Beranda / CEO / Ternyata Suamiku Dua Orang / 5 - Pria yang sempurna

Share

5 - Pria yang sempurna

Penulis: Ihataara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Ah!”

Aku meringis kesakitan kala Daren memijat kakiku yang terkilir karena terjatuh dari atap. Meskipun pria itu menyentuhku dengan lembut, tetap saja, kakiku terasa nyeri.

“Bisakah kamu melakukannya dengan lebih lembut lagi?” tanyaku setengah memohon.

Daren tersenyum mendengar permintaanku.

Seketika, aku terdiam, karena aku hampir tak pernak melihat senyuman di wajah suamiku sendiri. Senyum tulus yang menggemaskan, bukan seringai yang membuatku bergidik ngeri.

“Kali ini akan lebih sakit dari yang tadi, tapi setelah ini kakimu akan sembuh, bersiaplah,” tutur Daren memegang pergelangan kakiku dan membuatku seketika menahan nafas.

Daren kembali terkekeh, “Jangan tegang, ini tidak terlalu sakit. Kalau kamu takut, pejamkan saja matamu dan serahkan sisanya padaku,” tutur Daren yang dengan cepat kuturuti.

Aku dengan cepat menutup mataku dan mencoba menggigit tanganku sendiri ketika Daren mulai menggerakkan kakiku.

“Argh!”

Aku berteriak dengan sangat nyaring karena kakiku terasa dipatahkan saat ini juga.

Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan mengusap rambutku pelan. Merasakan hal tersebut tentu saja aku segera membuka mata. Sekali lagi, pemandangan indah dengan senyum manis disertai sentuhan lembut, Daren berikan kepadaku.

“Sudah, sudah. Coba gerakkan kakimu, setelah ini pasti terasa jauh lebih baik,” ujar Daren.

Aku menggerakkan kakiku dan ternyata benar saja. Kakiku benar-benar sudah kembali normal. Aku tak bisa menahan senyum melihat kakiku yang sudah tak merasakan sakit.

“Bagaimana kamu melakukannya, Daren? Kakiku tak merasakan sakit sedikitpun,” tanyaku.

“Rahasia,” balasnya lalu berbalik berjalan meninggalkanku.

“Aku akan menyiapkan makanan untukmu,” ucapnya.

Belum sempat aku menjawab dia sudah menghilang di balik gorden biru pastel. Sepertinya dia sangat menyukai warna pastel. Semua barang di ruangan ini berwarna pastel dan ini memberikan kesan mewah pada rumah ini. Berbeda dengan rumah sebelah yang terkesan seperti rumah hantu yang menyeramkan.

Beberapa menit kemudian Daren keluar membawa makanan daging yang aku tidak tahu pasti apa nama makanannya. Aku terbiasa makan tanpa mencari tahu namanya dan kali ini juga sama.

“Bagaimana Dante memperlakukanmu?” tanya Daren.

Aku terdiam mendengar pertanyaannya. Aku harus jujur bahwa Dante adalah orang jahat atau membuat cerita bahwa Dante sangat baik padaku?

“Kalau Dante memperlakukanmu dengan buruk di matamu. Sebenarnya Dante bukanlah orang jahat seperti kelihatannya. Dante hanya tidak bisa mengekspresikan diri dengan baik sehingga membuatnya terlihat seperti penjahat,” sambung Daren melanjutkan karena aku tak kunjung menjawab.

Terlihat seperti penjahat?

Sekarang aku yakin Daren tidak benar-benar tahu Dante seperti apa dibalik semuanya. Cara Dante memperlakukanku saja sudah menunjukkan betapa buruknya dia.

“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya?” tanyaku penasaran.

Daren tersenyum, “Karena aku khawatir kamu memiliki dendam kepada Dante tanpa tahu fakta dibalik semuanya.”

Ucapan Daren membuatku menggulungkan mataku ke belakang. Cih, seandainya dia tahu kelakuan kembarannya itu padaku.

“Lalu, apa hubunganmu dengan Dante?” tanyaku balik bertanya.

“Intinya apa yang aku lakukan, maka Dante juga melakukannya. Apa yang Dante lakukan maka aku juga melakukannya, jadi menurutmu apa hubunganku dengan Dante?” jawabnya terdengar rumit.

Intinya aku yakin mereka saudara kembar karena tidak ada kemungkinan lain.

“Baiklah, aku mengerti,” jawabku.

Namun entah apa yang lucu, Daren kembali terkekeh mendengar jawabanku.

Tanpa membalas apapun aku hanya bisa mengernyitkan kening dan mulai makan steak yang Daren buat.

**

Setelah makan, Daren yang sangat baik hati dan terlihat seperti manusia sempurna itu membawaku berkeliling rumah dan menunjukkan beberapa penghargaan Dante.

‘Kenapa dia hanya membicarakan Dante? Dan di mana Dante saat ini’ batinku. Pikiranku mulai melalang buana. Atau mungkinkah Daren hidup dalam bayang-bayang Dante seperti di dalam drama-drama yang aku tonton?

“Lihatlah! Dante memiliki banyak penghargaan kebaikan di sini,” ujar Daren menunjukkan penghargaan Dante menolong anak kecil yang hampir tenggelam, membantu orang tua yang tidak memiliki keluarga dan menyumbangkan uangnya ke panti asuhan.

Panti asuhan?

Sebentar, ada yang aneh dengan foto yang ditunjukkan Daren. Sepertinya, Dante memegang sebuah foto anak kecil di dalam bingkai foto penghargaan itu.

Melihat itu, aku berjinjit karena foto itu diletakkan cukup tinggi dibandingkan tubuhku yang hanya sebahu Daren dan hanya separuh dari rak penghargaan.

Daren masih sibuk menceritakan kebaikan Dante walau aku tidak terlalu meresponnya. Daren juga terlihat mencari sesuatu yang entah apa. Sementara aku masih berjinjit untuk meraih foto Dante.

Aku mencoba menaiki satu rak penghargaan Dante dan berhasil.

“Dapat!”

Tepat saat jemariku mulai menyentuh foto itu, aku baru sadar, bahwa rak yang aku naiki ini ternyata tidak terlalu kokoh dan aku merasakan bahwa rak penghargaan mulai bergerak ke arahku dan ini pasti akan roboh.

Kali ini aku pasti mati di tangan Daren atau Dante.

Aku memejamkan mataku.

Prang!

Daren menahan rak tersebut, namun apa daya, beberapa penghargaan tetap tak bisa melawan gravitasi sehingga terjatuh dan pecah.

Oh, tidak!

Aku meneguk saliva antara terkejut dan juga karena jarak antara aku dan Daren hanya berjarak beberapa inci saja.

Dia mendorong rak ke belakang dan jika aku tidak mundur mungkin wajah Daren sudah menyentuh wajahku.

Gilanya, Daren mengambil satu langkah lebih dekat denganku sehingga posisiku benar-benar terkunci olehnya.

“Maafkan aku, Daren. Aku tidak bermaksud untuk membuat kekacauan seperti ini,” ucapku menunduk untuk menghindari tatapan Daren.

Aku gugup melihatnya yang terus menunduk mendekati wajahku. Apa dia benar-benar sangat marah padaku sekarang? Aku tidak bisa menebak dari mimik wajah Daren.

Daren menarik daguku namun aku masih menghindari tatapannya dan pada saat itu aku melihat gelang dengan simpul hitam dan bandul emas di tengahnya yang biasa dikenakan Dante di pergelangan tangan Daren.

Apa mereka menggunakan gelang couple?

“Sekarang bagaimana kamu akan membayar semua kekacauan ini?” tanya Daren membuyarkan pikiranku.

“Bagaimana Nona bisa ada di sini?” tanya suara perempuan yang entah siapa.

Mendengar suara itu sepertinya Daren terkejut karena dia mendadak mengambil langkah mundur dan sialnya kakinya tidak sengaja menginjak penghargaan yang berbentuk seperti tabung sehingga Daren tergelincir dan tangannya refleks menarik tanganku karena jarakku yang terdekat dengannya

Mengingat tubuh Daren yang jauh jauh lebih besar dibandingkan tubuhku yang terlihat mungil saat bersamanya, tentu aku tertarik bersama Daren.

Bug. Aku membentur dada Daren yang jatuh terlebih dahulu sebelum aku.

Jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya sangat hangat.

Astaga Alice, sekarang bukan waktunya memikirkan tubuh Daren. Jika bibi itu melihatku di sini, dia pasti memberitahu Dante dan aku bisa benar-benar dia bunuh karena mengetahui rahasianya.

Dengan cepat tanpa mempedulikan Daren, aku berdiri menghadap bibi pelayan setengah baya yang aku lihat sebelumnya itu dan berkata, “Aku berjanji tidak akan mengatakan apapun yang aku lihat sekarang, namun tolong jangan katakan pada Dante kalau aku tahu rahasianya tentang memiliki saudara kembar yang disembunyikan di sini.”

Bab terkait

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   6 - Mencari Petunjuk

    Setelah tidak sengaja bertemu dengan bibi pelayan pada akhirnya aku diminta untuk kembali ke kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun bahkan tanpa berpamitan kepada Daren. Kalau dipikir-pikir, aku bisa mati kalau bibi pelayan itu melaporkan semuanya kepada Dante.Aku pun berjalan keluar kamar. Mataku menyapu seluruh ruangan mencari keberadaan Dante ataupun bibi pelayan. Aku melihat keduanya sedang berbicara serius di ruang tamu, sampai sang pelayan mengeryitkan dahinya. Dengan hati-hati, aku bersembunyi, berusaha melebarkan telingaku untuk mendengar inti pembicaraan mereka.“Tuan Dante, tapi Nona Alice–” Sial! Manikku dan juga sang pelayan bertemu, membuat pelayan itu tiba-tiba menghentikan pembicaraannya dan terdiam. Spontan, detak jantungku meningkat. Aku merasa panik, takut jika emosi Dante kembali membuncah dan melepaskan amarahnya padaku.Namun, aku tetap berusaha fokus. Kuarahkan mataku pada pergelangan tangan Dante yang sedang memegang ponsel. Ada gelang yang sama dengan m

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   7 - Perihal Tanda Lahir

    Karena terlalu panik aku melupakan waktu terbaikku untuk melihat tanda lahir di dada Dante. Aku menarik tanganku dari dada bidang Dante dan sekarang semuanya terlambat karena Dante menjauhkan dirinya dariku.“Aku beri waktu 10 detik, kalau kamu pergi dari sini, aku tidak akan menganggapmu ingin memintaku memuaskan hasratmu dan kalau kalau kamu tidak pergi, aku akan menganggap dirimulah yang memintaku untuk bertindak lebih,” ujar Dante berkacak pinggang seraya mengibas-ngibaskan rambut basahnya dengan satu tangannya.Mendengar itu aku segera mengambil langkah cepat untuk keluar dari kamar mandi. Namun Dante menghitungnya dengan sangat cepat. Aku yakin dia hanya membutuhkan waktu dua detik untuk menghitung sampai sepuluh saking cepatnya dia menghitung.Bahkan aku baru saja mengambil dua langkah kaki dan baru saja memutar knop pintu yang ternyata dikunci sehingga memperlambat langkahku untuk keluar.Kapan ini dikunci?Brak.Sebuah tangan menghalangi pintu untuk dibuka.“Mampus,” gumamku m

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   8 - Mencari Kepastian

    Cahaya matahari mulai menembus tirai putih di kamar Dante dan sangat menyilaukan hingga membuat mataku tergerak untuk terbuka.Siapa sangka aku juga ikut tertidur di kamar Dante.Aku menunduk melihat Dante yang masih tidur di pangkuanku.Sungguh lututku keram karena semalaman dengan posisi duduk sambil memangku Dante.Di waktu singkat yang tersisa ini aku memandangi wajah Dante yang tidur terlentang di pangkuanku.Bulu matanya panjang, tebal dan lurus. Bibirnya merah ranum, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung. Semuanya tampak sempurna di wajah Dante.Tanpa sadar aku tersenyum memandangi wajah Dante. Siapa sangka wajah sebaik ini ternyata adalah sosok yang kejam dan tak bisa ditebak.Jika hanya melihat wajahnya saja, semua orang pasti tertipu.Ting ting.Suara alarm dari gawai Dante berdenting membuatku tersadar untuk cepat pergi dari kamar Dante atau nanti Dante mungkin saja marah besar ketika melihatku ada di kamarnya.Dante menggeliat dan pada saat itu aku mengangkat kepal

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   9 - Menunjukkan hal baik kepada Dante

    “Selamat datang Tuan Dante yang tampan dan tak ada duanya di rumah ini,” ucapku menyambut kedatangan Dante yang baru saja datang dari kantor dengan ekspresi datar andalannya.Aku memamerkan senyum selebar lautan dan menyambut Dante sehangat mungkin.Namun bisa dilihat Dante melengos membuang muka.Dia tidak terlalu merespon sambutan dariku.Mungkin dia lelah.Tidak apa, aku tidak akan menyerah untuk menunjukkan hal baik kepadanya.Aku pun segera mengambilkan sandal bersih untuk Dante dan meletakkannya di depan kaki Dante.“Kamu aneh, sejak kapan kamu mau melakukan hal rendahan seperti ini?” tanya Dante yang tak butuh jawaban karena Dante langsung mengenakan sandal tersebut dan melenggang menjauh meninggalkanku yang masih di tempat dengan penuh tanda tanya.Ada apa dengan pola pikir Dante.Bisa-bisanya perhatianku ternyata Dante anggap sebagai hal rendahan.Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Sekarang bukan waktunya aku memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.Aku harus mengambil langkah se

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   10 - Ulang tahunku

    Setelah mendapat persetujuan dari Dante untuk menunjukkan bahwa masih ada banyak hal baik di dunia ini. Aku sangat bersemangat untuk menyambut kedatangan Dante dari kantor. Apalagi hari ini adalah ulang tahunku. Aku semakin bersemangat untuk membuatkan makanan enak untuk Dante. Seharian aku gunakan untuk menyiapkan makanan untuk Dante sampai tiba waktunya Dante datang saat menjelang malam.Dengan cepat aku bergegas ke pintu depan untuk menyambut kedatangan Dante serta tak lupa mengambilkan sandal bersih untuk Dante.Tak lupa pula aku menarik kedua ujung bibirku ke atas untuk menyunggingkan senyum saat Dante membuka pintu nanti.Klek.Dante membuka pintu dan menatapku sejenak sebelum akhirnya melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal bersih yang aku siapkan.Bisa dilihat Dante menyunggingkan sedikit senyuman yang sangat tipis nyaris tak terlihat.Ahhh senangnya.Dengan sumringah aku menoleh ke arah bibi pelayan yang ikut menyambut kedatangan Dante bersamaku, “Bibi, bibi barusa

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   11 - Jalan ke Kota

    “Bibi fotokan aku di sini,” pintaku kepada bibi pelayan yang ikut serta bersamaku atas izin Dante.Tidak mungkin aku hanya berjalan sendiri plonga-plongo tak tahu ingin berbicara dengan siapa.Aku pun menyerahkan ponselku kepada Bibi pelayan tapi Bibi pelayan tampak kebingungan menggunakan ponsel untuk mengambil fotoku.Sepertinya Dante memang merekrut orang yang benar-benar kuno untuk menghindari kebocoran informasi.“Nona, saya tidak tahu cara menggunakannya,” keluh bibi pelayan mengerutkan kening.“Pencet ini berkali-kali,” tuturku menunjuk gambar lingkaran merah di ponsel yang Dante berikan.“Alice.”Panggilan itu bukan berasal dari bibi. Lantas siapa yang memanggilku?Aku mencari sumber suara di tengah keramaian taman bermain.Aku tidak melihat orang yang kukenali di hadapanku.Semuanya hanya orang berlalu lalang dengan wajah baru.Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku dan saat aku menoleh.“Aku Hans.”Mataku membulat sempurna saat melihat Hans di belakangku.Jujur saja aku ingin

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   12 - Jalan ke kota 2

    Dengan histeris aku melompat kegirangan karena aku berhasil mendapatkan boneka kelinci jumbo yang aku inginkan berkat bantuan Daren.Pemilik permainan itu pun memberikan boneka jumbo itu kepadaku.Setelah mendapatkannya, aku mengingat bahwa Darren ingin naik bianglala. Jadi kami pergi untuk membeli tiket. Tapi sayangnya terdapat masalah di bianglalanya sehingga masih membutuhkan perbaikan.“Yahh,” keluh Daren tampak murung.“Bagaimana kalau kita naik perahu? Pemandangannya di sana kan indah,” ajakku meraih tangan Daren.Daren yang tadinya murung mendadak kembali bersemangat dan kali ini dia yang menarik balik tanganku mendahuluiku untuk pergi membeli tiket naik perahu.“Ayo,” ajak Daren setelah kami membeli tiket naik perahu.Dia mengulurkan tangan ke arahku yang ragu-ragu untuk naik perahu yang bergoyang.“Aku takut perahu ini akan membuatku tenggelam,” keluhku khawatir.Perahunya tampak akan berguling dan aku khawatir kami akan tenggelam.“Tidak apa-apa, Alice. Aku bisa menjamin kes

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   13 - Dante Sakit

    Setelah aku memastikan bahwa Daren hanya menyisakan pakaian saja di kamar hotel ini, aku keluar.Ternyata sudah ada orang suruhan Dante yang menungguku di depan hotel.Tanpa harus bertanya atau permisi mereka segera membawaku ke dalam mobil dan kembali ke tengah hutan rumah Dante.Aku melihat arah perjalanan ke rumah Dante dan itu benar-benar menyeramkan. Semuanya hutan rimbun dan bahkan ada banyak hewan buas yang berkeliaran.Pantas saja Dante memiliki pagar yang cukup tinggi. Kalau tidak, mungkin dia akan menjadi santapan singa.Tapi yang lebih aneh lagi kenapa dia mau membuat rumah di tengah hutan? Bukankah itu gila?Dalam kurun waktu 1 jam kami pun sampai di Mansion Dante dan satu hal yang aku lihat saat masuk mansion.Wajah khawatir semua orang.“Ada apa?” tanyaku.“Sepertinya Tuan sakit, dia batuk-batuk namun pintu kamarnya dikunci dan Tuan melarang siapapun untuk masuk. Kami khawatir kondisinya memburuk karena Tuan bahkan menolak makan pagi ini,” terang Bibi pelayan.“Gampang,”

Bab terbaru

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   14 - Luluhnya hati Dante

    “Terima kasih.”Mendengar pernyataan itu keluar dari mulut Dante. Aku merasa tubuhku seakan dihantam palu saking terkejutnya.Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Dante dan aku bisa melihat dari belakang bahwa Dante mengusap air matanya.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Dante berdiri terlihat akan meninggalkanku.Namun siapa sangka tampaknya Dante tak sanggup menopang tubuhnya sendiri.Dante sempoyongan dan dengan segera aku meraih bahu Dante untuk menangkapnya.Bukannya berhasil. Dante justru berbalik dan aku tak sanggup menahan tubuhnya yang jauh lebih besar dariku.Ah aku memang terlalu percaya diri untuk menangkapnya.Aku pun berakhir berada di bawah Dante. Untungnya Dante masih menopang dirinya dengan kedua tangannya.Dia menyunggingkan senyum, ini senyuman yang kulihat di wajah Daren.“Kamu mencoba menangkapku dengan tubuh kecilmu itu?” ejeknya kemudian.Ah aku tidak jadi memuji senyumnya.Aku memalingkan wajahku dan mendengus kesal.Dante menyingkir dari atasku dan berbaring

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   13 - Dante Sakit

    Setelah aku memastikan bahwa Daren hanya menyisakan pakaian saja di kamar hotel ini, aku keluar.Ternyata sudah ada orang suruhan Dante yang menungguku di depan hotel.Tanpa harus bertanya atau permisi mereka segera membawaku ke dalam mobil dan kembali ke tengah hutan rumah Dante.Aku melihat arah perjalanan ke rumah Dante dan itu benar-benar menyeramkan. Semuanya hutan rimbun dan bahkan ada banyak hewan buas yang berkeliaran.Pantas saja Dante memiliki pagar yang cukup tinggi. Kalau tidak, mungkin dia akan menjadi santapan singa.Tapi yang lebih aneh lagi kenapa dia mau membuat rumah di tengah hutan? Bukankah itu gila?Dalam kurun waktu 1 jam kami pun sampai di Mansion Dante dan satu hal yang aku lihat saat masuk mansion.Wajah khawatir semua orang.“Ada apa?” tanyaku.“Sepertinya Tuan sakit, dia batuk-batuk namun pintu kamarnya dikunci dan Tuan melarang siapapun untuk masuk. Kami khawatir kondisinya memburuk karena Tuan bahkan menolak makan pagi ini,” terang Bibi pelayan.“Gampang,”

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   12 - Jalan ke kota 2

    Dengan histeris aku melompat kegirangan karena aku berhasil mendapatkan boneka kelinci jumbo yang aku inginkan berkat bantuan Daren.Pemilik permainan itu pun memberikan boneka jumbo itu kepadaku.Setelah mendapatkannya, aku mengingat bahwa Darren ingin naik bianglala. Jadi kami pergi untuk membeli tiket. Tapi sayangnya terdapat masalah di bianglalanya sehingga masih membutuhkan perbaikan.“Yahh,” keluh Daren tampak murung.“Bagaimana kalau kita naik perahu? Pemandangannya di sana kan indah,” ajakku meraih tangan Daren.Daren yang tadinya murung mendadak kembali bersemangat dan kali ini dia yang menarik balik tanganku mendahuluiku untuk pergi membeli tiket naik perahu.“Ayo,” ajak Daren setelah kami membeli tiket naik perahu.Dia mengulurkan tangan ke arahku yang ragu-ragu untuk naik perahu yang bergoyang.“Aku takut perahu ini akan membuatku tenggelam,” keluhku khawatir.Perahunya tampak akan berguling dan aku khawatir kami akan tenggelam.“Tidak apa-apa, Alice. Aku bisa menjamin kes

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   11 - Jalan ke Kota

    “Bibi fotokan aku di sini,” pintaku kepada bibi pelayan yang ikut serta bersamaku atas izin Dante.Tidak mungkin aku hanya berjalan sendiri plonga-plongo tak tahu ingin berbicara dengan siapa.Aku pun menyerahkan ponselku kepada Bibi pelayan tapi Bibi pelayan tampak kebingungan menggunakan ponsel untuk mengambil fotoku.Sepertinya Dante memang merekrut orang yang benar-benar kuno untuk menghindari kebocoran informasi.“Nona, saya tidak tahu cara menggunakannya,” keluh bibi pelayan mengerutkan kening.“Pencet ini berkali-kali,” tuturku menunjuk gambar lingkaran merah di ponsel yang Dante berikan.“Alice.”Panggilan itu bukan berasal dari bibi. Lantas siapa yang memanggilku?Aku mencari sumber suara di tengah keramaian taman bermain.Aku tidak melihat orang yang kukenali di hadapanku.Semuanya hanya orang berlalu lalang dengan wajah baru.Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku dan saat aku menoleh.“Aku Hans.”Mataku membulat sempurna saat melihat Hans di belakangku.Jujur saja aku ingin

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   10 - Ulang tahunku

    Setelah mendapat persetujuan dari Dante untuk menunjukkan bahwa masih ada banyak hal baik di dunia ini. Aku sangat bersemangat untuk menyambut kedatangan Dante dari kantor. Apalagi hari ini adalah ulang tahunku. Aku semakin bersemangat untuk membuatkan makanan enak untuk Dante. Seharian aku gunakan untuk menyiapkan makanan untuk Dante sampai tiba waktunya Dante datang saat menjelang malam.Dengan cepat aku bergegas ke pintu depan untuk menyambut kedatangan Dante serta tak lupa mengambilkan sandal bersih untuk Dante.Tak lupa pula aku menarik kedua ujung bibirku ke atas untuk menyunggingkan senyum saat Dante membuka pintu nanti.Klek.Dante membuka pintu dan menatapku sejenak sebelum akhirnya melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal bersih yang aku siapkan.Bisa dilihat Dante menyunggingkan sedikit senyuman yang sangat tipis nyaris tak terlihat.Ahhh senangnya.Dengan sumringah aku menoleh ke arah bibi pelayan yang ikut menyambut kedatangan Dante bersamaku, “Bibi, bibi barusa

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   9 - Menunjukkan hal baik kepada Dante

    “Selamat datang Tuan Dante yang tampan dan tak ada duanya di rumah ini,” ucapku menyambut kedatangan Dante yang baru saja datang dari kantor dengan ekspresi datar andalannya.Aku memamerkan senyum selebar lautan dan menyambut Dante sehangat mungkin.Namun bisa dilihat Dante melengos membuang muka.Dia tidak terlalu merespon sambutan dariku.Mungkin dia lelah.Tidak apa, aku tidak akan menyerah untuk menunjukkan hal baik kepadanya.Aku pun segera mengambilkan sandal bersih untuk Dante dan meletakkannya di depan kaki Dante.“Kamu aneh, sejak kapan kamu mau melakukan hal rendahan seperti ini?” tanya Dante yang tak butuh jawaban karena Dante langsung mengenakan sandal tersebut dan melenggang menjauh meninggalkanku yang masih di tempat dengan penuh tanda tanya.Ada apa dengan pola pikir Dante.Bisa-bisanya perhatianku ternyata Dante anggap sebagai hal rendahan.Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Sekarang bukan waktunya aku memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.Aku harus mengambil langkah se

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   8 - Mencari Kepastian

    Cahaya matahari mulai menembus tirai putih di kamar Dante dan sangat menyilaukan hingga membuat mataku tergerak untuk terbuka.Siapa sangka aku juga ikut tertidur di kamar Dante.Aku menunduk melihat Dante yang masih tidur di pangkuanku.Sungguh lututku keram karena semalaman dengan posisi duduk sambil memangku Dante.Di waktu singkat yang tersisa ini aku memandangi wajah Dante yang tidur terlentang di pangkuanku.Bulu matanya panjang, tebal dan lurus. Bibirnya merah ranum, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung. Semuanya tampak sempurna di wajah Dante.Tanpa sadar aku tersenyum memandangi wajah Dante. Siapa sangka wajah sebaik ini ternyata adalah sosok yang kejam dan tak bisa ditebak.Jika hanya melihat wajahnya saja, semua orang pasti tertipu.Ting ting.Suara alarm dari gawai Dante berdenting membuatku tersadar untuk cepat pergi dari kamar Dante atau nanti Dante mungkin saja marah besar ketika melihatku ada di kamarnya.Dante menggeliat dan pada saat itu aku mengangkat kepal

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   7 - Perihal Tanda Lahir

    Karena terlalu panik aku melupakan waktu terbaikku untuk melihat tanda lahir di dada Dante. Aku menarik tanganku dari dada bidang Dante dan sekarang semuanya terlambat karena Dante menjauhkan dirinya dariku.“Aku beri waktu 10 detik, kalau kamu pergi dari sini, aku tidak akan menganggapmu ingin memintaku memuaskan hasratmu dan kalau kalau kamu tidak pergi, aku akan menganggap dirimulah yang memintaku untuk bertindak lebih,” ujar Dante berkacak pinggang seraya mengibas-ngibaskan rambut basahnya dengan satu tangannya.Mendengar itu aku segera mengambil langkah cepat untuk keluar dari kamar mandi. Namun Dante menghitungnya dengan sangat cepat. Aku yakin dia hanya membutuhkan waktu dua detik untuk menghitung sampai sepuluh saking cepatnya dia menghitung.Bahkan aku baru saja mengambil dua langkah kaki dan baru saja memutar knop pintu yang ternyata dikunci sehingga memperlambat langkahku untuk keluar.Kapan ini dikunci?Brak.Sebuah tangan menghalangi pintu untuk dibuka.“Mampus,” gumamku m

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   6 - Mencari Petunjuk

    Setelah tidak sengaja bertemu dengan bibi pelayan pada akhirnya aku diminta untuk kembali ke kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun bahkan tanpa berpamitan kepada Daren. Kalau dipikir-pikir, aku bisa mati kalau bibi pelayan itu melaporkan semuanya kepada Dante.Aku pun berjalan keluar kamar. Mataku menyapu seluruh ruangan mencari keberadaan Dante ataupun bibi pelayan. Aku melihat keduanya sedang berbicara serius di ruang tamu, sampai sang pelayan mengeryitkan dahinya. Dengan hati-hati, aku bersembunyi, berusaha melebarkan telingaku untuk mendengar inti pembicaraan mereka.“Tuan Dante, tapi Nona Alice–” Sial! Manikku dan juga sang pelayan bertemu, membuat pelayan itu tiba-tiba menghentikan pembicaraannya dan terdiam. Spontan, detak jantungku meningkat. Aku merasa panik, takut jika emosi Dante kembali membuncah dan melepaskan amarahnya padaku.Namun, aku tetap berusaha fokus. Kuarahkan mataku pada pergelangan tangan Dante yang sedang memegang ponsel. Ada gelang yang sama dengan m

DMCA.com Protection Status