“Ada update?” Narendra mengambil sepotong sushi. Setelah menambahkan sedikit wasabi di atas irisan salmon mentah segera potongan itu masuk ke mulutnya.
Sudah terlalu lama sampai dia lupa seperti apa sensasi ketika irisan salmon grade terbaik lumer dalam mulut. Rasa manis dan sedikit amis percampur dengan pedasnya wasabi. Jika ada yang bertanya sejak mencoba menjadi orang biasa apa yang paling dirindukannya, jawabannya hanya satu, makanan.
“Terkait?” Abimana menyesap ocha hangat sambil membaca sesuatu di tabletnya.
“Permintaan aku kemarin,” dia tidak peduli Abimana mengerti atau tidak, tetapi saat ini dia tidak ingin menjelaskan panjang lebar karena masih menikmati hidangan sushi lengkap yang tersaji di depannya.
Abimana terlihat mengingat-ngingat sebelum akhirnya kembali buka suara, “Informasi tentang Agnia?”
Narendra mengangguk sambil menyuap potongan sushi berikutnya, “Ya.&rd
“Hm…”Narendra bergumam parau sambil beringsut turut dari tempat tidur. Entah sudah berapa lama dia tertidur. Dia tidak tahu ini pukul berapa. Yang dia ingat hanya dia tertidur menjelang dini hari.Sepulang dari bekerja, Bang Ucok membawa banyak makanan. Mulai dari sate padang sampai gorengan yang masih mengepulkan asap. Narendra yang biasa mampu menolak gorengan, tadi malam luluh ketika mencium aroma pisang goreng panas. Ketika ditanya, Bang Ucok mengatakan kalau malam ini mereka akan merayakan status baru Narendra dan Badi. Mereka sudah bukan lagi pengangguran.Selain itu, walau tidak diucapkan secara lantang, mereka semua tahu kalau ini juga untuk mengembalikan suasana hati Agnia. Walau sudah beberapa hari berlalu dan Narendra sudah berusaha sekuat tenaga, suasana hati gadis itu masih buruk, walau tidak seburuk ketika pertama kali mendapatkan kabar proyek filmnya dibatalkan.“Argh!” Pria itu menggeram rendah sambil reflek
“Bang, Bang Ucok!” Setelah menutup pintu kontrakan petaknya karena takut percakapan mereka akan terdengar oleh Amelia, pria itu membangunkan Bang Ucok dengan membabi buta.“Bang, bangun atau kamu akan menyesal!” Narendra mengguncang tubuh tetangganya itu berulang kali, “Serius aku, Bang. Kalau tidak bangun Abang akan menyesal!”Bang Ucok hanya bergerak mengubah posisi sambil bergumam tidak jelas tetapi masih tertidur nyenyak. Tidak peduli sekuat apa guncangan yang dilakukan oleh Narendra, pria itu seakan tidak terganggu.Setelah mencoba selama beberapa menit, Narendra menyerah dan memutuskan untuk mengambil segelas air. Dia akan menyiramkannya ke wajah Bang Ucok. Tetapi ketika sedang berjalan ke dapur, dia terpikir sesuatu sehingga kembali mendekati Bang Ucok yang tertidur nyenyak di sofa.“Bang, ada Amelia nyariin.”Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Bang Ucok langsung terduduk dan matanya terbuka h
“Bang Ucok udah bangun, Dra?” Agnia langsung menyambut Narendra dengan pertanyaan.Ketika Narendra masuk ke kontrakan petak tetangganya itu, Agnia dan Amelia terlihat sedang berbincang hangat. Jika dia tidak tahu kalau mereka baru berkenalan beberapa saat lalu, Narendra pasti akan menganggap mereka dua orang yang sudah kenal lama. Hangat dan tanpa jarak.“Udah,” Narendra duduk di samping Agnia, “Kalian lagi ngobrolin apa?”“Ini, Amelia lagi cerita waktu dia pertama kali jadi bawahan Bang Ucok. Masa dia katanya takut karena Bang Ucok, kan, gede gitu, ya?” Tawa Agnia terdengar renyah.“Jangankan Amelia, aku waktu pertama kali lihat Bang Ucok juga takut.”Tanpa berpikir, seakan itu sudah menjadi kebiasaan, pria itu memeluk pinggang Agnia kemudian meletakkan dagunya di bahu Agnia. Begitu intim dan nyaman.“Iya, kan?!” Amelia ikut tertawa, “Tapi nggak lama aku tahu kala
“Gimana? Kita ikutin?” Agnia bertanya tidak lama setelah Bang Ucok dan Amelia berangkat.Setelah memastikan kalau Amelia tidak keberatan mereka berjalan kaki menuju tempat yang Bang Ucok sewa untuk memarkirkan mobil, kedua orang itu berpamitan. Bang Ucok ingin segera menjauhi gadis yang dicintainya dari tetangga kontrakannya. Dia takut Agnia dan Badi bercerita hal-hal aneh tentang dia.“Biarin ajalah,” Badi menjawab sambil menghabiskan bubur ayam yang dibelikan oleh majikannya, “Lagian kalau kita ikutin memangnya mau diapain?”“Bener juga,” Agnia bersandar nyaman ke Narendra, “Tapi aku penasaraaan! Mereka berdua itu ngegemesin banget, tahu! Dua-duanya kayak saling naksir tapi sama-sama nggak peka!”“Tapi Badi benar. Kalau kita ikuti terus mau apa?” Narendra memainkan rambut wanita dalam pelukannya.“Yaa…ikutin aja! Ngelihatin mereka ngapain,” Agnia tertawa ke
Badi menarik napas panjang sambil berusaha merapikan kaosnya yang sama sekali tidak kusut. Dia melakukan itu hanya untuk menenangkan dirinya. Dia sudah berdiri di depan rumah sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Antari.Rumah itu terlihat asri dengan tanaman yang menghias teras rumah. Ramai dengan kicauan burung dalam sangkar yang tergantung di teras rumah. Seorang pria paruh baya yang mengenakan sarung dan kaos dalam putih terlihat repot memindahkan beberapa tanaman ke pot baru.“Permisi, Pak,” Badi tersenyum sambil menyapa ramah, “Benar ini rumahnya Tari?”“Tari siapa, ya?” Pria paruh baya itu mengibaskan tangan penuh tanah sebelum berjalan mendekati pagar.“Antari,” dia masih memamerkan senyuman, “Saya temannya Antari.”“Oalah, temennya Antari,” pria itu tertawa, “Saya kira Tari siapa, tari-tarian atau apa,”Badi berusaha tertawa walau lelucon itu jauh
“Aku minta maaf,” Antara berujar dengan tulus, “Ayah memang kadang-kadang suka kelewatan. Makanya aku malas kalau ada temen cowok ke rumah.”“Ngga…”“Eh, bukan berarti teman cowok aku banyak, ya!” Kembali dia berucap cepat sebelum terjadi kesalahpahaman antara dia dan Badi.Badi yang sedang menyetir mobil tertawa kecil, “Iya, nggak apa-apa Tari, Aku ngerti.”“Beneran?”“Jangankan ayah kamu, aku ke temen cowok adik aku juga bakalan gitu,” dia menoleh sambil tersenyum lembut, “Lagian ayah kamu juga nggak yang gimana. Aku cukup suka dengan beliau.”“Suka?” Antari terdengar tertarik.“Iya. Ayah kamu lucu. Walau kadang aku nggak paham juga sama joke bapak-bapaknya, sih.”Antari tertawa, “Itu efek join WAG, deh. Emak aja kadang sampai kesel dengar joke garing gitu terus-terusa
Setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam, akhirnya Badi dan Antari memasuki kawasan Kota Tua. Bangunan modern yang tinggi sudah berganti dengan bangunan dengan arsitektur kolonial yang khas. Pengunjung terlihat berlalu lalang bercampur dengan penduduk setempat. Bagi Badi yang baru pertama kali berkunjung, kawasan ini terlihat menyenangkan.“Kita ambil kiri, terus nanti di ujung jalan restorannya. Tapi kita nggak bisa parkir di situ, cari di ruko sebelumnya aja.”“Oke,” Badi mengikuti arahan Antari dan dengan awas mencari lahan parkir kosong yang dapat mereka gunakan, “Di sini aja, ya?”Antari melihat lahan parkir yang ditunjuk oleh Badi sebelum menganggukkan kepala, “Boleh. Nggak jauh juga nanti kita jalannya.”Setelah mendapatkan persetujuan, Badi langsung memarkirkan kendaraannya dengan rapi dalam waktu singkat. Dia memastikan posisi mobil sebelum akhirnya mematikan mesin dan membuka seal bel
“Kita kecepatan. Yang lain belum pada pulang,” dengan riang Agnia turun dari motor dan membukakan pagar untuk narendra masuk.“Paling sebentar lagi mereka pulang,” Narendra memarkirkan motor di depan kontrakan petaknya.“Harus! Atau croffle ini bakal aku habisin,” Agnia tertawa sambil mengambil kresek yang tergantung di bagian depan motor tetangganya.“Jangan lupa belanjaan kamu,” dia membuka jok motor dan mengeluarkan paper bag cokelat yang sedikit lecek, “Alat lukis.”“Hampir aja lupa!” Dia menerima paper bag itu sambil tersenyum lebar, “Kanvasnya besok aku beli pulang kerja.”“Kenapa tadi tidak sekalian?” Narendra membuka pintu kontrakan petak setelah mengunci kembali jok motornya.“Gimana bawanya? Lagian tadi habis aku belanja kita masih mau nongkrong, kan? Mana enak kalau bawa-bawa kanvas gede.”“Mem
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan