Home / CEO / Ternyata Suamiku Dua Orang / 6 - Mencari Petunjuk

Share

6 - Mencari Petunjuk

Author: Ihataara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah tidak sengaja bertemu dengan bibi pelayan pada akhirnya aku diminta untuk kembali ke kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun bahkan tanpa berpamitan kepada Daren. 

Kalau dipikir-pikir, aku bisa mati kalau bibi pelayan itu melaporkan semuanya kepada Dante.

Aku pun berjalan keluar kamar. Mataku menyapu seluruh ruangan mencari keberadaan Dante ataupun bibi pelayan. 

Aku melihat keduanya sedang berbicara serius di ruang tamu, sampai sang pelayan mengeryitkan dahinya. Dengan hati-hati, aku bersembunyi, berusaha melebarkan telingaku untuk mendengar inti pembicaraan mereka.

“Tuan Dante, tapi Nona Alice–” 

Sial! Manikku dan juga sang pelayan bertemu, membuat pelayan itu tiba-tiba menghentikan pembicaraannya dan terdiam. 

Spontan, detak jantungku meningkat. Aku merasa panik, takut jika emosi Dante kembali membuncah dan melepaskan amarahnya padaku.

Namun, aku tetap berusaha fokus. Kuarahkan mataku pada pergelangan tangan Dante yang sedang memegang ponsel. 

Ada gelang yang sama dengan milik Daren di sana. Gelang simpul hitam dengan bandul emas yang sama. 

Ini justru semakin aneh. Apalagi, ada keretakan pada bandul emas di bagian tengah gelang Dante yang sama persis dengan milik Daren.

“Apa kamu belum puas mengintip?”

Suara bariton milik Dante membuat bahuku refleks tersentak. Dengan perlahan, aku pun keluar dari persembunyianku sembari memberikan senyuman kecil.

“Maaf, aku berniat untuk mengambil minum, dan tak sengaja melihatmu yang sedang serius,” ujarku canggung, berusaha memilah alasan yang paling masuk akal.

“Apa saja yang kamu lakukan kemarin? Aku ada urusan penting di kantor. Jadi aku tidak pulang,” tanyanya langsung membuat mataku melirik ke arah bibi pelayan.

Bibi pelayan itu pura-pura tidak melihatku, untunglah.

Sekarang aku bisa memastikan bahwa bibi pelayan tidak mengatakan kejadian kemarin kepada Dante.

“Emm aku hanya berkeliling rumah agar aku bisa cepat terbiasa dengan rute di rumah ini,” jawabku jujur.

Dante hanya mengangguk-angguk.

Karena suasana canggung, dengan cepat aku berpamitan kepada Dante dan berlari ke kamarku, lalu naik ke atas atap yang kemudian pergi ke rumah Daren untuk memeriksa Daren.

Aku melakukannya secara diam-diam. Namun sayangnya tidak ada Daren di sana.

Kalau Dante tidak mengetahui kejadian kemarin, mustahil dia memindahkan Daren ke tempat lain. Atau mungkin, bibi pelayan menyarankan untuk memindahkan Daren? Entahlah.

Intinya, aku sudah tahu kelemahan Dante yang bisa aku jadikan senjata kapan-kapan saat genting.

‘Aku tak peduli, dengan cara apapun, aku akan menghancurkan hidupmu, Dante’ batinku dalam hati. Sekarang, aku tahu apa yang harus aku lakukan. 

Aku harus memastikan tanda lahir yang ada di dada Dante untuk melihat petunjuk yang diberikan Daren. Mungkin saja ada petunjuk lain dari tanda lahir mereka.

Setelah memastikan Daren tidak ada di tempat kemarin, aku pun pindah ke kamar Dante. Namun, aku tak menemukan batang hidungnya di kamar tersebut. 

Tiba-tiba, terdengar suara air dari shower. Itu dia! Ini adalah kesempatan yang tepat untuk aku menemukan kesamaan antara Dante dan Daren!

Dengan langkah kaki yang pelan, aku berjalan ke arah pintu kamar mandi Dante. Aku pun memutar knop pintu dengan hati-hati, tak ingin mengganggu Dante. Bisa gawat jika pria itu melihatku melakukan hal ini.

Ceklek.

Aku berhasil membuka pintu kamar mandi selebar setengah jengkal, lebar yang cukup untuk mengintip dengan satu mataku.

‘Tidak ada orang?’

Dahiku mengernyit saat tak menemukan Dante di dalam kamar mandi. Hanya ada uap panas yang membuktikan bahwa seseorang baru saja mandi di dalam. 

Apa aku salah dengar?

“Apa yang kamu cari?”

Sebuah tangan membuka pintu lebar dan menarik pergelangan tanganku lalu mengunci posisiku tubuhku ke tembok.

“Ah!” teriakku, merasa terkejut saat tembok marmer yang dingin menempel di punggungku. 

Dante menatapku tajam dengan ekspresi datar andalannya. Aku bahkan tidak bisa menebak dia akan marah atau apapun.

Dante sudah mengenakan handuk kimono dan aku gagal melihat tanda lahir di dadanya.

“Apa yang kamu lihat, Alice? Apakah kamu begitu penasaran dengan tubuhku?”

Ucapan Dante beserta air yang menetes dari rambutnya yang basah membuat darh mengalir ke wajahku. 

Jelas, pasti sekarang Dante sudah menganggapku sebagai wanita yang cabul.

“Tidak! Dasar kamu mesum!” sentakku dengan keras, tanganku mendorong Dante. Namun, pria itu terlalu kuat, sehingga dia tak berkutik.

“Siapa yang mesum, Alice? Aku atau kamu? Apa kau tak lihat dimana kamu letakkan tanganmu sekarang?” balas Dante, bibir pria itu kini menyunggingkan senyuman yang lebih mirip terlihat seperti seringai. 

Aku pun mengarahkan manikku ke tanganku, dan tanpa sadar, ternyata sebagian besar dari tanganku yang berusaha mendorong Dante, kini melewati batas kerah handuk kimono, dan telapakku bertemu dengan dada bidang Dante!

“Jika kamu ingin menyentuhku, kamu bisa bilang saja, Aliceku sayang. Dengan senang hati, aku bisa memuaskan hasratmu.”

Related chapters

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   7 - Perihal Tanda Lahir

    Karena terlalu panik aku melupakan waktu terbaikku untuk melihat tanda lahir di dada Dante. Aku menarik tanganku dari dada bidang Dante dan sekarang semuanya terlambat karena Dante menjauhkan dirinya dariku.“Aku beri waktu 10 detik, kalau kamu pergi dari sini, aku tidak akan menganggapmu ingin memintaku memuaskan hasratmu dan kalau kalau kamu tidak pergi, aku akan menganggap dirimulah yang memintaku untuk bertindak lebih,” ujar Dante berkacak pinggang seraya mengibas-ngibaskan rambut basahnya dengan satu tangannya.Mendengar itu aku segera mengambil langkah cepat untuk keluar dari kamar mandi. Namun Dante menghitungnya dengan sangat cepat. Aku yakin dia hanya membutuhkan waktu dua detik untuk menghitung sampai sepuluh saking cepatnya dia menghitung.Bahkan aku baru saja mengambil dua langkah kaki dan baru saja memutar knop pintu yang ternyata dikunci sehingga memperlambat langkahku untuk keluar.Kapan ini dikunci?Brak.Sebuah tangan menghalangi pintu untuk dibuka.“Mampus,” gumamku m

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   8 - Mencari Kepastian

    Cahaya matahari mulai menembus tirai putih di kamar Dante dan sangat menyilaukan hingga membuat mataku tergerak untuk terbuka.Siapa sangka aku juga ikut tertidur di kamar Dante.Aku menunduk melihat Dante yang masih tidur di pangkuanku.Sungguh lututku keram karena semalaman dengan posisi duduk sambil memangku Dante.Di waktu singkat yang tersisa ini aku memandangi wajah Dante yang tidur terlentang di pangkuanku.Bulu matanya panjang, tebal dan lurus. Bibirnya merah ranum, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung. Semuanya tampak sempurna di wajah Dante.Tanpa sadar aku tersenyum memandangi wajah Dante. Siapa sangka wajah sebaik ini ternyata adalah sosok yang kejam dan tak bisa ditebak.Jika hanya melihat wajahnya saja, semua orang pasti tertipu.Ting ting.Suara alarm dari gawai Dante berdenting membuatku tersadar untuk cepat pergi dari kamar Dante atau nanti Dante mungkin saja marah besar ketika melihatku ada di kamarnya.Dante menggeliat dan pada saat itu aku mengangkat kepal

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   9 - Menunjukkan hal baik kepada Dante

    “Selamat datang Tuan Dante yang tampan dan tak ada duanya di rumah ini,” ucapku menyambut kedatangan Dante yang baru saja datang dari kantor dengan ekspresi datar andalannya.Aku memamerkan senyum selebar lautan dan menyambut Dante sehangat mungkin.Namun bisa dilihat Dante melengos membuang muka.Dia tidak terlalu merespon sambutan dariku.Mungkin dia lelah.Tidak apa, aku tidak akan menyerah untuk menunjukkan hal baik kepadanya.Aku pun segera mengambilkan sandal bersih untuk Dante dan meletakkannya di depan kaki Dante.“Kamu aneh, sejak kapan kamu mau melakukan hal rendahan seperti ini?” tanya Dante yang tak butuh jawaban karena Dante langsung mengenakan sandal tersebut dan melenggang menjauh meninggalkanku yang masih di tempat dengan penuh tanda tanya.Ada apa dengan pola pikir Dante.Bisa-bisanya perhatianku ternyata Dante anggap sebagai hal rendahan.Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Sekarang bukan waktunya aku memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.Aku harus mengambil langkah se

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   10 - Ulang tahunku

    Setelah mendapat persetujuan dari Dante untuk menunjukkan bahwa masih ada banyak hal baik di dunia ini. Aku sangat bersemangat untuk menyambut kedatangan Dante dari kantor. Apalagi hari ini adalah ulang tahunku. Aku semakin bersemangat untuk membuatkan makanan enak untuk Dante. Seharian aku gunakan untuk menyiapkan makanan untuk Dante sampai tiba waktunya Dante datang saat menjelang malam.Dengan cepat aku bergegas ke pintu depan untuk menyambut kedatangan Dante serta tak lupa mengambilkan sandal bersih untuk Dante.Tak lupa pula aku menarik kedua ujung bibirku ke atas untuk menyunggingkan senyum saat Dante membuka pintu nanti.Klek.Dante membuka pintu dan menatapku sejenak sebelum akhirnya melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal bersih yang aku siapkan.Bisa dilihat Dante menyunggingkan sedikit senyuman yang sangat tipis nyaris tak terlihat.Ahhh senangnya.Dengan sumringah aku menoleh ke arah bibi pelayan yang ikut menyambut kedatangan Dante bersamaku, “Bibi, bibi barusa

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   11 - Jalan ke Kota

    “Bibi fotokan aku di sini,” pintaku kepada bibi pelayan yang ikut serta bersamaku atas izin Dante.Tidak mungkin aku hanya berjalan sendiri plonga-plongo tak tahu ingin berbicara dengan siapa.Aku pun menyerahkan ponselku kepada Bibi pelayan tapi Bibi pelayan tampak kebingungan menggunakan ponsel untuk mengambil fotoku.Sepertinya Dante memang merekrut orang yang benar-benar kuno untuk menghindari kebocoran informasi.“Nona, saya tidak tahu cara menggunakannya,” keluh bibi pelayan mengerutkan kening.“Pencet ini berkali-kali,” tuturku menunjuk gambar lingkaran merah di ponsel yang Dante berikan.“Alice.”Panggilan itu bukan berasal dari bibi. Lantas siapa yang memanggilku?Aku mencari sumber suara di tengah keramaian taman bermain.Aku tidak melihat orang yang kukenali di hadapanku.Semuanya hanya orang berlalu lalang dengan wajah baru.Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku dan saat aku menoleh.“Aku Hans.”Mataku membulat sempurna saat melihat Hans di belakangku.Jujur saja aku ingin

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   12 - Jalan ke kota 2

    Dengan histeris aku melompat kegirangan karena aku berhasil mendapatkan boneka kelinci jumbo yang aku inginkan berkat bantuan Daren.Pemilik permainan itu pun memberikan boneka jumbo itu kepadaku.Setelah mendapatkannya, aku mengingat bahwa Darren ingin naik bianglala. Jadi kami pergi untuk membeli tiket. Tapi sayangnya terdapat masalah di bianglalanya sehingga masih membutuhkan perbaikan.“Yahh,” keluh Daren tampak murung.“Bagaimana kalau kita naik perahu? Pemandangannya di sana kan indah,” ajakku meraih tangan Daren.Daren yang tadinya murung mendadak kembali bersemangat dan kali ini dia yang menarik balik tanganku mendahuluiku untuk pergi membeli tiket naik perahu.“Ayo,” ajak Daren setelah kami membeli tiket naik perahu.Dia mengulurkan tangan ke arahku yang ragu-ragu untuk naik perahu yang bergoyang.“Aku takut perahu ini akan membuatku tenggelam,” keluhku khawatir.Perahunya tampak akan berguling dan aku khawatir kami akan tenggelam.“Tidak apa-apa, Alice. Aku bisa menjamin kes

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   13 - Dante Sakit

    Setelah aku memastikan bahwa Daren hanya menyisakan pakaian saja di kamar hotel ini, aku keluar.Ternyata sudah ada orang suruhan Dante yang menungguku di depan hotel.Tanpa harus bertanya atau permisi mereka segera membawaku ke dalam mobil dan kembali ke tengah hutan rumah Dante.Aku melihat arah perjalanan ke rumah Dante dan itu benar-benar menyeramkan. Semuanya hutan rimbun dan bahkan ada banyak hewan buas yang berkeliaran.Pantas saja Dante memiliki pagar yang cukup tinggi. Kalau tidak, mungkin dia akan menjadi santapan singa.Tapi yang lebih aneh lagi kenapa dia mau membuat rumah di tengah hutan? Bukankah itu gila?Dalam kurun waktu 1 jam kami pun sampai di Mansion Dante dan satu hal yang aku lihat saat masuk mansion.Wajah khawatir semua orang.“Ada apa?” tanyaku.“Sepertinya Tuan sakit, dia batuk-batuk namun pintu kamarnya dikunci dan Tuan melarang siapapun untuk masuk. Kami khawatir kondisinya memburuk karena Tuan bahkan menolak makan pagi ini,” terang Bibi pelayan.“Gampang,”

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   14 - Luluhnya hati Dante

    “Terima kasih.”Mendengar pernyataan itu keluar dari mulut Dante. Aku merasa tubuhku seakan dihantam palu saking terkejutnya.Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Dante dan aku bisa melihat dari belakang bahwa Dante mengusap air matanya.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Dante berdiri terlihat akan meninggalkanku.Namun siapa sangka tampaknya Dante tak sanggup menopang tubuhnya sendiri.Dante sempoyongan dan dengan segera aku meraih bahu Dante untuk menangkapnya.Bukannya berhasil. Dante justru berbalik dan aku tak sanggup menahan tubuhnya yang jauh lebih besar dariku.Ah aku memang terlalu percaya diri untuk menangkapnya.Aku pun berakhir berada di bawah Dante. Untungnya Dante masih menopang dirinya dengan kedua tangannya.Dia menyunggingkan senyum, ini senyuman yang kulihat di wajah Daren.“Kamu mencoba menangkapku dengan tubuh kecilmu itu?” ejeknya kemudian.Ah aku tidak jadi memuji senyumnya.Aku memalingkan wajahku dan mendengus kesal.Dante menyingkir dari atasku dan berbaring

Latest chapter

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   14 - Luluhnya hati Dante

    “Terima kasih.”Mendengar pernyataan itu keluar dari mulut Dante. Aku merasa tubuhku seakan dihantam palu saking terkejutnya.Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Dante dan aku bisa melihat dari belakang bahwa Dante mengusap air matanya.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Dante berdiri terlihat akan meninggalkanku.Namun siapa sangka tampaknya Dante tak sanggup menopang tubuhnya sendiri.Dante sempoyongan dan dengan segera aku meraih bahu Dante untuk menangkapnya.Bukannya berhasil. Dante justru berbalik dan aku tak sanggup menahan tubuhnya yang jauh lebih besar dariku.Ah aku memang terlalu percaya diri untuk menangkapnya.Aku pun berakhir berada di bawah Dante. Untungnya Dante masih menopang dirinya dengan kedua tangannya.Dia menyunggingkan senyum, ini senyuman yang kulihat di wajah Daren.“Kamu mencoba menangkapku dengan tubuh kecilmu itu?” ejeknya kemudian.Ah aku tidak jadi memuji senyumnya.Aku memalingkan wajahku dan mendengus kesal.Dante menyingkir dari atasku dan berbaring

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   13 - Dante Sakit

    Setelah aku memastikan bahwa Daren hanya menyisakan pakaian saja di kamar hotel ini, aku keluar.Ternyata sudah ada orang suruhan Dante yang menungguku di depan hotel.Tanpa harus bertanya atau permisi mereka segera membawaku ke dalam mobil dan kembali ke tengah hutan rumah Dante.Aku melihat arah perjalanan ke rumah Dante dan itu benar-benar menyeramkan. Semuanya hutan rimbun dan bahkan ada banyak hewan buas yang berkeliaran.Pantas saja Dante memiliki pagar yang cukup tinggi. Kalau tidak, mungkin dia akan menjadi santapan singa.Tapi yang lebih aneh lagi kenapa dia mau membuat rumah di tengah hutan? Bukankah itu gila?Dalam kurun waktu 1 jam kami pun sampai di Mansion Dante dan satu hal yang aku lihat saat masuk mansion.Wajah khawatir semua orang.“Ada apa?” tanyaku.“Sepertinya Tuan sakit, dia batuk-batuk namun pintu kamarnya dikunci dan Tuan melarang siapapun untuk masuk. Kami khawatir kondisinya memburuk karena Tuan bahkan menolak makan pagi ini,” terang Bibi pelayan.“Gampang,”

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   12 - Jalan ke kota 2

    Dengan histeris aku melompat kegirangan karena aku berhasil mendapatkan boneka kelinci jumbo yang aku inginkan berkat bantuan Daren.Pemilik permainan itu pun memberikan boneka jumbo itu kepadaku.Setelah mendapatkannya, aku mengingat bahwa Darren ingin naik bianglala. Jadi kami pergi untuk membeli tiket. Tapi sayangnya terdapat masalah di bianglalanya sehingga masih membutuhkan perbaikan.“Yahh,” keluh Daren tampak murung.“Bagaimana kalau kita naik perahu? Pemandangannya di sana kan indah,” ajakku meraih tangan Daren.Daren yang tadinya murung mendadak kembali bersemangat dan kali ini dia yang menarik balik tanganku mendahuluiku untuk pergi membeli tiket naik perahu.“Ayo,” ajak Daren setelah kami membeli tiket naik perahu.Dia mengulurkan tangan ke arahku yang ragu-ragu untuk naik perahu yang bergoyang.“Aku takut perahu ini akan membuatku tenggelam,” keluhku khawatir.Perahunya tampak akan berguling dan aku khawatir kami akan tenggelam.“Tidak apa-apa, Alice. Aku bisa menjamin kes

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   11 - Jalan ke Kota

    “Bibi fotokan aku di sini,” pintaku kepada bibi pelayan yang ikut serta bersamaku atas izin Dante.Tidak mungkin aku hanya berjalan sendiri plonga-plongo tak tahu ingin berbicara dengan siapa.Aku pun menyerahkan ponselku kepada Bibi pelayan tapi Bibi pelayan tampak kebingungan menggunakan ponsel untuk mengambil fotoku.Sepertinya Dante memang merekrut orang yang benar-benar kuno untuk menghindari kebocoran informasi.“Nona, saya tidak tahu cara menggunakannya,” keluh bibi pelayan mengerutkan kening.“Pencet ini berkali-kali,” tuturku menunjuk gambar lingkaran merah di ponsel yang Dante berikan.“Alice.”Panggilan itu bukan berasal dari bibi. Lantas siapa yang memanggilku?Aku mencari sumber suara di tengah keramaian taman bermain.Aku tidak melihat orang yang kukenali di hadapanku.Semuanya hanya orang berlalu lalang dengan wajah baru.Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku dan saat aku menoleh.“Aku Hans.”Mataku membulat sempurna saat melihat Hans di belakangku.Jujur saja aku ingin

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   10 - Ulang tahunku

    Setelah mendapat persetujuan dari Dante untuk menunjukkan bahwa masih ada banyak hal baik di dunia ini. Aku sangat bersemangat untuk menyambut kedatangan Dante dari kantor. Apalagi hari ini adalah ulang tahunku. Aku semakin bersemangat untuk membuatkan makanan enak untuk Dante. Seharian aku gunakan untuk menyiapkan makanan untuk Dante sampai tiba waktunya Dante datang saat menjelang malam.Dengan cepat aku bergegas ke pintu depan untuk menyambut kedatangan Dante serta tak lupa mengambilkan sandal bersih untuk Dante.Tak lupa pula aku menarik kedua ujung bibirku ke atas untuk menyunggingkan senyum saat Dante membuka pintu nanti.Klek.Dante membuka pintu dan menatapku sejenak sebelum akhirnya melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal bersih yang aku siapkan.Bisa dilihat Dante menyunggingkan sedikit senyuman yang sangat tipis nyaris tak terlihat.Ahhh senangnya.Dengan sumringah aku menoleh ke arah bibi pelayan yang ikut menyambut kedatangan Dante bersamaku, “Bibi, bibi barusa

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   9 - Menunjukkan hal baik kepada Dante

    “Selamat datang Tuan Dante yang tampan dan tak ada duanya di rumah ini,” ucapku menyambut kedatangan Dante yang baru saja datang dari kantor dengan ekspresi datar andalannya.Aku memamerkan senyum selebar lautan dan menyambut Dante sehangat mungkin.Namun bisa dilihat Dante melengos membuang muka.Dia tidak terlalu merespon sambutan dariku.Mungkin dia lelah.Tidak apa, aku tidak akan menyerah untuk menunjukkan hal baik kepadanya.Aku pun segera mengambilkan sandal bersih untuk Dante dan meletakkannya di depan kaki Dante.“Kamu aneh, sejak kapan kamu mau melakukan hal rendahan seperti ini?” tanya Dante yang tak butuh jawaban karena Dante langsung mengenakan sandal tersebut dan melenggang menjauh meninggalkanku yang masih di tempat dengan penuh tanda tanya.Ada apa dengan pola pikir Dante.Bisa-bisanya perhatianku ternyata Dante anggap sebagai hal rendahan.Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Sekarang bukan waktunya aku memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.Aku harus mengambil langkah se

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   8 - Mencari Kepastian

    Cahaya matahari mulai menembus tirai putih di kamar Dante dan sangat menyilaukan hingga membuat mataku tergerak untuk terbuka.Siapa sangka aku juga ikut tertidur di kamar Dante.Aku menunduk melihat Dante yang masih tidur di pangkuanku.Sungguh lututku keram karena semalaman dengan posisi duduk sambil memangku Dante.Di waktu singkat yang tersisa ini aku memandangi wajah Dante yang tidur terlentang di pangkuanku.Bulu matanya panjang, tebal dan lurus. Bibirnya merah ranum, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung. Semuanya tampak sempurna di wajah Dante.Tanpa sadar aku tersenyum memandangi wajah Dante. Siapa sangka wajah sebaik ini ternyata adalah sosok yang kejam dan tak bisa ditebak.Jika hanya melihat wajahnya saja, semua orang pasti tertipu.Ting ting.Suara alarm dari gawai Dante berdenting membuatku tersadar untuk cepat pergi dari kamar Dante atau nanti Dante mungkin saja marah besar ketika melihatku ada di kamarnya.Dante menggeliat dan pada saat itu aku mengangkat kepal

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   7 - Perihal Tanda Lahir

    Karena terlalu panik aku melupakan waktu terbaikku untuk melihat tanda lahir di dada Dante. Aku menarik tanganku dari dada bidang Dante dan sekarang semuanya terlambat karena Dante menjauhkan dirinya dariku.“Aku beri waktu 10 detik, kalau kamu pergi dari sini, aku tidak akan menganggapmu ingin memintaku memuaskan hasratmu dan kalau kalau kamu tidak pergi, aku akan menganggap dirimulah yang memintaku untuk bertindak lebih,” ujar Dante berkacak pinggang seraya mengibas-ngibaskan rambut basahnya dengan satu tangannya.Mendengar itu aku segera mengambil langkah cepat untuk keluar dari kamar mandi. Namun Dante menghitungnya dengan sangat cepat. Aku yakin dia hanya membutuhkan waktu dua detik untuk menghitung sampai sepuluh saking cepatnya dia menghitung.Bahkan aku baru saja mengambil dua langkah kaki dan baru saja memutar knop pintu yang ternyata dikunci sehingga memperlambat langkahku untuk keluar.Kapan ini dikunci?Brak.Sebuah tangan menghalangi pintu untuk dibuka.“Mampus,” gumamku m

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   6 - Mencari Petunjuk

    Setelah tidak sengaja bertemu dengan bibi pelayan pada akhirnya aku diminta untuk kembali ke kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun bahkan tanpa berpamitan kepada Daren. Kalau dipikir-pikir, aku bisa mati kalau bibi pelayan itu melaporkan semuanya kepada Dante.Aku pun berjalan keluar kamar. Mataku menyapu seluruh ruangan mencari keberadaan Dante ataupun bibi pelayan. Aku melihat keduanya sedang berbicara serius di ruang tamu, sampai sang pelayan mengeryitkan dahinya. Dengan hati-hati, aku bersembunyi, berusaha melebarkan telingaku untuk mendengar inti pembicaraan mereka.“Tuan Dante, tapi Nona Alice–” Sial! Manikku dan juga sang pelayan bertemu, membuat pelayan itu tiba-tiba menghentikan pembicaraannya dan terdiam. Spontan, detak jantungku meningkat. Aku merasa panik, takut jika emosi Dante kembali membuncah dan melepaskan amarahnya padaku.Namun, aku tetap berusaha fokus. Kuarahkan mataku pada pergelangan tangan Dante yang sedang memegang ponsel. Ada gelang yang sama dengan m

DMCA.com Protection Status