Narendra berhenti membelai payudara kekasihnya. Dia membiarkan tangannya meluncur turun ke pinggang Agnia sambil menelan ludah.
“Tidak?” Dia bertanya dengan hati-hati.
Selama beberapa saat, Agnia membiarkan dia membelai payudara gadis itu. Tetapi hanya itu. Tidak ada pergerakan, tidak ada ucapan apa pun. Narendran ingin menikmati keintiman bersama kekasihnya. Tetapi hanya jika gadis itu menginginkan hal yang sama. Dia bukan jenis pria yang akan memaksa wanita semata untuk memuaskan nafsu dan gairahnya.
Perut Agnia terasa tegang di bawah tangannya. Bibir gadis itu terbuka. Seakan mengundangnya untuk kembali menikmati bibirnya. Sekuat tenaga Narendra menahan diri. Dia menunggu jawaban keluar dari bibir gadis itu.
“Nggakk,” suaranya sama sekali tidak terdengar meyakinkan. Bahkan untuk dirinya sendiri.
Seandainya dia dapat menatap wajahnya sendiri saat ini, Dia pasti akan melihat matanya dipenuhi gairah. Seperti laut menjelang b
“Dra, sini!” Agnia bersandar pada railing pembatas rooftop melambaikan tangan ke arah Narendra yang duduk di alas piknik yang sudah disediakan. Tentu saja tanpa sepengetahuan gadis itu, Narendra sudah meminta pihak hotel melalui Abimana untuk menyulap taman di rooftop menjadi lokasi untuk kencan romantis. Lampu-lampu tumbler berwarna kuning lembut menghias beberapa pohon dan perdu. Beberapa lilin dalam toples bening juga digantung di beberapa titik sehingga mempertegas kesan romantis. Di tengah rooftop sudah terpaksa sebuah tenda berukuran kecil yang terhias manis.Di depan tenda, sudah terbentang alas piknik ditemani sekeranjang bunga tuberoses dan rak kecil berisi aneka pilihan makanan manis. Tidak hanya itu, Narendra juga meminta untuk disediakan wine terbaik lengkap dengan gelasnya. Agar semakin nyaman, pihak hotel tidak lupa menyediakan bantal-bantal kecil dan selimut rajut tebal.“Kamu l
“Lho?” Agnia yang berbaring dalam pelukan Narendra mengubah posisi menjadi duduk, “Bang Ucok dari mana?”Gadis itu bertanya bingung ketika melihat Bang Ucok memasuki presidential suite yang malam ini akan menjadi rumah mereka. Seingatnya ketika Bang Ucok mengatakan akan menjajal kolam renang indoor salah satu fasilitas yang dibanggakan hotel ini, pria itu mengenakan pakaian celana pendek selutut dan polo shirt. Sekarang pria itu terlihat mengenakan jaket dilapis kaos dan jeans.“Macam mana pula kau tanya aku, hah?! Aku yang harusnya tanya kalian ini dari mana?” Bang Ucok bergabung bersama mereka di ruang tengah, “Nonton apa ini kalian?”“Armageddon. Pas lagi pindah-pindah channel nggak sengaja nemu. Ini film kesukaan aku. Entah udah berapa kali aku nonton tapi tetap aja nggak bosan-bosan,” Agnia tertawa, “Terus pasti tetap nangis pas adegan mereka mau b
“Untung kalian belum pada tidur,” setelah bunyi khas pintu hotel dibuka, terlihat sosok Badi memasuki presidential suite, “Aku bawa martabak, nih!”“Kamu dari luar? Bukannya tadi nge-gym? Tahu gitu aku sekalian nitip makanan.”“Masih lapar, Sayang?” Narendra mengecup lengan kekasihnya.“Nggak, sih. Tapi kayaknya aku nggak cocok sama makanan mahal, deh. Kayak ada yang kurang kalau aku belum makan makanan kaki lima.”Ucapan Agnia langsung membuat tawa ketiga pria itu pecah.“Ada-ada aja kau ini. Bilang aja kau masih lapar tapi malu kau ngaku!”“Nggak, ya, Bang! Aku udah kenyang!” Agnia balas berteriak sambil memberutkan pipi.“Kalau kenyang tidak mungkin tertarik untuk meminta dibelikan makanan,” Narendra ikut menggoda Agnia sambil mencubit pipi gadis itu yang terlihat menggemaskan.“Udah, udah. Daripada berteng
“Sebentar,” Narendra yang tadi asyik menikmati sarapan sambil memperhatikan Agnia, Bang Ucok dan Badi mengobrol sambil bercanda di samping pria itu tiba-tiba bangkit. Tanpa menunggu jawaban atau reaksi dari tetangganya itu dia langsung berjalan menuju meja yang penuh dengan berbagai pilihan roti.Bukan tanpa alasan. Beberapa saat lalu Abimana memasukin restoran dan langsung memberi kode kepada pria itu. Ada hal penting yang ingin dibicarakan sepupunya.“Gimana kondisi lo?” Abimana bertanya dengan suara rendah.“Sudah jauh lebih baik,” Narendra menjawab sambil berpura-pura memilih roti.“Besok lo balik?” Pertanyaan itu terdengar aneh.“Tentu saja,” Narendra tertawa kecil, “Seharusnya hari ini tapi kamu menambah satu hari lagi.”“Maaf,” suara ambimana terdengar penuh rasa bersalah, “Tapi bisa nggak lo tinggal di sini paling nggak sampai lo benar-benar sem
“Bos, aku tinggal nggak apa-apa?” Badi bertanya untuk kesekian kalinya.Itu pertanyaan yang wajar. Bodyguard-nya itu selalu bertanya sebelum meninggalkan Narendra sendirian. Tetapi biasanya tidak pernah sesering ini. Itu membuat Narendra kembali teringat pada kecurigaan yang ingin dilupakannya.Mungkinkah?“Tidak apa. Kamu lupa kita sedang berada di mana?” Dia menjawab diplomatis, “Tidak mungkin terjadi apa-apa di sini.”Badi memperhatikan Narendra dengan seksama sebelum mengangguk, “Ya udah kalau gitu. Aku jalan dulu, ya?”“Salam buat Antari,” pria itu melambaikan tangan.“Tahu aja aku mau jalan sama Tari,” Badi terkekeh sambil keluar dari kamar yang ditempati Narendra dan Agnia.“Sama siapa lagi?” Narendra terbahak sambil kembali sibuk dengan ponselnya.Tidak lama setelah Badi menutup pintu kamar, Agnia keluar dari walk in cl
Sepanjang hari Badi menemani Antari dan ibunya. Dengan bermodal mobil perusahaan yang dipinjam, dia mengantar Antari dan Lastri, ibunya, dari satu pasar ke pasar lain, dari satu toko ke toko lain. Kalau Badi tidak salah menangkap, ada keluarga Antari yang akan menikah dan meminta bantuan Lastri untuk menyiapkan seragam serta kebutuhan untuk seragam keluarga besar.“Nak Badi, kemejanya ukuran apa?” Lastri bertanya ketika mereka sedang berada di toko batik.“Ukuran siapa, Bu?” Badi sempat tergagap karena dia tidak menyangka pertanyaan itu diajukan untuknya.“Ya, ukurannya, Nak Badi. Ini biar sekalian dibeliin. Nanti kamu bisa datang, kan? Seragaman juga sama Tari.”“Oh? Eh, iya, tapi apa nggak merepotkan, Bu?”“Aduh, merepotkan bagaimana, sih? Kamu itu udah jadi bagian dari keluarga, lho! Malah aneh kalau kamu nggak pakai seragam. Ukurannya apa?”“L, Bu,” Badi menjawab den
“Tari, bisa bicara sebentar?” Pertanyaan itu dilontarkan Badi ketika orang tua gadis itu sudah kembali ke dalam rumah.“Tentu! Mau bicara di sini atau di dalam?” Gadis itu masih terlihat seriang sebelumnya.“Di mobil aja gimana?”“Boleh, boleh. Sebentar aku ngomong sama Bapak dulu, ya? Takutnya nanti dicariin malah nggak lucu, kan?”Sambil tertawa kecil Antari masuk ke rumahnya. Tidak lama gadis itu sudah kembali ke hadapan Badi tetapi kali ini dengan menggunakan jaket. Udara malam itu memang cukup dingin.“Nanti kalau udah selesai, aku antarin lagi kamu ke rumah,” mereka berjalan melewati tanaman dan sangkar burung koleksi orang tua Antari.“Astagaaa!” Antari tertawa, “Nggak usah, Kak. Kayak di mana aja. Aku dari lahir udah di sini. Aman kalau cuma jalan dari depan ke sini.”“Gitu, ya?” Dia mengusap tengkuk, “Kamu senang jalan bareng
“Seperti biasa, ya. Tanpa cela,” atasan Bang Ucok bertepuk tangan pelan sambil tersenyum lebar.Sejak pria itu menjadi atasan Bang Ucok, tidak pernah sekalipun Bang Ucok mengecewakan. Pekerjaannya selalu sempurna. Tentu dia pernah membuat kesalahan tetapi kesigapannya membuat kesalahan itu tidak berefek besar. Presentasinya juga selalu mengundang decak kagum dari para peserta rapat. Banyak yang memperebutkan Bang Ucok. Mulai dari departemen lain sampai bank lain. Sayang, pria itu sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan untuk pindah.Kesempurnaan pekerjaan Bang Ucok bukan tanpa alasan. Masa kecil yang cukup keras berpadu dengan ibu yang selalu menuntut yang terbaik membuat pria itu sudah tertempa sejak kecil. Selain itu, ada satu kalimat yang selalu diulang ibunya lagi dan lagi.Kau tahu, Cok, masalah itu datang tanpa aba-aba. Jangan kau harap kau bisa tahu itu masalah kapan datangnya. Jadi kau harus selalu menyiapkan rencana untuk membereskan
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan