Duaarrr!!Suara ledakan yang berasal dari mobil Edoardo terdengar hingga beberapa meter dari tempat kejadian.Orang-orang yang tidak sempat menjauh, hanya merunduk agar tidak terkena efek dari ledakan tersebut.Kecelakan beruntun dan ledakan mobil di jalan yang sama menjadi perbincangan hangat yang menggemparkan seluruh warga kota.Naya menjatuhkan gelas yang dipegangnya saat melihat, berita kecelakaan tersebut. Dimana sebelum mobil meledak salah satu warga sekitar sempat memvideokan jenis mobil dan plat nomor mobil tersebut.“A-ayah! Bukankah itu plat mobil ayah!” ucap Naya dengan suara bergetar.Tubuhnya menjadi lemas, seperti tidak bertulang. Naya menjatuhkan tubuhnya dia atas lantai, namun matanya masih terfokus pada pemberitaan di tv.Dengan tangan gemetar, Naya meraih ponselnya, mencoba menghubungi nomor Edoardo. Tapi sayang hanya operator yang menjawab. Nomor Edoardo sudah tidak aktif membuat Naya semakin cemas.“Ayah! kenapa nomornya tidak aktif. Tidak biasanya dia seperti i
“Maksud anda nona? Maaf kami tidak mengerti.” salah satu perawat pria itu menjawab pertanyaan Naya dengan santun.“Saya dengar tadi kalian, membicarakan tentang korban kecelakaan, apa boleh saya tahu siapa dia? Saya keluarga dari salah satu pasien.” Naya menjelaskan maksudnya dari pertanyaannya, agar tidak menimbulkan prasangka buruk.Keduanya perawat itu mengangguk paham. “ Oh. Pasien yang baru saja menjalani operasi ya.”“Operasi?” tanya Naya dengan menunjukkan ekspresi terkejut.Raut wajahnya menjadi berubah khawatir.“Iya nona. Saat di bawa kemari kondisi pasien, mengalami luka bakar hampir tujuh puluh persen.”Teman perawat yang tadi hanya diam mendengarkan, kini ikut menjelaskan.“Bisa saya melihatnya? Barangkali itu keluarga kami.”Kedua perawat itu mengangguk bersamaan.“Bisa saja nona, tapi saat ini pasien masih dirawat intensif pasca operasi di ruangan ICU dan dalam pemantauan dokter.Entah kenapa perasaan Naya mengatakan jika korban tersebut adalah ayahnya.Sehingga membua
“Kenapa anda begitu terkejut tuan? Apakah kedatangan saya mengganggu?” tanya nya dengan penuh selidik. Menatap Nick tanpa berkedip.“Tidak. Hanya saja saya memang terkejut. Saya turut prihatin dengan musibah yang menimpa ayah anda.” “Terimakasih.” ucapnya sendu.“Apa ada yang bisa saya bantu nona?” Nick bertanya dengan penuh kehati-hatian. Dia tidak tahu untuk apa kedatangan Naya kemari. Ya. Tamu yang tak disangka itu adalah Naya.Naya tampak menarik nafas berat. “ Ada yang ingin saya bicarakan dengan anda, apa bisa?” Naya menatap Nick dengan penuh harap.Nick mengangguk pasti.” Bisa! Mau bicara di sini atau..”“ Kita bicara di cafe yang tidak jauh dari sini saja.” potong Naya.Nick mengangguk setuju, setelah itu Nick dan Naya berjalan keluar dari apartemen Nick.“ Anda bawa mobil atau…”Naya menggeleng,” Tidak. Saya naik taxi tadi.”“Baiklah. Kalau begitu nona naik mobil bareng saya saja. Bagaimana?” tanya Nick.Saat berbicara dengan Naya rasanya canggung, membuatnya menjadi kak
Nick mengabaikan panggilan Felix, dia tidak ingin Naya mendengar percakapannya nanti, karena Nick yakin pasti Felix akan bertanya tentang kabar Edoardo.Sebenarnya Naya penasaran dengan si penelepon kenapa tidak diangkat‘Apa itu presdir Albert ya? Tapi kenapa dia tidak mengangkatnya?’ batin Naya.Siapalah dia jika sampai harus bertanya!Jika itu kekasihnya bagaimana? Yang ada bakalan malu sendiri, karena sudah mencampuri urusan orang lain.Diamnya Naya, masih hanyut dalam pemikirannya sendiri.Tidak terasa ternyata mobil Nick sudah sampai di halaman rumah sakit.“Silahkan nona, sudah sampai.” ucap Nick, setelah membukakan pintu.“Eh. I-iya.” jawabnya karena terkejut. Saking asiknya melamun, sampai tidak sadar jika sudah sampai di rumah sakit. Entah kapan pula Nick yang turun. Naya sampai tidak menyadari itu.“Terimakasih, tuan Nick sudah mau repot-repot mengantarkan saya.” ucap Naya dengan sopan. Setelah dirinya keluar dari mobil.Posisi saat ini mereka berdiri berhadapan, di sampi
Dan satu lagi kebodohan yang Naya lakukan, tanpa membaca surat perjanjian yang Nick berikan, Naya langsung menandatanganinya.Setelah selesai Naya menutup kembali map itu, kemudian menggesernya ke hadapan Nick. Nick sampai tidak habis pikir, bagaimana bisa Naya tidak membaca surat perjanjian itu sama sekali? Tidak takutkah dia jika di tipu?Atau…Naya yang terlalu polos?“Sudah saya tandatangani. Sekarang katakan apa syarat yang harus saya berikan?”Naya bertanya dengan serius, matanya tidak lepas dari menatap Nick lekat.Nick tersenyum lebar, atas keberhasilan misinya.“Syaratnya sangat mudah nona. Anda hanya perlu setuju untuk menikah dengan presdir Albert.” jawab Nick dengan santai. Namun matanya tidak lepas dari Naya.Nick ingin tahu bagaimana reaksi Naya setelah mendengar ini.Naya membulatkan mata, mulutnya menganga saking terkejutnya.Raut wajahnya berubah menjadi merah padam, menandakan kalau dia benar-benar marah. “Tidak! Saya tidak mau!” tolak Naya.Naya berbicara dengan
Felix menunggu kedatangan Nick dengan gelisah. Dia sudah mondar mandir di dalam kamar seperti setrikaan.Bahkan sudah berapa kali Felix naik turun, saking gelisahnya.“Aduh! Kok Nick lama ya?” Felix melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.Lelah, mondar mandir akhirnya Felix merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.Felix menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Dia membayangkan bagaimana reaksi istrinya.Saat pertemuan pertama di acara makan malam yang diadakan Edoardo saja, sepertinya sangat tidak menyukai Felix, yang sekarang menjadi Albert.Felix dapat melihat itu dari tatapan tidak suka yang Naya perlihatkan.“Maafkan aku Naya. Aku harus melakukan ini agar bisa kembali bersamamu. Setelah ini aku berjanji, akan membahagiakanmu sayang.” Felix berucap pelan, lalu menutup mata untuk menyembunyikan kesedihan yang dirasakannya.Terdengar pintu kamar diketuk. Felix langsung membuka mata, dan bergegas turun, kemudian berjalan untuk membukakan pintu.“Nick kau lama seka….uca
Tidak sampai setengah jam Nick sudah tiba di lokasi, dia memarkirkan mobil tepat di samping mobil Felix.Setelah mobil terparkir dengan baik, Nick kemudian turun. Matanya menyisir area setempat mencari keberadan Felix.Dari keremangan cahaya, Nick dapat melihat Felix yang sedang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri.Nick berjalan cepat menghampiri.“Tuan. Anda baik-baik saja?” tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.“ Kau pikir aku kenapa? Hah!” seru Felix. Sambil menatap Nick tajam.Nick ikut duduk di samping Felix.“Saya takut tuan bunuh diri.” jawabnya jujur.“Brengsek! Kau pikir aku selemah itu!” Felix meninju bahu Nick.“Aw!” Nick terpekik, kemudian dia mengangkat kedua bahunya.“Ya. Siapa tahu kan tuan. Saya hanya khawatir jika terjadi sesuatu dengan anda tuan.” Nick bicara apa adanya, memang itu yang dia rasakan tadi.“Terimakasih. Sudah mengkhawatirkanku.” ujar Felix dengan lesu.Raut wajahnya berubah kusut kembali, membuat Nick mengerutkan keningnya heran.“ Kau kenapa
Vanya meletakan kotak makan siang ,di atas meja kerja Felix. Kemudian Vanya duduk di kursi yang berhadapan dengan Felix yang hanya dibatasi oleh meja. Vanya duduk dengan menyilangkan kaki, membuat rok mininya terangkat, sehingga menampilkan paha yang putih bersih.Vanya sengaja melakukan itu, untuk menggoda Felix. Namun kali ini Vanya melakukannya dengan mode slow, tidak seagresif waktu pertama mereka bertemu.Felix memalingkan wajah, ketika melihat pemandangan indah di depan matanya.“Kau tidak perlu repot-repot. Lagipula aku sudah makan, jadi daripada mubazir mending kamu bawa pulang atau memberikannya pada orang lain mungkin.” ucap Felix.Mendengar itu Vanya, sungguh sangat geram. Ingin sekali dia mengumpat, namun dia tahan. Saat ini dia dalam mode kalem, jadi harus terlihat tenang.“Ya. Sayang sekali ya, padahal aku sengaja masak ini buat kamu.” jawab Vanya sendu. Padahal dalam hatinya dia mengumpat.‘Dasar sombong! Masih saja jual mahal. Ck! Oke,kita lihat sampai kapan kamu be