection Status