Felix menunggu kedatangan Nick dengan gelisah. Dia sudah mondar mandir di dalam kamar seperti setrikaan.Bahkan sudah berapa kali Felix naik turun, saking gelisahnya.“Aduh! Kok Nick lama ya?” Felix melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.Lelah, mondar mandir akhirnya Felix merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.Felix menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Dia membayangkan bagaimana reaksi istrinya.Saat pertemuan pertama di acara makan malam yang diadakan Edoardo saja, sepertinya sangat tidak menyukai Felix, yang sekarang menjadi Albert.Felix dapat melihat itu dari tatapan tidak suka yang Naya perlihatkan.“Maafkan aku Naya. Aku harus melakukan ini agar bisa kembali bersamamu. Setelah ini aku berjanji, akan membahagiakanmu sayang.” Felix berucap pelan, lalu menutup mata untuk menyembunyikan kesedihan yang dirasakannya.Terdengar pintu kamar diketuk. Felix langsung membuka mata, dan bergegas turun, kemudian berjalan untuk membukakan pintu.“Nick kau lama seka….uca
Tidak sampai setengah jam Nick sudah tiba di lokasi, dia memarkirkan mobil tepat di samping mobil Felix.Setelah mobil terparkir dengan baik, Nick kemudian turun. Matanya menyisir area setempat mencari keberadan Felix.Dari keremangan cahaya, Nick dapat melihat Felix yang sedang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri.Nick berjalan cepat menghampiri.“Tuan. Anda baik-baik saja?” tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.“ Kau pikir aku kenapa? Hah!” seru Felix. Sambil menatap Nick tajam.Nick ikut duduk di samping Felix.“Saya takut tuan bunuh diri.” jawabnya jujur.“Brengsek! Kau pikir aku selemah itu!” Felix meninju bahu Nick.“Aw!” Nick terpekik, kemudian dia mengangkat kedua bahunya.“Ya. Siapa tahu kan tuan. Saya hanya khawatir jika terjadi sesuatu dengan anda tuan.” Nick bicara apa adanya, memang itu yang dia rasakan tadi.“Terimakasih. Sudah mengkhawatirkanku.” ujar Felix dengan lesu.Raut wajahnya berubah kusut kembali, membuat Nick mengerutkan keningnya heran.“ Kau kenapa
Vanya meletakan kotak makan siang ,di atas meja kerja Felix. Kemudian Vanya duduk di kursi yang berhadapan dengan Felix yang hanya dibatasi oleh meja. Vanya duduk dengan menyilangkan kaki, membuat rok mininya terangkat, sehingga menampilkan paha yang putih bersih.Vanya sengaja melakukan itu, untuk menggoda Felix. Namun kali ini Vanya melakukannya dengan mode slow, tidak seagresif waktu pertama mereka bertemu.Felix memalingkan wajah, ketika melihat pemandangan indah di depan matanya.“Kau tidak perlu repot-repot. Lagipula aku sudah makan, jadi daripada mubazir mending kamu bawa pulang atau memberikannya pada orang lain mungkin.” ucap Felix.Mendengar itu Vanya, sungguh sangat geram. Ingin sekali dia mengumpat, namun dia tahan. Saat ini dia dalam mode kalem, jadi harus terlihat tenang.“Ya. Sayang sekali ya, padahal aku sengaja masak ini buat kamu.” jawab Vanya sendu. Padahal dalam hatinya dia mengumpat.‘Dasar sombong! Masih saja jual mahal. Ck! Oke,kita lihat sampai kapan kamu be
“Em. Itu..” Edoardo tergagap. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Nick padanya.“Apakah, nona Naya belum memberitahu anda?” tanya Nick kembali. Matanya terus saja menatap tajam Edoardo. Menperhatikan setiap gestur dan raut wajah yang Edoardo tampilkan.Melani sedikit menyenggol bagian tubuh Edoardo sebagai kode. ‘Astaga! Kenapa tidak bilang, iya saja!’ batin Melani geram.‘Jangan bodoh Edoardo! Jangan bodoh!’“Sudah tuan. Apa tidak ada syarat lain selain itu?” tanya Edoardo dengan bodohnya.Melani terdengar menghela nafas kasar.Nick terlihat geram, namun masih dengan pembawaan nya yang kalem.“Baiklah! Jika itu menjadi pilihan anda tuan Edoardo. Sesuai dengan perjanjian yang sudah ditandatangani putri anda. Kapan anda bisa membayar ganti ruginya?” tanya Nick dengan tatapan yang entah apa artinya.Tangannya meletakan surat perjanjian di atas meja.Edoardo dan Melani, membelalakan mata, saking terkejutnya dengan ucapan Nick.Dengan tangan gemetar, Edoardo meraih sura
“Tuan, kita lanjut ke kantor atau…”“Antara aku pulang saja!” jawab Felix, memotong ucapan Nick.Nick mengangguk patuh, lalu membelokan mobil menuju jalan yang mengarah ke rumah besar Edoardo.“Nick. Menurutmu, bagaimana kalau nanti Naya kembali, aku tinggal di rumah peninggalan papa.” tanya Felix, pandangan lurus ke depan, menatap jalanan.Nick menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada jalan.“ Menurutku, itu ide bagus tuan. Apalagi saat ini tuan besar menentang rencana anda bukan?” tanya Nick.Felix mengangguk, membenarkan ucapan Nick. “Kau benar.”“ Perintahkan orang, untuk membersihkan rumah itu. Aku mau, saat nanti Naya kembali, langsung membawanya kesana. Bukan apa! Aku hanya tidak ingin ada kesalahpahaman dengan kakek.” jelas Felix..“Baik tuan. Saya akan menyuruh anak buah saya untuk membersihkannya. Anda tenang saja, semua pasti beres.” ucap Nick.“Aku percaya padamu!” ____Satu minngu telah berlalu.Kondisi Edoardo juga semakin membaik, bahkan saat ini Edoado tidak lagi me
“Em..empt..” ‘Tolong! Tolong!’Naya hanya mampu berteriak dalam hati, ketika mulutnya dibekap seseorang ketika Naya sedang berjalan kaki.“Maaf nona kami harus lakukan ini, kalau anda teriak bisa habis kami nanti!” ucap pria yang membekas Naya.Naya terus memberontak namun tenaganya kalah dengan dua pria yang membawanya paksa ini.Kedua pria yang berpakaian serba hitam itu mendorong paksa tubuh Naya agar masuk kedalam mobil.Setelah berhasil, mereka pun ikut masuk.“Cepat jalan!” titahnya pada rekan mereka yang duduk di depan kemudi.Dan sejurus kemudian, mobil sudah melaju kencang.Lalu bagaimana dengan Naya?Naya sudah pingsan, karena sapu tangan yang digunakan untuk membekap Naya, menggunakan obat bius.“Cepat hubungi tuan Nick! Kita sudah mendapatkan target.” ucap salah satu dari mereka.Pria yang berbadan sedikit kurus, mengangguk patuh.” Baik.” sahutnya. Kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celana.Ternyata ketiga orang yang menculik Naya adalah orang suruhan Nick.Nick terpa
Naya melihat kejujuran di mata pelayan itu, akhirnya Naya bergerak pelan melangkah menuju sofa.Naya yang sudah lapar langsung mengambil makanan yang ada di meja, lalu memakannya dengan lahap.Perut yang sudah keroncongan sedari siang, membuatnya kalap. Dalam hitungan menit semua makanan di atas nampan sudah ludes dilalap Naya.Naya yang baru menyadari keberadaan pelayan di sampingnya, merasa malu. Naya menoleh menghadap pelayan itu.” Terima Kasih atas makananya. Maaf tadi jika tadi terlalu lapar.” ucap Naya sambil menunduka kepala.Pelayan itu tersenyum,lalu berjongkok di hadapan Naya.“Panggil saya Asih, Non.” ucapnya, memperkenalkan diri.“Nona bisa katakan pada saja, jika nona menginginkan sesuatu.” ucapnya lagi, namun tangannya aktif membereskan piring, menatanya kembali ke atas nampan.Naya menggeleng raut wajahnya kembali murung. “Bisakan bibi mengeluarkan saya dari sini. Saya ingin pulang.” ucap Naya dengan nada memeles. Berhadap wanita yang di hadapannya ini tersentuh.Wanit
Hari telah berganti pagi.Naya baru saja membuka mata, dia mengeliatkan badan. Lalu menoleh pada jam yang melingkar di dinding.Mata Naya membulat sempurna.”Astaga! Aku kesiangan.” ucap Naya.Naya bergegas bangun. Lalu turun dari ranjang dan langsung berlari ke kamar mandi. Dua puluh menit berselang, Naya sudah keluar dari kamar mandi, Naya melangkahkan kaki menuju lemari.“Loh. Kok!” Naya, diam mematung ketika di dalam lemari isinya bukan pakaian miliknya.“Astaga! Aku lupa. Ini kan bukan di rumah.” Naya menepuk keningnya sendiri.“Terus aku gimana? Masa pakai baju kemarin. Atau aku pinjam saja baju ini ya, tapi ini sepertinya baru.” Naya terus bermonolog sendiri dengan bingung.Terdengar pintu yang terbuka.Naya segera mengambil apapun yang ada di dekatnya, untuk menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan berbalut handuk.Naya bernafas lega, ketika yang masuk adalah bi Asih pelayan wanita yang kemarin.“Selamat pagi nona.” sapanya.Naya hanya menganggukan kepala dan terus berdiri mema