Share

Bab 6

Penulis: Rara Arrazaq
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-17 06:34:06

Bab 6

Rambut Bang Hafiz kering. Yang berarti ia tak keramas pagi ini.

Jadi kenapa Nabila keramas sepagi ini? Gadis itu juga seperti tak mengeringkan rambutnya. Apa ia sengaja?

"Kenapa?" tanya Bang Hafiz yang menyadari perhatianku pada rambutnya.

"Nggak kenapa-kenapa...."

Kepalaku kembali tertunduk, lalu melangkah melewatinya.

**

Sore harinya.

"Assalamualaikum..."

Dari ruang tengah, aku mendengar suara salam Bang Hafidz yang baru pulang dari mengurus Pesantren sekaligus memberi pengajian untuk santri yang sudah menjadi pengajar di pondok ini.

Lalu terdengar suara Ummi Rahma menjawab salamnya.

Aku beranjak untuk menyambutnya seperti biasa, namun langkahku terhenti saat Ummi Rahma mengatakan sesuatu.

"Hafiz, Ummi lihat istrimu ini selalu pakai gamis yang itu-itu saja. Kenapa tak kau carikan gamis baru untuknya?"

"Iya, Ummi... Nanti Hafiz bawa mereka belanja."

"Mereka?"

"Iya, Maysa dan Nabila."

"Tidak, bukan dua-duanya yang Ummi maksud, tapi Nabila. Dia yang tak punya banyak pakaian. Kau menikah dengan anak yatim-piatu, harus ingat itu..."

Aku terhenyak. Oh, ternyata Nabila yatim-piatu?

"Iya Ummi, Hafiz harus mandi dulu."

Aku segera menyingkir begitu mendengar langkahnya. Entah kenapa hati ini menjadi enggan menemuinya. Tapi tak mungkin aku masuk ke dalam kamar, karena Bang Hafiz pasti akan masuk juga untuk mandi dan berganti pakaian. Kaki ini pun terayun ke arah dapur.

"Abang bisa mandi di kamar Bila, bajunya udah Bila siapin."

Suara lembut Nabila kali ini yang membuat langkah ku kembali terhenti.

"Tuh, Nabila ternyata sangat siaga. Jangan kau kecewakan." Suara Ummi Rahma menimpali.

Dadaku kembali sesak. Ummi Rahma semakin jelas ingin Bang Hafiz memperhatikan Nabila dan melupakanku. Mertuaku itu semakin terlihat ingin membuang menantu pertamanya ini. Apa karena aku belum bisa memberikannya cucu laki-laki untuk penerus pesantren?

Seperti yang semua orang tau, Ummi Rahma adalah orang yang sangat mementingkan kelangsungan Pesantren ini. Bukan lagi hanya mementingkan, tapi terobsesi.

Beliau tipe orang yang tak bisa dibantah. Bahkan untuk semua masalah Pesantren harus sesuai keputusannya. Walau Bang Hafiz yang menjalankan nya.

Sedangkan Abi, sebenarnya tipe orang yang tegas. Tapi, sampai sekarang aku tak mengerti, kenapa Abi selalu mengalah pada istrinya.

Menurut Bibi Halimah, Abi itu orang yang tawadhu. Ilmu agama nya sudah sangat tinggi, jadi beliau lebih suka menghindari perdebatan.

Tapi bukankah membiarkan istri semena-mena terhadap dirinya itu juga sebuah dosa?

Entahlah... Aku yang hanya memiliki ilmu agama secetek ini, tak berani berasumsi.

Akhirnya kaki ini melangkah menuju ke kamar. Toh Bang Hafiz akan mandi di kamar Nabila.

Setelah menutup pintunya, tiba-tiba perut ini terasa perih. Apa mungkin akan datang bulan? Tapi baru satu minggu lalu mendapat halangan.

Tangan ini segera memutar kunci pintu kamar, agar bisa memeriksanya. Tapi ternyata tak ada noda apapun di celana. Sementara perutku semakin perih.

Aku langsung menghampiri tempat tidur. Meringkuk dengan menekuk lutut mungkin akan mengurangi sakitnya. Tapi rasa melilit semakin menyiksa. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhku.

Sepuluh menit kemudian, aku tak lagi bisa berdiri. Sakit ini membuatku terkapar tak berdaya di atas kasur. Bahkan untuk memanggil seseorang pun tak lagi kuasa. Air mata karena menahan rasa sakit mengalir di pipi hingga merembes ke kasur.

Tok... Tok...

Pintu kamar diketuk dari luar. Aku tak bisa merespon. Tangan yang sudah lemah ini hanya bisa terus berusaha menekan perut untuk mengurangi sakitnya.

Tok..tok...

Ketukan kembali terdengar. Namun tak ada suara memanggil yang mengiringi ketukan. Aku yakin itu Bang Hafiz. Dia yang tak pernah memanggil saat mengetuk pintu.

Empat kali ketukan sudah, akhirnya suara bariton itu menyebut namaku.

"Maysa... Buka pintunya."

"Ma ... May ... sa ... nggak ... bisa ... bangun ... Bang...." Suara yang keluar terbata-bata dan lemah. Tertahan oleh rasa sakit.

"Maysa!" Bang Hafiz kembali memanggil. Yang berarti ia tak mendengar jawabanku.

"Aku mau belanja ke Mall. Kamu ... mau ikut tidak?"

Ya Allah... Ternyata Bang Hafiz tetap mengajakku. Sungguh hati ini terharu. Tapi apalah daya, tubuh tak mau berkompromi. Aku malah tak bisa menyambut kebaikan nya yang berusaha bersikap adil.

"Kalau tidak, tidak apa-apa... Aku berangkat dulu..." ucapnya kemudian setelah lama menunggu jawaban yang tak kunjung ku berikan.

Di sela sakit yang mendera, aku merasa dada ini sesak. Sedih. Air mata pun semakin deras mengalir.

**

"Non Maysa!" Sayup kudengar suara teriakan Bibi Halimah di sisiku. Namun mata ini tak tak lagi bisa melihat. Semuanya gelap.

"Benar kan dugaan Ibu, ada sesuatu yang terjadi pada Non Maysa! Gawat ini! Semua keluarga Abi pada nggak ada di rumah lagi! Cepat Bara! Angkat Non Maysa nya!"

Pendengaranku semakin sayup. Hingga kemudian kesadaran pun ikut menghilang.

**

Mata ini perlahan terbuka. Namun kembali menyipit saat cahaya lampu membuat silau. Ku edarkan pandangan ke sekeliling. Hingga berhenti di sebelah sisi kiri ranjang kecil yang ku tiduri.

Seorang laki-laki duduk dengan menyenderkan kepalanya di samping lenganku. Sepertinya sedang tertidur. Walau tak terlihat wajahnya, tapi aku tau itu Bang Bara.

Terakhir ku ingat, laki-laki ini dengan Bibi Halimah yang menemukanku. Ku edarkan kembali pandangan, ini di rumah sakit. Tanganku pun terpasang selang infus.

Bang Bara pasti kelelahan menungguiku.

Aku menghela nafas panjang. Perut tak lagi terasa sakit. Mungkin Dokter telah menyuntikkan obat anti nyeri untuk meringankan sakit.

Apa yang terjadi sebenarnya padaku? Kenapa perut ini begitu sakit sampai membuatku kehilangan kesadaran?

Kepala Bang Bara bergerak. Aku pikir ia terbangun. Ternyata sedang mencari posisi nyaman. Dengan satu gerakan, kepalanya yang berambut tebal bergeser merapat ke lengan kiri ku.

Ingin mendorongnya tapi tak tega. Tak mungkin juga menyentuh kepalanya. Perlahan tangan kanan yang terjulur untuk menarik hijab ku yang terjepit kepalanya agar bisa bergeser.

BRAK!

Pintu ruangan terbuka dari luar dengan tergesa. Bang Hafiz muncul dengan raut panik. Namun kemudian kakinya yang panjang urung melangkah masuk. Mata coklat terangnya menatap ke arah ke tanganku yang masih tergantung di atas kepala Bang Bara.

Belum sempat ku tarik kembali tangan ini, dari belakang Bang Hafiz muncul Ummi Rahma dan Abi.

"Oh! Begini ternyata kelakuan menantu pertama keluarga Haji Marzuki? Kau mencoreng nama baik keluarga kami!" teriaknya.

Bersambung...

Bab terkait

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 7

    "Oh! Begini ternyata kelakuan menantu pertama keluarga Haji Marzuki? Kau mencoreng nama baik keluarga kami!" teriak Ummi Rahma dengan mata melotot.Aku tersentak. Apa maksudnya? Apa yang aku lakukan hingga bisa dituduh mencoreng nama baik keluarga? "Sedang diberi teguran begini masih bisa kau melakukan maksiat?!" tambah wanita itu semakin menggebu-gebu."Ummi!" sentak Abi.Namun seperti biasa, suara Abi tak pernah masuk ke telinga istrinya.Kepala Bang Bara terangkat. Pria itu cepat-cepat duduk tegak begitu menyadari kehadiran keluarga majikannya. "Lihat itu, Hafiz! Sudah Ummi bilang, istrimu ini ada main dengan Bara!""Astaghfirullah Ummi," lirihku. Tak menyangka, fitnah seperti itu keluar dari mulut wanita yang pernah ku hormati sebagai mertua dan istri dari seorang pendiri pondok besar.Bang Bara yang duduk tegak di kursinya jelas jadi bingung. Baru saja membuka mata telah ditodong yang tidak-tidak."I-ini ada apa, ya?" "Tidak ada apa-apa. Ini hanya salah faham," jawab Abi cepat.

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-05
  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 8

    Tiba-tiba Bang Hafiz melangkah ke arah pintu. Ah... Dia meninggalkanku begitu saja. Rasanya lebih menyakitkan. Bagiku, lebih baik dia berteriak marah atau mencaci-maki sekalian, daripada meninggalkan ku dalam diam.Namun dugaan ini salah. Ia malah mengunci pintu dan kembali menghampiri ku.Jantung ini semakin berdebar. Apa yang akan dilakukannya?"Aku akan meminumnya.""Nggak! Maysa sumpah Bang, Maysa liat Ummi sama Nabila bisik-bisik di dapur membahas teh ini. Bahkan, Maysa dengar Ummi nyuruh Nabila cepat-cepat ngasih teh ini biar cepat ngefek!" sanggahku bersikeras.Bang Hafiz kembali terdiam. Tapi aku masih tak mengerti apa yang dipikirkan laki-laki berekspresi datar dan dingin ini."Aku akan minum setengah untuk membuktikan. Setengahnya harus kamu yang minum.""Lah, kok Maysa harus ikutan?" protesku."Karena aku tak mau mati sendirian.""Lho, kan Maysa nggak bilang ini racun. Maysa curiganya ini obat tidur atau ... obat perangsang..." jawabku, sedikit jengah menyebut obat yang berk

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-06
  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 9

    "Kamu kenapa?" suara renyah mengagetkan aku yang sedang menjemur ikan kering kesukaan Abi. Ummi selalu menyetok ikan kering yang banyak dan memberiku tugas menjemurnya seminggu sekali. Aku tak keberatan, karena ini untuk Abi."Kenapa apanya?" tanyaku tanpa perlu melihat siapa yang mengajak bicara."Kenapa sedih?""Oo... Ada yang mati, tapi nggak ada yang mau nguburin.""Oh ya? Kok bisa? Siapa? Orang kampung ini bukan?""Bukan. Di kampung kita nggak ada laut. Mereka pendatang.""Oalah! Kamu ngerjain Abang, ya..." Bang Bara menyeringai. "Maksudnya ikan-ikan ini? Kalau mau dikuburkan ya harus dikafani dulu. Bayangin tuh, kalo ikan teri yang dikafani satu-satu, haha..." Bang Bara terbahak. Membuat bibir ini mengulas senyum."Serius nih, kamu sebenarnya kenapa?" Laki-laki itu mengulang pertanyaannya."Maysa nggak kenapa-kenapa kok, Bang..." Bang Bara melangkah ke seberang terpal tempat ikan-ikan itu tergeletak tak berdaya. Lalu berjongkok dan ikut menjejerkan ikan yang masih bertumpuk."Ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 10

    Ruangan itu adalah tempat khusus untuk hobinya Ummi Rahma, yaitu menenun kain,Jadi buat apa si ustadz menuju ke sana? Membuatku penasaran saja.Tanpa pikir panjang, kaki ini melangkah pelan untuk mengikutinya.Namun baru selangkah terangkat, aku langsung berhenti. Ini bukan urusanku. Aku tak suka mencampuri urusan orang lain. Perlahan aku berbalik, menuju ke dapur untuk membantu pekerjaan Bibi Halimah seperti biasanya. Tapi hati ini tak bisa dipaksa untuk tak peduli. Bagaimana kalau laki-laki itu berniat jahat? Bukankah kemungkaran harus di tegah? Gelagatnya tadi memang mencurigakan. Ia tampak panik saat menabrak ku. Aku kembali berbalik arah. Laki-laki itu telah masuk dan kemudian menutup pintunya. Nah lho! Kenapa harus tutup pintu segala? Apa tak ada Ummi di dalam? Setelah beberapa saat, aku menghampiri pintu itu dan mengintip melalui lubang kunci. Aku menahan nafas, saat teringat sudah dua kali mengendap-endap dan mengintip seperti ini. Rasanya sama sekali tak nyaman, karena

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-09
  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 11

    Sayup-sayup suara deburan ombak menyusup ke telingaku. Membuat otak ini aktif kembali untuk menganalisa suara kencang itu. Perlahan kelopak mata terbuka setelah lelap yang teramat nyenyak menenggelamkan kesadaran.Namun mata ini seketika menyipit kembali saat cahaya senja yang merah menerpa netra. Ini sudah sore?Aku mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan mata dengan cahaya yang masuk melalui kaca depan mobil. Benar, ini sudah sore. Aku tertidur sampai sore begini? Bagaimana dengan berkas hasil pemeriksaan RS-nya?"Oh, sudah bangun?" Suara Bang Hafiz menyapa dari samping kananku. Kepala ini menoleh cepat. Mataku bertabrakan dengan netra coklat terangnya. Netra yang seindah cahaya senja itu menatap hangat."Ya," jawabku. "Kenapa Abang nggak bangunin Maysa? Kita kan mau ngambil hasil pemeriksaan medis di Rumah Sakit?""Karena kamu tidur terlalu nyenyak. Hasil pemeriksaan itu tidak penting, kamu kan sehat sekarang," jawabnya santai.Entah darimana munculnya emosi. Yang pasti, hat

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-11
  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 12

    Begitu masuk ke dalam kamar, aku langsung menuju jendela. Sehelai kerudung berwarna hijau pastel, sengaja ku lampirkan di celah jendela sebagai kode untuk Bang Bara beraksi.Sepuluh menit berlalu. Nina akhirnya tertidur. Aku mulai resah. Bagaimana kalau Bang Bara masih di kamar pribadinya Ummi?Ummi Rahma melirikku sekilas. "Nina sudah pulas. Selimuti dia dan keluar. Masih banyak pekerjaan dapur yang harus dikerjakan. Nabila saja yang baru beradaptasi sudah pintar berinisiatif membuatkan sambal untuk suaminya. Kamu sudah siang begini baru selesai mengurus anak, itupun harus Ummi bantu!" omelnya dengan wajah mengkerut.Aku cuma mengangguk. Ummi tak tau saja kalau sambal yang dibawa menantu kesayangannya itu hasil buatan menantu yang mau diusir.Namun saat ini aku tak berniat menjelaskan. Rasa panik karena takut Bang Bara akan ketahuan benar-benar membuatku tegang.Ayo berfikir Maysa! Pokoknya harus bisa memastikan dulu kalau Bang Bara tak lagi di sana sebelum Ummi kembali ke kamarnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-12
  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 13

    Jadi Bang Hafiz tak tahu bahwa Ummi Rahma bukan ibu kandungnya? Aku benar-benar membatu. Masih syok mengetahui kebenaran yang mencengangkan ini."Tapi... Masak nggak ada yang tau selain Abi dan Ummi? Warga pasti tau, dong?" ujarku ragu."Kalo warga tau, masak Hafiz yang udah segede ini nggak tau kenyataan itu dari mereka? Mulut warga itu mana mungkin nggak ada yang usil?" bantah Bang Bara. Wah.... Ini semakin misterius! KRETEK! Suara ranting patah karena diinjak terdengar dari arah belakang kami. Aku langsung menoleh. Begitu pula dengan Bang Bara. Namun tak ada siapapun di sana. Hanya ada perdu rumput gajah yang ditanam bapaknya Bang Bara untuk pakan sapi Abi. Tingginya hampir se dada orang dewasa. Bisa saja ada yang bersembunyi di baliknya.Bang Bara segera memeriksa. Menyibak rumput yang tajam itu dengan kedua lengan berototnya. Namun tetap nihil. "Nggak ada siapa-siapa," ujarnya sembari berjalan kembali. Bibirnya tampak meringis melihat lengan yang tergores rumput."Abang ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-12
  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Bab 14

    Klik.Terdengar suara pintu yang sedang dibuka dari arah belakangku. Seketika tubuh ini menegang kaku."Maysarah! Sedang apa kamu di sini?!" Suara yang sangat ku kenal itu seumpama petir yang menyambar di telingaku.Aku langsung berbalik. Ummi Rahma berdiri menjulang di ambang pintu. Menatapku tajam dengan mata yang menyipit.Habis lah aku hari ini!"Sedang apa kamu di kamar Ummi, Maysa?!" Ummi Rahma mengulangi pertanyaannya, penuh penekanan."Ma-Maysa..." jawabku terbata. Tenggorokan ini tercekat. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja dadaku seperti kehabisan oksigen, sesak.Ummi Rahma menatap ke sekeliling. Memeriksa keadaan kamarnya. Seolah takut salah satu barang berharganya menghilang. Untunglah lemarinya sudah tertutup. "Hafiz!" teriak Ummi sembari tetap mengawasi ku. Aku merasa seperti tikus yang terperangkap kucing di sudut ruangan, tak bisa kemana-mana. Berdiri dengan tubuh panas dingin. Berharap keajaiban datang ataupun kucingnya berubah pikiran."Hafiiiz!" teriak Ummi semakin k

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-13

Bab terbaru

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Tamat

    Amanda mengedarkan pandangannya ke sekeliling, namun tak ada siapa-siapa. "Ssshh..." Suara mendesis kemudian menyusul. Desis kesakitan.Gadis itu mempertajam pendengarannya, suara itu dari arah teras samping Bu Lidia. Dari tempatnya berdiri sekarang, teras kecil itu tak terlihat keseluruhannya karena tertutup dinding. Kaki Amanda melangkah maju perlahan-lahan. Begitu ia berdiri tepat berhadapan dengan teras, matanya menangkap seseorang sedang meringkuk di sudut teras. Orang itu kembali melenguh sakit sembari memegangi pipinya."Bian?" sebut Amanda tak percaya. Sosok itu langsung mendongak kaget."Manda?"mata Bian mengerjap sesaat. Lalu tampak terpana dan tak mengedip sama sekali. Di hadapannya berdiri seorang gadis yang selama satu pekan ini telah mengisi pikiran dan hatinya. Dan saat ini, yang berdiri di hadapannya adalah Amanda versi khayalannya. Ternyata memang secantik bidadari. Rambutnya yang selama ini tersembunyi bagaikan mahkota berharga yang dilindungi, kini tergerai pan

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Episode Menjelang Akhir

    Tuk! Tembakan kerikil itu kembali menyerang. Melesat ke arah dinding dan nyaris mengenai cermin. Amanda kaget setengah mati. Namun hal itu sama sekali tak mengendurkan nyalinya.Ia menarik nafas dalam-dalam. Lalu perlahan bangkit dengan tubuh merapat di dinding. Dalam hitungan ketiga, tangan kirinya bergerak cepat untuk membuka kunci jendela. Sementara tangan kanannya menghidupkan senter dan mengarahkannya keluar. BLESS!Cahaya senter menyorot terang, tepat di di wajah pelaku yang sebenarnya."Kakek?!" seru Amanda tak percaya.Ternyata yang menerornya selama ini adalah kakeknya Bian?Tangannya yang bersiap meraih sapu dan menyerang terhenti seketika. "Matikan senternya, mata Kakek silau!" Perintah laki-laki sepuh itu sembari menghalangi cahaya senter dengan tangannya.Amanda mematikan senternya dengan raut bingung. "Kakek? Jadi yang nembakin batu ke kamar Manda selama ini Kakek? Kenapa?""Ya, biar kamu bangun..." jawab si Kakek yang berdiri bungkuk dengan tongkatnya."Maksud Kakek

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Menemukan Pelakunya

    Menjelang malam, suasana hati Amanda mulai resah. Tali untuk jebakan telah ia siapkan. Hanya ada tali plastik di gudang, semoga bisa menahan kaki pelaku teror itu dengan kuat.Tok Tok... Suara ketukan di jendela kamar membuat Amanda terkejut setengah mati. Siapa yang mengetuk lewat jendela? Jantungnya seketika berdetak kencang. Apa mungkin itu pelakunya? Kenapa mendatanginya sore-sore begini? Amanda berdiri membeku di tempatnya. Matanya menatap ke arah jendela dengan nafas yang tertahan. Takut jika sampai orang itu mengetahui posisinya. Perlahan ia menunduk, lalu merangkak ke balik ranjang. Tok TokSuara ketukan kembali terdengar di jendelanya. Dengan tubuh meringkuk setengah tiarap di lantai, Amanda memberanikan diri untuk bersuara. Bertanya dengan nada selantang-lantangnya, agar orang itu tak mengira dirinya sedang ketakutan."Siapa di luar sana?!"Tak terdengar jawaban apapun. Suasana senyap. Apa orang itu telah pergi? Amanda tetap meringkuk di balik ranjang. Ia tak berani

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Berubah

    "Ehm..." Amanda berdeham sambil melirik Bian. Tapi laki-laki itu tetap fokus memeriksa gusi Sisi. "Kejadian tadi pagi, itu sama sekali tidak benar. Aku nggak pernah berfikir untuk merebut suami orang." Kata-kata itu meluncur begitu saja di bibirnya Amanda. Entah kenapa, ia merasa harus memberitahunya. Tangan Bian berhenti bergerak. Kemudian tubuh tegapnya berdiri tegak."Ya, saya percaya. Tapi kamu harus sedikit hati-hati kalau memang istrinya pernah melihat suaminya itu di teras rumah kalian. Kalian semua perempuan, tak ada laki-laki yang menjaga," jawab laki-laki itu. Hati Amanda benar-benar meleleh sekarang. Ternyata walau cuek, Bian tetap perhatian. Tapi memang benar yang dikatakan Bian, ia dan ibunya harus lebih berhati-hati, karena tak ada anggota keluarga laki-laki. Ah... Amanda jadi meng-halu sendiri. Seandainya Bian yang jadi anggota di rumahnya, ia pasti tak akan menolak. Tok Tok...Terdengar sebuah ketukan di pintu ruangan Bian yang terbuka. Kemudian seorang suster b

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD Kejadian di Rumah Bu Wiwid

    Di depan jendela kamarnya, Amanda duduk termangu menatap keluar dengan tatapan kosong. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Buku diary yang bertuliskan nama Axel dan Pak Dahlan sebagai orang yang ia curigai telah dicoretnya. Setelah Bu Lidia menceritakan perihal rahasianya kemarin, gadis itu benar-benar bingung. Bukan Axel dan bukan Pak Dahlan. Lalu siapa? Dan kenapa ia sampai diteror begini? Rasanya ia tak pernah berbuat buruk terhadap orang lain. Bukannya sok baik, tapi ia memang jarang bertemu orang-orang, apalagi sampai berbincang dan bergaul. Hh... Kepalanya benar-benar pusing, karena tadi malam pun ia masih dikejutkan oleh tembakan kerikil itu. Hari ini ia harus mengatur rencana untuk menjebak pelakunya.Jika ditaburi beling di bawah jendela, bisa saja tak berpengaruh kalau pelakunya memakai sepatu berhak tebal, dan malah akan membuat orang itu semakin kalap. Begitu pun dengan jepitan tikus atau benda-benda tajam lainnya.Ah... Seandainya ia sejenius anak kecil dalam film Home

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    Rahasia Bu Linda

    Malam menjelang. Amanda mulai was-was. Matanya terus saja menoleh ke arah jendela. Memperhatikan dengan seksama, jika saja ada bayangan di baliknya.Laptop yang telah terbuka sejak tadi sama sekali tak disentuh keyboard-nya. Bagaimana ia bisa berfikir dalam keadaan tegang seperti ini? Kopi yang tadinya ia buat untuk menghilangkan kantuk pun tak tersentuh. Hingga dingin karena diabaikan pemiliknya. Akhirnya Amanda memilih untuk menonton Drakor saja untuk pengalihan rasa takut.Drama Korea yang berjudul cheese in The trap menjadi pilihan. Tapi karakter tokoh cowoknya yang aneh dan memiliki sisi gelap membuat bulu kuduk semakin meremang. Gadis itu cepat-cepat menghentikan film-nya dan memilih untuk mendengarkan musik saja.Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Mata Amanda mulai terasa berat. Tak ada kesibukan dan tak ada asupan kafein, ditambah merdunya alunan musik membuat gadis itu cepat mengantuk. Dan finally ... Amanda terlelap di atas meja kerjanya.TUK! Suara aneh kembali terden

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD Pengakuan Exel

    Perlahan tangan Amanda meraba ke sekeliling kasur, dan menemukan sebutir batu kerikil. Batu ini yang telah menembak kepalanya, dan sepertinya begitu juga dengan cermin. Siapa yang telah melakukan ini? Dan dari mana asalnya?Kepala Amanda cepat-cepat menoleh ke arah jendela kamarnya. Jendela kayu dengan model klasik itu memiliki rongga-rongga untuk ventilasi udara. Mungkinkah dari sana? "Akh!" Samar-samar terdengar suara orang yang mengaduh sakit. Sepertinya itu suara laki-laki. Dana asalnya dari teras samping rumah tetangga baru!**Amanda memijit kepalanya yang terasa berdenyut dan mencengkeram. Gara-gara kejadian aneh tadi malam, ia tak bisa memejamkan lagi matanya. Diambilnya buku catatan berkulit merah muda yang biasa dijadikannya buku catatan untuk ide-ide cerita yang tiba-tiba muncul. Namun kali ini ia bukan hendak mencatat ide cerita, tapi orang-orang yang patut dicurigai atas kejadian semalam. Yang pertama Axel. Bisa saja laki-laki itu sengaja menerornya agar tak membocork

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD Malam Yang Mengejutkan

    Bab 4BRUK!!Kotaknya jebol dan menumpahkan semua isinya. Mata Axel seketika melotot, melihat barangnya berceceran. Tapi, lebih melotot lagi matanya Amanda. Karena ternyata isi kotak itu adalah VCD film biru."Astaghfirullah!" Aih! Amanda sampai menyentuh bibirnya sendiri. Tumben, bukan umpatan yang keluar dari mulutnya. Sementara Axel langsung bergegas mengumpulkan VCD yang tercecer. Tangannya sampai bergetar. Dan raut wajahnya terlihat panik luar biasa.Amanda masih terpaku, hingga kemudian dengan ragu-ragu ia berjongkok untuk membantu. "Nggak perlu!" sentak Axel, membuat gerakan Amanda seketika terhenti. Apalagi melihat wajah laki-laki itu yang menatapnya marah."Apa itu yang jatuh?" tanya Lidia dari dapur. Wajah Axel berubah pucat. Matanya kembali menatap Amanda tajam."Jangan ngomong apapun, oke? Jangan sampai ada yang tau!" ancamnya, sebelum kemudian buru-buru pergi dengan membawa kotaknya. Amanda mengernyit. Bukannya umurnya sudah 29 tahun? Kenapa sikap laki-laki itu seper

  • Ternyata Aku Tak Mengenal Suamiku    ROD VCD Film Blu

    Bab 3Amanda melihat ruang tamunya yang tak terlalu luas itu telah dipenuhi orang. Semua laki-laki. Kecuali ibu mereka tentunya. Beliau jadi seperti permaisuri yang dikelilingi pangeran. Atau, seperti desainer bersama para modelnya. Bukan tanpa alasan Amanda jadi membayangkan seperti itu, karena ketiga laki-laki yang kini sedang menatapnya itu tampan semua. Ah.... Hati Amanda jadi ketar-ketir!"Assalamualaikum... Maaf Papa telat," ucap seseorang dengan nada buru-buru dari arah pintu masuk rumahnya. Amanda menoleh. Dan matanya seketika terbelalak.Seorang laki-laki paruh baya berkepala setengah botak dan berkacamata berdiri di ambang pintu dengan nafas memburu.Bukankah... Laki-laki itu yang menyeberang sembarangan tadi pagi? Wajah dengan raut lembut itu masih jelas tercetak dalam ingatannya. "Nggak apa-apa, Pa. Kami juga baru datang bertamu," jawab ibu mereka seraya bangkit dan menyalami laki-laki itu. "Silahkan masuk, Pak! Oh, jadi ini suaminya Ibu Lidia?" sambut Mirna ramah. "I

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status