Di Tiffancy Apparel, terlihat sosok Celine dan Citra yang sedang menatap tas pesanan Rayana.
“Pokoknya kamu harus beli tas itu, Celine. Jangan mau kalah sama Rayana. Jangan sampai dia terlihat cantik dengan tas ini, huh tidak pantas sama sekali. Kamu yang lebih pantas!” Kalimat Citra membuat Celine tidak nyaman. “Tapi, Nek. Tas itu mahal. Mana mampu aku membelinya? Dua puluh juta loh!” “Alaaah kan bisa minta si Arya tunangan kamu itu.” “Nek, aku dan Arya baru bertunangan, belum menikah! Mana berani aku?!” Saat ini, Celine dan Citra sedang berbelanja di pusat perbelanjaan ternama kota. Citra yang tadi beralasan tidak enak badan tampak sehat, terbukti berbohong dan hanya malas melihat Rayana menikah. Di tengah berjalan-jalan, Celine tampak tertarik dengan salah satu tas yang ada di konter khusus toko dan langsung menanyakan apakah dia bisa membelinya. Siapa yang menyangka tas itu khusus dibuat atas pesanan seseorang, dan ketika dipastikan siapa pemesannya, itu ternyata adalah Rayana! Menepis kebetulan itu sangat mengerikan, setelah tahu pemesannya adalah Rayana, Citra langsung terpancing dan memaksa Celine untuk membeli tas tersebut, padahal setelah bertanya lebih jauh, harganya sangat mengerikan! “Sudah! Kamu percaya sama Nenek, cuma dua puluh juta tidak mungkin Arya nggak bisa kasih kamu!” tegas Citra seraya meraih tas tersebut dan beralih kepada salah satu pegawai. “Miss, cucu saya jadi ambil tas itu!” Miss Eka tampak kesulitan dan berkata, “Bu, maaf sekali, tapi seperti yang sudah saya katakan dari awal, tas ini dipesan khusus oleh Mbak Rayana. Uang DP-pun bahkan sudah dibayarkan!” Citra terlihat mendengus kesal. “Memang berapa sih DP yang sudah dia bayar, cucu saya ini bisa bayar dua kali lipat, bahkan tiga atau empat kali lipat. Tambahkan saja di harga tasnya,” Citra tampak begitu percaya diri, sedangkan Celine beberapa kali ingin menyangkal omongan neneknya. Beberapa kali Celine menyenggol lengan Citra supaya berhenti bicara. Bagaimanapun dua puluh juta bukan harga yang murah! Namun, Citra selalu saja menepis tangan Celine. Apapun caranya tas itu harus jatuh ke tangan mereka dan bukan Rayana! “Bukan soal nominalnya, Bu. Tapi kami mengutamakan pelanggan yang lebih dulu memesan–” Kalimat Miss Eka berhenti karena Citra mengangkat tangan tanda Miss Eka harus berhenti bicara. “Cucu saya akan ganti DP yang sudah dibayarkan Rayana tiga kali lipat. Cepat katakan berapa DPnya!” Citra berkata dengan berapi-api. “DP dua puluh juta, dan harga tas empat puluh lima juta, Bu,” Miss Eka akhirnya menjawab dengan agak pasrah. Dia hanya berharap Rayana bisa cepat datang ke sini. “Hah? empat puluh lima juta? Bukannya cuma dua puluh juta?” Citra sedikit kaget dengan harga yang fantastis. “Yang dua puluh juta model lain, Bu. Kebetulan kemarin ada diskon, tapi sekarang sudah habis. Kalau yang Ibu pegang ini harganya 45 juta karena ada rancangan khusus yang diminta oleh Mbak Rayana,” jelas Miss Eka dengan sabar. Mata Citra membola. Harga 20 juta saja sebenarnay sudah gila, tapi 45 juta ini lebih gila lagi! Bagaimana bisa wanita tidak berguna yang hanya tahu bekerja di butik kecil itu berujung memesan tas seharga 45 juta?! Dapat duit dari mana dia? Jual diri?! “Nek, sudahlah … empat puluh lima juta itu sudah keterlaluan! Aku mau pakai tas itu saja sudah ngeri! Apalagi minta duitnya ke Arya,” ujar Celine dengan panik, benar-benar tidak ingin membeli tas itu lagi. “Eh Celine, dengar Nenek. Anggap ini investasi! 45 juta dikeluarkan sekarang, kamu juga tidak malu saat nanti jadi istri Arya yang posisinya direktur! Kamu pasti juga akan menghadiri banyak pesta dan pertemuan perusahaan, jadi harus punya barang yang bisa dibanggakan! Dibandingkan Rayana? Dia mau pakai tas itu buat apa coba!? Ke butik kumuhnya?!” kata Citra sinis. “Aku mau pakai tas itu ke mana rasanya bukan urusan Nenek,” sela sebuah suara yang membuat Celine serta Citra terkejut. Miss Eka yang melihat pemilik suara terlebih dulu langsung memasang wajah cerah. “Mbak Rayana!” Akhirnya, penyelamatnya sudah datang. “Miss Eka, maaf atas keributannya. Saya akan urus dari sini,” ucap Rayana sebelum beralih menatap neneknya dingin. “Kenapa kamu menatap Nenek begitu? Sudah jadi istri orang makanya sudah nggak hormat lagi sama Nenek, sudah berani, iya?!” tantang Citra. “Pokoknya, Nenek nggak mau tahu, tas itu harus jadi milik Celine! Kalau kamu memang sudah bayar DP, biar Celine yang bayar sisanya dan tasnya untuk dia! Anggap itu hadiah pernikahannya dari kamu.” Rayana tidak percaya dengan apa yang dia dengar sekarang. Hadiah pernikahan untuk Celine darinya? Enak sekali mereka! Rayana menikah saja nenek dan saudari tirinya itu tidak bersedia hadir, apalagi memberikan hadiah! Sekarang, dia dituntut untuk memberikan hadiah pernikahan kepada Celine? Tidak akan! “Sayangnya, Rayana harus menolak. Tas itu Ray pesan khusus untuk keperluan butik, jadi tidak bisa diberikan kepada orang lain.” kata Rayana tegas. “Kalau ingin hadiah pernikahan, aku rasa Celine harus menikah dulu baru aku bisa berikan hadiah. Dia sekarang belum menikah, rasanya tidak pantas untuk kuberikan hadiah apa pun. Sebagai senior, bukannya Nenek harusnya tahu aturan ini?” Mata Citra mendelik. “Berani ya kamu sekarang melawan Nenek! Dasar anak nggak tahu diuntung!” Dia mengangkat tangannya, berniat menampar Rayana. Namun, sebelum tangan itu mendarat di wajah Rayana, sebuah tangan kekar menarik tubuhnya ke belakang, membuat Citra yang keseimbangannya hilang terjatuh ke depan. “Ah!” “Nenek!” Celine langsung menghampiri dan membantu neneknya berdiri. Dia melihat penyelamat Rayana dan terkejut. “Kamu–!?” Tampak seorang pria tinggi dan tegap dengan tubuh kokohnya yang dibalut jas tengah memeluk Rayana secara protektif. Ya, siapa lagi pria itu kalau bukan– “Zain!?” panggil Rayana, terkejut dengan kehadiran suaminya di tempat ini. Namun, ekspresi Zain terlihat berbeda dari biasanya. Bukan hanya dingin, tapi pria itu terlihat marah dan seperti ingin menghabisi seseorang. “Apa yang kalian pikir sedang kalian lakukan?” tegur Zain dengan suara dalam yang membuat semua orang bergidik. “Beraninya kalian menyentuh istriku?”Citra yang sudah kembali berdiri, mendelik ke arah Zain. Dia ingat terakhir kali bertemu pria tersebut, Zain terlihat sangat biasa. Akan tetapi, hari ini bertemu lagi, kenapa pria itu mengeluarkan aura berkuasa yang begitu pekat?! Arya, tunangan Celine yang direktur saja, kalah jauh darinya!Karena tidak ada yang menjawabnya, Zain pun beralih pada Miss Eka, yang terlihat jelas adalah penanggung jawab di tempat tersebut. “Kamu, jelaskan.”Miss Eka yang terintimidasi pandangan Zain langsung bergidik ketakutan. “Itu … Tuan, tadi–”“Jangan berlagak seperti bos besar kamu, Zain!” potong Citra sebelum Miss Eka sempat menjawab, membuat semua orang terkejut menatap ke arah wanita tua tersebut. “Istrimu itu yang cari gara-gara! Sudah tahu suaminya hanya pegawai rendahan, pakai mau beli tas dengan harga mahal. Banyak gaya sekali!”Zain memicingkan mata. Dia melirik Rayana sekilas, tampak wanita itu menggelengkan kepala singkat. Pria itu pun mengalihkan pandangan pada Miss Eka. “Benar begitu?”
“Jadi, kapan Rayana akan menikah? Masa udah 30 tahun mau numpang di rumah ini terus?” Suara itu terdengar nyaring dari ruang makan, membuat Rayana yang hendak keluar dari dapur usai memasak sejumlah hidangan pun langsung menghentikan langkah. Hari itu adalah hari keluarga besar kediaman berkumpul untuk makan siang bersama dan membahas pertunangan adik tiri Rayana, Celline. Di ruang makan, selain ayah tiri, nenek dari pihak sang ayah tiri, juga dua saudara tirinya, terlihat ibu kandung Rayana, Ratri, tengah menyajikan hidangan yang Rayana masak untuk keluarga dari pernikahan keduanya itu. Awalnya, semua tampak baik-baik saja. Akan tetapi, entah apa yang terjadi di tengah percakapan, tapi mendadak dirinya menjadi topik utama pembicaraan sang nenek, Citra. “Bukan niat Rayana mau terus menumpang, Bu. Hanya saja belum bertemu jodohnya. Tidak bisa dipaksakan.” Ratri, Ibu Rayana, terlihat berusaha membela anak gadisnya. “Eh Ratri, jodoh kalau gak dicari, ya gak bakalan ketemu. Anakmu
“Apa? Menikahiku?” tanya Rayana dengan mulut sedikit ternganga, terkejut dengan perkataan pemuda di depannya.“Ayahmu dan ayahku dulu bersahabat. Ini buktinya.” Zain menunjuk pada foto yang tadi ia keluarkan. Rayana mengamati sebentar foto yang disodorkan Zain. Memang benar, itu adalah foto ayahnya. Berarti lelaki di hadapan ini sedang tidak berbohong.Pandangan Rayana beralih kepada Zain, saat ini banyak sekali pertanyaan berputar di kepalanya. Bagaimana bisa kebetulan begini? Saat Rayana membutuhkan sebuah pernikahan sebagai jalan keluar dari rumah ayah tirinya, ada seorang pria yang datang menawarkan pernikahan akibat janji lama?Apakah ini cara Tuhan memberi jalan untuk permasalahannya? Namun, walau begitu, Rayana masih bimbang. Bagaimana pun menikah bukanlah hal yang bisa dijadikan permainan. Bagaimana bisa menikah kalau tidak saling cinta? Jangankan cinta, bertemu pun baru kali ini.“Bagaimana, Rayana?” Zain bertanya saat dilihanya Rayana hanya diam memandangnya.Rayana agak
“Aku adalah–”“Alaaah, sudahlah! Tidak perlu dijawab! Kalau kamu jawab, nanti malah aku yang ditegur lagi!” potong Citra dengan kesal. “Lagi pula, kamu bisa kerja apa sih? Paling cuma pegawai rendahan, atau tukang bengkel. Lihat saja pakaiannya nggak etis untuk datang melamar,” tuding wanita tua itu dengan keji.Rayana bisa melihat Zain mengerjapkan matanya, agak terkejut. Pria itu menatap pakaiannya, tampak mempertanyakan apa yang bermasalah dari penampilannya?Rayana sendiri juga hanya bisa menggigit bibirnya. Walau Zain memang terlihat sedikit santai, tapi dia berpakaian rapi! Kenapa sang nenek harus menghina pria tersebut seperti itu?“Lihat anakmu itu Ratri, bahkan memilih suami pun nggak becus. Mau dikasih makan apa kalau hanya seorang pegawai biasa?!” tanya Citra. “Lihat dong Celine! Tunangannya punya jabatan Direktur di perusahaan. Direktur loh, Ratri! Gajinya besar, bisa beli rumah, mobil, dan perhiasan mahal. Kalau pegawai? Hahaha bisa beli apa?!”Rayana mulai tidak nyaman l
“Pfft!” Rayana tak elak tertawa tertahan mendengar ucapan Zain.Hal itu membuat Celine mendelik. “Kamu–!” Wanita itu tampak kehabisan kata-kata.Sungguh, Rayana tidak menyangka Zain adalah pria yang pintar bersilat lidah, terutama melihat ekspresinya yang selalu datar dan tenang itu.Tujuan Zain sangat jelas adalah untuk menjebak Celine. Kalau adik tiri Rayana itu menyanggah ucapan Zain dan mengatakan dia tidak hamil, maka dia mengakui kalau dirinya cenderung buncit. Di sisi lain, kalau tidak menyanggah, berarti Celine membenarkan ucapan Zain bahwa dirinya hamil!Dua-duanya sama-sama memalukan!“Hmph!” Celine pun berdiri dari sofa. “Berbicara dengan kalian seperti berbicara dengan orang tidak berpendidikan! Lihat saja nanti kamu, Mbak. Kamu pasti akan menyesal menikah dengan pria seperti ini!” Lalu, dia pun meninggalkan ruang tamu.“Celine!” Citra yang menyadari Celine kesal, langsung ikut beranjak dari sofa. Dia mendelik ke arah Zain dan Rayana. ‘Awas saja kalian!’ batinnya, sebelum
Setelah pembicaraan dengan Zain, Rayana langsung kembali ke butik untuk bekerja. Dia hanya kembali ke rumah ketika malam tiba.Saat dirinya sudah selesai membereskan ruang makan dan masuk ke dalam kamar untuk beristirahat, mendadak Ratri ikut masuk dan menutup pintunya.“Ibu?” panggil Rayana bingung dan sedikit kaget. “Ada apa, Bu?” tanyanya, merasa sang ibu tampak ingin berbicara berdua dengannya.“Rayana, katakan kepada Ibu dengan jujur. Kamu ingin menikah karena memang cinta kepada Zain … atau terpaksa karena sindiran Celine dan Nenek Citra?”Pertanyaan sang ibunda membuat Rayana sempat kaget. Memang insting seorang ibu begitu kuat, bahkan hal seperti ini saja bisa dia ketahui.Namun, dengan cepat wanita itu membalas tenang, “Ibu kenapa berpikiran begitu?”Ratri terdiam, menatap netra sang putri lurus sebelum menjawab, “Bertahun-tahun Ibu membesarkan kamu, Ibu tahu sifatmu. Pun semenjak menikah dengan Ayah Burhan, Ibu kurang memerhatikan pergaulanmu, tapi Ibu yakin kalau kamu tidak
Sekarang, Rayana tengah berdiri tepat di depan gedung apartemen yang begitu mewah. Dia tertegun melihat betapa megah dan menakjubkan area tempat ini, termasuk fasilitas-fasilitas yang disediakan.“Mari Nyonya, kita akan ke lantai 18,” kata Pak Yono sambil membawa koper-koper miliknya.Walau bertanya-tanya bagaimana seorang pegawai biasa bisa membeli apartemen di tempat mewah seperti ini, tapi Rayana hanya diam dan mengikuti Pak Yono di belakang. Agaknya bertanya tentang latar belakang Zain kepada orang lain bukanlah hal yang pantas.Tiba di lantai 18, Rayana kembali dibuat terkejut dengan interior ruangan yang menurutnya bukan sekadar mewah, tapi elegan dan eksklusif. Bukan bermaksud membandingkan, tapi … bahkan rumah ayah tirinya yang cukup berada sangat jauh dengan apartemen ini.“Nyonya, ada dua kamar di lantai ini, silahkan mau pakai yang mana. Sesuai pesan Tuan Zain, kamar atas tidak bisa diganggu,” ucap Pak Yono dengan sopan.Rayana mengangguk. Dia sudah dengar kalau Zain adala
Citra yang sudah kembali berdiri, mendelik ke arah Zain. Dia ingat terakhir kali bertemu pria tersebut, Zain terlihat sangat biasa. Akan tetapi, hari ini bertemu lagi, kenapa pria itu mengeluarkan aura berkuasa yang begitu pekat?! Arya, tunangan Celine yang direktur saja, kalah jauh darinya!Karena tidak ada yang menjawabnya, Zain pun beralih pada Miss Eka, yang terlihat jelas adalah penanggung jawab di tempat tersebut. “Kamu, jelaskan.”Miss Eka yang terintimidasi pandangan Zain langsung bergidik ketakutan. “Itu … Tuan, tadi–”“Jangan berlagak seperti bos besar kamu, Zain!” potong Citra sebelum Miss Eka sempat menjawab, membuat semua orang terkejut menatap ke arah wanita tua tersebut. “Istrimu itu yang cari gara-gara! Sudah tahu suaminya hanya pegawai rendahan, pakai mau beli tas dengan harga mahal. Banyak gaya sekali!”Zain memicingkan mata. Dia melirik Rayana sekilas, tampak wanita itu menggelengkan kepala singkat. Pria itu pun mengalihkan pandangan pada Miss Eka. “Benar begitu?”
Di Tiffancy Apparel, terlihat sosok Celine dan Citra yang sedang menatap tas pesanan Rayana.“Pokoknya kamu harus beli tas itu, Celine. Jangan mau kalah sama Rayana. Jangan sampai dia terlihat cantik dengan tas ini, huh tidak pantas sama sekali. Kamu yang lebih pantas!”Kalimat Citra membuat Celine tidak nyaman. “Tapi, Nek. Tas itu mahal. Mana mampu aku membelinya? Dua puluh juta loh!”“Alaaah kan bisa minta si Arya tunangan kamu itu.”“Nek, aku dan Arya baru bertunangan, belum menikah! Mana berani aku?!”Saat ini, Celine dan Citra sedang berbelanja di pusat perbelanjaan ternama kota. Citra yang tadi beralasan tidak enak badan tampak sehat, terbukti berbohong dan hanya malas melihat Rayana menikah.Di tengah berjalan-jalan, Celine tampak tertarik dengan salah satu tas yang ada di konter khusus toko dan langsung menanyakan apakah dia bisa membelinya. Siapa yang menyangka tas itu khusus dibuat atas pesanan seseorang, dan ketika dipastikan siapa pemesannya, itu ternyata adalah Rayana!Me
Sekarang, Rayana tengah berdiri tepat di depan gedung apartemen yang begitu mewah. Dia tertegun melihat betapa megah dan menakjubkan area tempat ini, termasuk fasilitas-fasilitas yang disediakan.“Mari Nyonya, kita akan ke lantai 18,” kata Pak Yono sambil membawa koper-koper miliknya.Walau bertanya-tanya bagaimana seorang pegawai biasa bisa membeli apartemen di tempat mewah seperti ini, tapi Rayana hanya diam dan mengikuti Pak Yono di belakang. Agaknya bertanya tentang latar belakang Zain kepada orang lain bukanlah hal yang pantas.Tiba di lantai 18, Rayana kembali dibuat terkejut dengan interior ruangan yang menurutnya bukan sekadar mewah, tapi elegan dan eksklusif. Bukan bermaksud membandingkan, tapi … bahkan rumah ayah tirinya yang cukup berada sangat jauh dengan apartemen ini.“Nyonya, ada dua kamar di lantai ini, silahkan mau pakai yang mana. Sesuai pesan Tuan Zain, kamar atas tidak bisa diganggu,” ucap Pak Yono dengan sopan.Rayana mengangguk. Dia sudah dengar kalau Zain adala
Setelah pembicaraan dengan Zain, Rayana langsung kembali ke butik untuk bekerja. Dia hanya kembali ke rumah ketika malam tiba.Saat dirinya sudah selesai membereskan ruang makan dan masuk ke dalam kamar untuk beristirahat, mendadak Ratri ikut masuk dan menutup pintunya.“Ibu?” panggil Rayana bingung dan sedikit kaget. “Ada apa, Bu?” tanyanya, merasa sang ibu tampak ingin berbicara berdua dengannya.“Rayana, katakan kepada Ibu dengan jujur. Kamu ingin menikah karena memang cinta kepada Zain … atau terpaksa karena sindiran Celine dan Nenek Citra?”Pertanyaan sang ibunda membuat Rayana sempat kaget. Memang insting seorang ibu begitu kuat, bahkan hal seperti ini saja bisa dia ketahui.Namun, dengan cepat wanita itu membalas tenang, “Ibu kenapa berpikiran begitu?”Ratri terdiam, menatap netra sang putri lurus sebelum menjawab, “Bertahun-tahun Ibu membesarkan kamu, Ibu tahu sifatmu. Pun semenjak menikah dengan Ayah Burhan, Ibu kurang memerhatikan pergaulanmu, tapi Ibu yakin kalau kamu tidak
“Pfft!” Rayana tak elak tertawa tertahan mendengar ucapan Zain.Hal itu membuat Celine mendelik. “Kamu–!” Wanita itu tampak kehabisan kata-kata.Sungguh, Rayana tidak menyangka Zain adalah pria yang pintar bersilat lidah, terutama melihat ekspresinya yang selalu datar dan tenang itu.Tujuan Zain sangat jelas adalah untuk menjebak Celine. Kalau adik tiri Rayana itu menyanggah ucapan Zain dan mengatakan dia tidak hamil, maka dia mengakui kalau dirinya cenderung buncit. Di sisi lain, kalau tidak menyanggah, berarti Celine membenarkan ucapan Zain bahwa dirinya hamil!Dua-duanya sama-sama memalukan!“Hmph!” Celine pun berdiri dari sofa. “Berbicara dengan kalian seperti berbicara dengan orang tidak berpendidikan! Lihat saja nanti kamu, Mbak. Kamu pasti akan menyesal menikah dengan pria seperti ini!” Lalu, dia pun meninggalkan ruang tamu.“Celine!” Citra yang menyadari Celine kesal, langsung ikut beranjak dari sofa. Dia mendelik ke arah Zain dan Rayana. ‘Awas saja kalian!’ batinnya, sebelum
“Aku adalah–”“Alaaah, sudahlah! Tidak perlu dijawab! Kalau kamu jawab, nanti malah aku yang ditegur lagi!” potong Citra dengan kesal. “Lagi pula, kamu bisa kerja apa sih? Paling cuma pegawai rendahan, atau tukang bengkel. Lihat saja pakaiannya nggak etis untuk datang melamar,” tuding wanita tua itu dengan keji.Rayana bisa melihat Zain mengerjapkan matanya, agak terkejut. Pria itu menatap pakaiannya, tampak mempertanyakan apa yang bermasalah dari penampilannya?Rayana sendiri juga hanya bisa menggigit bibirnya. Walau Zain memang terlihat sedikit santai, tapi dia berpakaian rapi! Kenapa sang nenek harus menghina pria tersebut seperti itu?“Lihat anakmu itu Ratri, bahkan memilih suami pun nggak becus. Mau dikasih makan apa kalau hanya seorang pegawai biasa?!” tanya Citra. “Lihat dong Celine! Tunangannya punya jabatan Direktur di perusahaan. Direktur loh, Ratri! Gajinya besar, bisa beli rumah, mobil, dan perhiasan mahal. Kalau pegawai? Hahaha bisa beli apa?!”Rayana mulai tidak nyaman l
“Apa? Menikahiku?” tanya Rayana dengan mulut sedikit ternganga, terkejut dengan perkataan pemuda di depannya.“Ayahmu dan ayahku dulu bersahabat. Ini buktinya.” Zain menunjuk pada foto yang tadi ia keluarkan. Rayana mengamati sebentar foto yang disodorkan Zain. Memang benar, itu adalah foto ayahnya. Berarti lelaki di hadapan ini sedang tidak berbohong.Pandangan Rayana beralih kepada Zain, saat ini banyak sekali pertanyaan berputar di kepalanya. Bagaimana bisa kebetulan begini? Saat Rayana membutuhkan sebuah pernikahan sebagai jalan keluar dari rumah ayah tirinya, ada seorang pria yang datang menawarkan pernikahan akibat janji lama?Apakah ini cara Tuhan memberi jalan untuk permasalahannya? Namun, walau begitu, Rayana masih bimbang. Bagaimana pun menikah bukanlah hal yang bisa dijadikan permainan. Bagaimana bisa menikah kalau tidak saling cinta? Jangankan cinta, bertemu pun baru kali ini.“Bagaimana, Rayana?” Zain bertanya saat dilihanya Rayana hanya diam memandangnya.Rayana agak
“Jadi, kapan Rayana akan menikah? Masa udah 30 tahun mau numpang di rumah ini terus?” Suara itu terdengar nyaring dari ruang makan, membuat Rayana yang hendak keluar dari dapur usai memasak sejumlah hidangan pun langsung menghentikan langkah. Hari itu adalah hari keluarga besar kediaman berkumpul untuk makan siang bersama dan membahas pertunangan adik tiri Rayana, Celline. Di ruang makan, selain ayah tiri, nenek dari pihak sang ayah tiri, juga dua saudara tirinya, terlihat ibu kandung Rayana, Ratri, tengah menyajikan hidangan yang Rayana masak untuk keluarga dari pernikahan keduanya itu. Awalnya, semua tampak baik-baik saja. Akan tetapi, entah apa yang terjadi di tengah percakapan, tapi mendadak dirinya menjadi topik utama pembicaraan sang nenek, Citra. “Bukan niat Rayana mau terus menumpang, Bu. Hanya saja belum bertemu jodohnya. Tidak bisa dipaksakan.” Ratri, Ibu Rayana, terlihat berusaha membela anak gadisnya. “Eh Ratri, jodoh kalau gak dicari, ya gak bakalan ketemu. Anakmu