Bab 24Tak punya pilihan Hanina langsung membuka mulutnya. Dia benar-benar lapar. Hanina mengunyah makanannya pelan-pelan sembari tetap memegang bayinya. Aqila masih asyik menyusu sembari memejamkan mata, namun dia tidak tidur. Sesekali dia membuka matanya, melihat interaksi ayah ibunya. Mata beningnya berputar-putar lalu kembali memejamkan mata. Sungguh lucu sekali. Akmal tak henti-hentinya tersenyum. Pemandangan ketika buah hatinya tengah dipangku oleh sang istri membuat hatinya menghangat. Bertahun-tahun ia menikah dengan Risty, dan tidak dikaruniai seorang anak pun. Padahal dia sudah mengusahakan pengobatan terbaik untuk Risty. Namun usahanya tidak kunjung berhasil. Baru setelah ia menikahi Hanina, istri keduanya itu langsung hamil dan melahirkan seorang putri cantik untuknya.Seharusnya itu sudah cukup alasan bagi Akmal untuk memandang Hanina saja, terlepas dari status sosial dan kekayaan yang dimiliki oleh perempuan itu, apalagi Hanina memiliki kepribadian yang baik.Apakah
Bab 25Setelah melalui drama, akhirnya Hanina tertidur. Akmal mengalah. Dia pindah ke sofa dan duduk bersandar dengan kaki berselonjor. Pria itu menatap langit-langit kamar. Dia tengah berpikir keras untuk memikirkan langkah-langkah kedepannya.Seharusnya dia memikirkan kemungkinan ini sejak awal saat mendapati Hanina yang kembali ke kantor. Kedekatan Hanina dengan Rio pasti akan kembali terjalin, meski katanya Rio itu hanya sahabatnya, tetapi bukan tidak mungkin benih-benih cinta itu timbul. Dan jika benar Rio yang mencarinya di cafe adalah orang yang bekerja di bagian HRD, berarti pria itu sudah tahu soal rumah tangganya dengan Hanina. Apakah Hanina sudah bercerita kepada Rio? Sebab tidak mungkin pria itu datang ke cafenya tanpa ada kepentingan.Suara dering ponsel membuyarkan lamunan Akmal dan pria itu berjalan menuju meja nakas samping pembaringan. "Ternyata cuma notif pesan. Kirain apa," gumam Akmal.Sebenarnya ia jarang sekali membuka ponsel Hanina, tetapi entah kenapa sekaran
Bab 26"Apa kita perlu ke rumah sakit? Jahitan di perutmu, Sayang." Pria itu terlihat sangat khawatir. Bagaimanapun, Hanina belum 40 hari pasca melahirkan, dan ia melahirkan Aqila melewati operasi caesar."Tidak perlu. Aku hanya butuh istirahat sebentar. Bisa kamu ambilkan air minum untukku?" pinta Hanina.Setelah merebahkan tubuh istrinya di sofa, Akmal segera beranjak mengambil sebotol air mineral yang selalu tersedia di meja kerja perempuan itu. Tentu ini karena Melati yang sudah menyediakan, sehingga ruangan kerja ini selalu ready setiap pagi, meski kehadiran Melati tidak tampak di ruang kerja ini. Mungkin gadis itu tengah berada di ruangan lain untuk sebuah keperluan."Minum dulu, Nin." Akmal menyodorkan botol air mineral yang sudah ia buka sebelumnya."Terima kasih, Mas." Perempuan itu bergerak dan menegakkan tubuhnya."Apa yang kamu rasakan sekarang? Kalau memang sangat sakit, kita bisa ke rumah sakit. Nggak usah mikirin jadwal. Kesehatan kamu lebih penting," tawar Akmal."Sepe
Bab 27"Aduh... gimana nih? Sebentar lagi Mbak Lani pasti datang, dan aku nggak punya uang untuk bayar hutang." Risty yang panik urung pulang ke rumahnya. Dia malah memilih menghentikan motornya di sebuah taman bermain anak-anak.Di sebuah tempat parkir gratis, Risty menitipkan motornya, lalu berjalan menuju area taman. Tempat ini agak sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang membawa anak-anak. Risty duduk di sebuah bangku yang terletak di pojok taman. Cuaca cukup terik. Namun kerimbunan pohon-pohon yang tumbuh di sekitar tempat ini membuat hawa menjadi sejuk. Perempuan itu menghirup udara sebanyak-banyaknya, lalu menghembuskan pelan-pelan, sembari menatap sekeliling tempat itu. "Mas Akmal pasti sangat menginginkan momen seperti ini. Dia sangat menginginkan seorang anak, tapi aku nggak bisa memberikannya. Seandainya saja ada seorang anak yang bisa lahir dari rahimku, mungkin rumah tangga kami nggak kayak gini. Dia pasti akan tetap mencintaiku, bukannya malah membagi cintanya sama pe
Bab 28"Mas Akmal nggak bisa diajak kompromi lagi. Repot nih. Apa aku culik Aqila saja ya? Tapi bagaimana caranya?" Risty berpikir keras. Saat ini hanya Aqila yang menjadi tumpuan harapannya, karena dengan Aqila bersamanya, maka semua masalah keuangannya akan selesai."Jika Aqila bersamaku, Mas Akmal dan Hanina akan kembali tunduk kepadaku. Hanina tentu tidak akan berani macam-macam, karena Aqila berada denganku. Dia pasti akan meluluskan semua permintaanku. Tapi susah juga. Aku pikir Mas Akmal benar. Jika aku menculik Aqila, pasti yang ada aku dijebloskan ke penjara. Ogah ah." Risty menggelengkan kepala, berusaha mengibaskan pikiran nyelenehnya, karena tidak mungkin baginya untuk melakukan itu. Menculik Aqila butuh tenaga profesional dan ia tidak akan bisa membayar. Belum lagi ia harus melakukan perencanaan yang matang, supaya Hanina ataupun anak buahnya tidak gampang menemukan keberadaan Aqila. Benar, ini terlalu beresiko."Tapi bagaimana caranya aku bisa menghasilkan uang dengan c
Bab 29"Iya Mbak, tapi gimana caranya? Tidak mungkin aku live sendirian di rumahku yang jelek ini," keluh Risty lagi. Rumah ini benar-benar membuatnya tak betah, tapi harus tetap dia tinggali, karena dia tidak mau tinggal di kolong jembatan."Kamu datang saja ke rumahku. Ada ruangan khusus untuk keperluan itu. Soal pakaian yang harus kamu kenakan di awal live, nanti aku yang menyediakan. Gratis! Tapi hanya sekedar pinjam ya, nggak boleh dibawa pulang." Suara tawa perempuan itu kembali terdengar."Iya dong Mbak, lagi pula buat apa juga aku bawa pakaian itu pulang. Itu kan cuma awal live saja. Nantinya pasti akan dilepas, bukan? Namanya juga strip dance." Risty juga ikutan tertawa."Nah, itu juga kamu paham. Lagi pula, kamu kan bukan perawan. Masa menari gituan aja malu? Lagi pula, paling-paling yang lihat cuma aku sama tim kameramen," tukas Lani meyakinkan."Laki-laki?""Iya dong, tapi mereka nggak akan macam-macam kok. Mereka hanya fokus dengan pekerjaannya. Profesional, gitu loh. Kec
Bab 30Hanina meninggalkan ruangan itu dengan langkah-langkah lebarnya, menuju ruang kerjanya sendiri. Melati sudah menunggunya untuk berdiskusi soal isi rapat barusan.Mereka memang dikejar oleh waktu. Tiga minggu itu tidak akan terasa dan semuanya harus siap. Hanina ingin semuanya sempurna, sehingga tidak ada masalah lagi pada saat pengoperasian pabrik baru itu.Hasil produksi di pabrik baru mereka nantinya akan fokus untuk ekspor, sementara pabrik yang lama akan fokus untuk memenuhi kebutuhan tekstil di dalam negeri. Perusahaan ini memang tengah mencoba peruntungan untuk pemasaran di luar negeri, seperti Malaysia, Brunei dan Singapura. Ini hanya sekedar langkah awal saja. Oleh karena itu, kualitas produk yang dihasilkan nantinya harus kualitas ekspor dan Hanina memastikan standar itu terpenuhi.Otaknya pun terus diajak bekerja keras untuk memenuhi target penjualan. Jangan sampai kejadian di bulan lalu terulang kembali. Hanina mempertaruhkan reputasinya untuk itu.Keduanya berdiskus
Bab 31"Nggak seperti itu, Sayang. Kamu jangan salah paham dulu... Nggak mungkin aku cemburu sama Rio." Akmal buru-buru mengelak."Nggak mungkin lah aku dekat dengan Rio. Di sana juga banyak orang kok. Kamu nggak usah khawatir. Lagi pula acaranya cuma dua hari....""Aku hanya mengkhawatirkan Aqila. Kamu ini nggak bawa baby sister loh, belum lagi bawaanmu sungguh banyak. Aku ikut ya," pinta Akmal. Pria itu mencondongkan tubuhnya, ingin melihat lebih jelas apa saja barang yang dibawa istrinya. Barang-barang yang di bawa Hanina akan menunjukkan kegiatan apa saja yang akan perempuan itu jalani disana."Emangnya Mas nggak malu? Di sana kamu harus momong Aqila lah ya." Perempuan itu berdecak sebal. Dia memang mulai merasa jengah dengan perhatian suaminya akhir-akhir ini, alih-alih hatinya kembali luluh.Hanina tahu, Akmal mempertahankannya hanya demi Aqila. Dia tidak akan pernah mendapatkan cinta dari seorang Akmal, terbukti Akmal belum juga mau merelakan istri pertamanya, padahal jelas-jel