Suasana ruang lelang di Celestial Grand Hotel malam itu begitu mewah, dipenuhi para tamu berpakaian elegan.Mereka duduk di kursi-kursi berlapis sutra, dengan mata berbinar mengamati barang-barang berharga yang akan dilelang.Lampu kristal bergantung di langit-langit tinggi, memancarkan cahaya lembut yang memantulkan kilauan permata dan emas yang dipamerkan di atas panggung.Elara duduk di barisan ketiga, mengenakan gaun hitam elegan yang pas dengan tubuhnya. Ia telah selesai dengan tugasnya saat persiapan acara dan kini menikmati momen sebagai peserta lelang.Rambutnya yang panjang terurai bebas, dan sepasang mata zamrudnya memandang ke arah panggung dengan minat khusus.Matanya tertuju pada satu benda, sebuah kalung bermata zamrud dengan desain klasik yang memikat.Ada sesuatu tentang kalung itu yang menarik hatinya—entah keindahannya atau sejarah yang mungkin terkandung di dalamnya.Sementara itu, di balkon atas kiri, Ethan duduk d
Ethan tak mau kalah. Dia tahu ini adalah kesempatan terakhirnya. Tanpa ragu, dia mengangkat paddle.“Delapan juta dolar dari penawar nomor 17!” Suara pembawa acara bergetar, tak menyangka bahwa harga bisa mencapai titik ini.Dianne yang semula duduk santai, kini memandang Ethan dengan cemas. “Ethan, apa kau serius? Ini sudah terlalu banyak!”Ia tidak tahu untuk siapa kalung itu.Tapi kalung itu tidak terlalu menarik bagi Dianne --jika Ethan mau memberikan itu untuknya, Dianne menginginkan perhiasan lain yang lebih glamor, bukan yang tampak sederhana seperti yang saat ini diperjuangkan Ethan.Namun Ethan mengabaikan Dianne.Baginya, kalung itu lebih dari sekadar perhiasan. Itu adalah caranya untuk menunjukkan pada Elara bahwa wanita itu sangat layak untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Tiba-tiba, paddle dari ruang VIP kanan terangkat lagi. “Sembilan juta dolar dari penawar nomor 9!”Ruangan menjadi sangat hening.Sem
Pagi itu di VeraCore, suasana kantor dipenuhi dengan obrolan seru.Di sekitar ruang kerja tim Business Analyst, beberapa karyawan tampak berkumpul dalam kelompok kecil, berdiskusi dengan semangat.“Dengar-dengar, kalung itu terjual jutaan dolar!” seru Susie, salah satu rekan Elara, dengan nada takjub. “Aku bahkan nggak bisa bayangin seperti apa penampakannya.”"Kalau aku punya kalung seperti itu, mungkin aku nggak akan berani memakainya, takut dicuri," canda Pati yang sedang berdiri di dekat meja kopi, membuat beberapa orang tertawa.Elara, yang baru saja masuk ke ruang kerja, menyadari bahwa rekan-rekannya sedang membicarakan lelang yang ia hadiri kemarin. Wanita cantik itu memasang senyum tipis saat mendekati meja kerjanya.“Hey, Elara!” panggil Susie dengan antusias, menghampiri Elara dengan wajah penuh rasa ingin tahu. “Kamu kan yang hadir di Gala Royale Auction kemarin, kan? Apa kamu lihat kalung yang terlelang super mahal itu?”Elara berhenti sejenak, teringat kilauan batu permat
Elara memilih Fox Point dan menyewa sebuah townhouse sebagai tempat tinggal, karena lingkungan di sana menawarkan ketenangan yang ia butuhkan setelah hari-hari yang sibuk.Dengan suasana yang asri dan nyaman, Fox Point memberikan keseimbangan antara kehidupan perkotaan dan alam.Kawasan tersebut juga dikenal aman, dengan tetangga yang ramah dan akses mudah ke berbagai fasilitas seperti pusat perbelanjaan, sekolah, dan taman.Bagi Elara, Fox Point adalah tempat yang ideal untuk merasakan privasi sekaligus kenyamanan.Saat ini Elara duduk di sofa empuk berwarna abu-abu cerah dikelilingi oleh meja kopi kayu dan lampu lantai yang lembut.Cahaya senja masuk melalui jendela besar, memberikan suasana tenang pada ruangan. Di pangkuannya, sebuah kotak kecil berwarna biru tua berlapis beludru, dengan logo Gala Royale Auction tercetak elegan di atasnya.Tangannya yang halus perlahan membuka kotak itu, memperlihatkan sebuah kalung indah dengan zamrud dengan bentuk yang halus dan sempurna, berkila
Liliana berdiri di dekat jendela kamar yang besar, memandangi pemandangan lampu-lampu kota Madison yang terhampar di depannya.Matanya tajam, namun ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik tatapannya yang kompleks.Gala Royale Auction yang dihadirinya beberapa hari lalu terlintas di pikirannya, terutama momen ketika dia bertemu dengan seorang wanita muda. Manik mata wanita muda itu yang berwarna zamrud, membuat pikiran Liliana terusik. Ada sebuah firasat yang tak bisa diabaikannya begitu saja.Dengan pikiran yang terus berputar, Liliana mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang yang sudah ia percayai sejak lama untuk urusan-urusan tertentu.“Bagaimana perkembangan tentang Dianne?” tanya Liliana dengan suara yang tenang namun penuh tuntutan.Di seberang, seorang pria dengan nada bicara sopan namun tajam menjawab, “Sejauh ini, tidak ada yang mencurigakan, Ny. Wayne. Kegiatannya hanya seputar berbelanja barang-barang mewah dan menghabiskan malam di beberapa klub elit.”Liliana diam
Saat Elara melangkah memasuki The Urban Diner di Madison Luxe Plaza, suasana restoran yang nyaman dengan pencahayaan hangat menyambutnya.Aroma kopi dan makanan panggang yang sedap tercium di udara. Meja-meja kayu tersusun rapi, diisi oleh beberapa pasangan dan keluarga yang menikmati makan malam mereka.Ethan sudah duduk di salah satu meja dekat jendela, menatap ke arah pintu seolah-olah telah menunggu cukup lama.Wajahnya yang tampan tampak sedikit tegang. Dia berdiri ketika melihat Elara mendekat.Tubuhnya tegap dan postur berdirinya menunjukkan kewibawaan dan kepercayaan diri.Ia mengenakan setelan jas navy yang pas, memadukannya dengan kemeja putih dan dasi yang disesuaikan dengan gaya modern.Wajahnya tampak tampan dengan rahang yang tegas dan mata biru yang menawan, menyiratkan kedalaman dan ketulusan.Rambut cokelat-nya tersisir rapi, menambah kesan profesional dan terawat.Senyum hangat yang sering menghiasi wajahnya melengkapi penampilan elegannya, menjadikannya sosok yang sa
Elara duduk di meja kerjanya, fokus pada layar komputer yang dipenuhi data dan laporan yang harus ia selesaikan hari itu.Suara obrolan rekan-rekan kerjanya di cubicle sebelah terdengar samar-samar di telinganya, tetapi dia tidak terlalu memperhatikan. Pikirannya sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk, dan dia tidak punya waktu untuk membahas gosip kantor.“Sudah dengar tentang CEO baru kita?” tanya Faye dengan nada bersemangat, suaranya lebih jelas terdengar karena posisi meja mereka yang berdekatan.“Aku dengar dia sangat berpengaruh dan sangat kaya,” jawab Clara dengan mata mengerling.“Siapa pula selain keluarga Wayne yang amat kaya di Wisconsin?” Pati ikut menyambung sembari melewati kubikel rekan-rekannya itu.“Kau benar. Wayne terkenal selain karena kekayaannya juga karena pria muda yang sangat tampan itu! Aku berharap CEO kita setampan itu, meski hampir mustahil!” Clara menerawang --membayangkan sosok tampan itu dalam pikirannya.“Aku juga penasaran. Jangan-jangan sudah tua,” sa
Elara mematikan komputernya di kantor VeraCore Solutions setelah menyelesaikan revisi terakhir pada data analisis yang telah membuatnya terlambat pulang.Jam menunjukkan pukul enam petang. Ia menghela napas lega, merapikan barang-barangnya, lalu berjalan keluar dari gedung.Di tempat parkir, Elara segera masuk ke dalam Hyundai kesayangannya, menyalakan mesin, dan mulai melaju menuju Fox Point, tempat tinggalnya.Dalam perjalanan, ia menyetel radio, mencoba mencari hiburan untuk mengusir keletihan.Namun, bukannya musik, sebuah berita darurat muncul. Penyiar radio dengan suara serius melaporkan, “Kami mendapatkan kabar terbaru tentang kasus penculikan yang sedang terjadi di Wisconsin. Polisi mengimbau agar semua penduduk selalu berhati-hati, terutama saat bepergian sendiri.”Elara merasakan sedikit kegelisahan mendengar berita itu, namun berusaha menenangkan diri. “Ini bukan di sekitar sini,” gumamnya pada diri sendiri, mencoba mengabaikan rasa takut yang perlahan muncul.Setelah bebera