Bab 32Plak plak!Akmal tak bisa menahan emosinya saat konferensi pers berakhir. Para tahanan digiring masuk dan pria itu melangkah menyusul ke sebuah ruangan yang lebih tertutup. Seorang petugas menghampirinya dan Akmal pun mengenalkan diri sebagai suami salah satu dari wanita yang sedang mereka tahan."Kamu sudah benar-benar keterlaluan! Kurang apa selama ini aku sama kamu?! Kamu keterlaluan, Risty! Kelakuanmu ini tak lebih dari seorang pelacur. Kamu sadar nggak sih?!" Matanya merah membara menatap istri pertamanya itu dengan penuh kebencian. Akmal benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya. Alih-alih belajar untuk hidup sederhana, tapi Risty justru memilih jalan pintas untuk memenuhi apa yang ia inginkan. Akmal mengusap kasar wajahnya, lalu menelan saliva berulangkali. Dia seolah sudah kehabisan kata-kata untuk menasehati istrinya yang satu ini."Itu karena kamu nggak bisa memenuhi kebutuhanku. Salahkan saja dirimu, Mas. Aku butuh uang. Aku juga ingin seperti istr
Bab 33"Kalau gitu, tunggu apa lagi?! Talak saja!" Sari mendengus. Dia menatap layar televisi sembari memegang remote, mencoba mengganti-ganti channel. Namun beberapa stasiun televisi masih saja menayangkan breaking news untuk kasus ini."Mama nggak bisa membayangkan, seandainya publik bahwa kamu adalah suami dari salah satu tahanan itu, apalagi dia adalah talent. Itu sama saja pelacur. Aduuh...." Sari memegang kepalanya. Dia sungguh pusing sekaligus cemas."Tunggu sampai kasus ini selesai dulu, Ma. Aku nggak mau bikin kehebohan. Kalau aku menceraikan Risty sekarang, kesannya tidak elegan gitu, lagi pula resikonya besar, karena sama aja aku membuka aib sendiri." Akmal meraih tangan ibunya menggenggam erat, lalu sebelah tangannya yang lain mengusap-usap lengan ibunya demi untuk menenangkan."Iya, Mama juga tahu, tapi maksud Mama, kamu ceraikan saja dulu secara siri. Setelah kasusnya selesai, kamu bisa menceraikan secara resmi. Kemarin kan kamu sama Risty cuma menikah di KUA, jadi tidak
Bab 34 Perempuan itu refleks meregangkan tubuh, matanya membulat sempurna, menatap sang suami yang justru terlihat bingung dengan ekspresinya yang mungkin di mata Akmal terlampau berlebihan."Setelah kejadiannya kayak gini, baru kamu memutuskan untuk memilihku, Mas?" Datar sekali suara perempuan itu."Sebenarnya enggak, hanya saja Mas masih ragu. Dari hari ke hari, Mas merasa Risty itu udah banyak berubah. Dulu waktu di awal menikah sama Mas, dia itu wanita yang baik. Tapi entah kenapa belakangan setelah dokter memvonis dia nggak bisa punya anak, kelakuannya jadi seperti itu. Ya, kamu tahu sendiri," ujar Akmal sembari memilin rambut Hanina."Sebenarnya Mas berharap Risty bisa kembali berubah. Itulah satu-satunya alasan kenapa Mas mempertahankan Risty, yang walaupun belakangan selalu saja membuat Mas susah," papar Akmal lagi."Aku tidak punya banyak pengetahuan soal latar belakang pernikahan kalian, karena dari awal pernikahan kita penuh dengan kebohongan. Bahkan kamu mengaku jejaka s
Bab 35"Benarkah kamu Akmal?" Pria setengah tua bertubuh jangkung dengan setelan kemeja dengan celana bahan itu kembali menyapa."Om Danu?!" Mata laki-laki itu mengerjap. Dia terlihat ragu, karena di hadapannya penampilan pria yang ia kenali sebagai sahabat papanya itu terlihat sangat keren."Benar." Pria itu mengangguk."Syukurlah kalau kamu masih ingat sama Om. Om nggak menyangka kamu menginap di hotel ini. Apa kabar kamu selama ini? Bagaimana kalau kita ngobrol di sana?" Ucapan pria itu beruntun sembari mengajak Akmal berjalan menuju ke salah satu sofa yang ada di lobby hotel ini."Tentu aku ingat. Om sangat baik dengan keluarga kami, walaupun belakangan udah jarang saling kontak. Kalau nggak salah udah lima tahun Om nggak pernah ke rumah, tepatnya semenjak Papa meninggal dunia," sahut Akmal. Dia terus mengamati penampilan laki-laki itu. Om Danu terlihat tampan dan lebih muda dari usianya bahkan terlihat lebih muda dibandingkan lima tahun yang lalu."Iya benar, karena Om pindah ke
Bab 36"Dari mana saja kamu, Mas?" Perempuan itu menyapa saat melihat sang suami masuk ke dalam kamar mereka.Hanina terlihat sudah mengenakan mukena berwarna tosca."Dari lobby. Kebetulan tadi aku ketemu sama Om Danu.""Om Danu? Siapa dia? Apakah keluarga kamu atau keluarga Risty?""Dia sahabat almarhum papaku yang sudah kami anggap seperti keluarga sendiri. Ternyata beliau adalah pemilik hotel tempat kita menginap ini." "Mas serius?" Hanina yang sebenarnya sudah duduk manis di depan sajadah seketika memutar tubuhnya ke samping, lalu menatap sang suami lekat-lekat."Iya, sejak Papa meninggal dunia, Om Danu memang tidak pernah lagi datang ke rumah. Dia pindah ke kota lain bersama dengan istrinya demi untuk melupakan luka hatinya karena beliau dulu pernah punya anak, tetapi anak beliau meninggal.""Innalillahi," gumam Hanina lirih."Iya Sayang. Nah, selama itu pula kita tidak pernah bertemu dan ternyata beliau sudah sukses dengan hotel ini. Kamu udah ngerasain sendiri kan, gimana nyam
Bab 37Namun Hanina hanya menanggapi sekedarnya. Dia hanya mengatakan akan mendiskusikannya lebih lanjut dengan Akmal. Jawaban yang membuat Om Danu dan tante Farida cukup puas, meski akhirnya ketika sesi makan malam usai, Hanina langsung pamit dengan alasan bahwa ia harus menidurkan Aqila.Hanina kembali ke kamarnya sendirian, sementara Akmal melanjutkan mengobrol dengan om Danu dan tante Farida yang memang baru bertemu lagi setelah sekian tahun mereka kehilangan kontak. Hanina tidak peduli. Biarkan saja pria itu dengan dunianya. Saat ini dia butuh sendirian dan menenangkan diri.Tawaran om Danu memang membuatnya shock. Bukan soal nanti ia dan Akmal harus LDR an, tapi soal lain.Posisi manajer itu cukup tinggi bagi Akmal yang dulunya hanya karyawan biasa.Hanina ragu apakah Akmal mampu, mengingat Akmal pernah punya rapor buruk di perusahaannya.Hanina takut om Danu menyesal sudah mengangkat Akmal sebagai manajer, seandainya nanti kinerja Akmal tidak memuaskan. Lagi pula, motivasi om
Bab 38"Orang mana pun pasti akan mikir, Mas," imbuhnya "Aku tidak bercerita apa-apa," ralat Akmal mengelak, walaupun sebenarnya dia kaget karena Hanina begitu tepat menebaknya."Kalau begitu, mungkin dia hanya kasihan sama kamu, lalu memintamu untuk bekerja sebagai manajer. Ya sudahlah, terserah Mas saja. Nanti saja diskusinya kita lanjutkan." Perempuan itu malah mendorong piring ke tengah, lalu berdiri setelah meminum air mineral di dalam gelas."Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, Om Danu itu orang baik. Dia adalah sahabat papaku dan dia tidak punya anak." sahut Akmal. Dia mengusap pelipisnya, lalu bangkit dan mengiringi sang istri yang sudah berjalan menuju lobby. ***Semua berjalan dengan lancar. Melati mengkoordinir semua anggota tim dengan benar, sehingga mereka bisa menyelesaikan semuanya sesuai jadwal.Setelah mampir sebentar di kantor, Hanina memutuskan untuk segera pulang. Akmal hanya mengantarnya sampai depan rumah. Setelah itu, pria itu berbalik dan pamit ke rumah ibunya.
Bab 39Hanina pasrah. Dia tak mampu mencegah, tapi setelah dipikir-pikir itu lebih baik. Setidaknya dia akan tenang, karena bisa membuat alasan kepada kedua orang tuanya tentang kepergian Akmal.Setidaknya kali ini dia bisa jujur."Kenapa kamu biarkan suamimu bekerja di luar kota, Nak? Dia kan bisa bekerja di perusahaan kalau mau," protes Liani saat Hanina mengemukakan keinginannya untuk tinggal kembali ke rumah orang tuanya.Setelah berpikir lama, Hanina akhirnya memutuskan untuk tinggal kembali dengan orang tuanya. Tidak mungkin dia tinggal sendirian di rumah dan menangani Aqila sendirian, lagi pula setiap hari dia menitipkan Aqila di rumah ibunya. Jadi mending sekalian saja dia tinggal di sini. Kantor PT Hanina Indo Textile pun lebih dekat dari rumah orang tuanya ini ketimbang rumahnya."Aku nggak bisa mencegah keinginannya, Ma. Jadi biarkan saja. Mungkin Mas Akmal tidak enak dengan Om Danu yang merupakan sahabat ayahnya," jawab Hanina diplomatis."Mama juga baru tahu jika mendiang
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P
Bab 140Dengan berat hati, Adira memberikan alamatnya di Jakarta. Kali ini ia tidak punya pilihan, meski perasaannya semakin resah, tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan orang tuanya nanti seandainya ibunya Reza benar-benar datang ke rumahnya.Dia tidak kuasa membayangkan kemarahan bapak dan ibunya.Namun menilik dari sikap yang ditunjukkan oleh perempuan tua itu, sepertinya Kartika memang serius. Ibunda dari Reza itu kini sedang menelpon seseorang dan terlibat pembicaraan serius. Bahkan Dira mendengar namanya dan Reza disebut-sebut dalam pembicaraan mereka.Apa yang sedang direncanakan oleh perempuan tua itu?"Baiklah. Sekarang Mama pamit dulu. Dan ingat Reza, jangan macam-macam dengan anak gadis orang selama kamu belum bisa menghalalkannya," pesan Kartika yang iringi anggukan oleh Reza."Iya Ma. Jangan khawatir. Aku bukan pria rendahan yang suka mengumbar hawa nafsuku pada sembarang wanita," sahut Reza menimpali."Kecuali pada gadis ini, kan?" balas Kartika seraya mendengus. Seb
Bab 139Perempuan bernama Kartika itu menatap Adira dari atas ke bawah. "Jadi kamu yang bernama Adira?!""Iya Tante, maaf." Adira seolah kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka jika ternyata ibunda dari Reza ini pagi-pagi sudah sampai di apartemen ini. Apakah Sonya sudah bercerita tentang mereka? Mengapa Sonya bercerita secepat itu? Padahal mereka baru saja bertemu kemarin siang. "Sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" Tentu saja perempuan tua itu langsung mengira hal yang tidak-tidak. Saat ini Adira hanya mengenakan celana pendek dengan atasan gaun tanpa lengan, itu pun dari bahan kain yang cenderung menerawang. Adira pun tidak menyadari penampilannya ini karena saat keluar kamar pertama kali usai bangun tidur, dia lupa jika di apartemennya ini ada seorang lelaki dewasa yang berpotensi akan terangsang saat melihat penampilannya yang seksi.Gadis itu meringis saat menyadari penampilannya. Pantas saja tatapan Reza saat ia memasak tadi begitu berbeda. "Ya Tuhan, aku terlihat beg
Bab 138"Malam ini Papa ingin mengunjungimu, Nak. Jangan marah ya," ucap Akmal dalam hati saat ia memulai penyatuan mereka. Hanina memekik tertahan ketika merasakan liang surgawinya yang terasa penuh. Seperti biasa, Akmal memang seperti itu. Dan kali ini pria itu begitu kuat, menghentak di atas tubuhnya.Dia tak munafik. Salah satu alasan yang membuat dia bertahan selama ini adalah karena permainan Akmal di tempat tidur. Sentuhannya, caranya mendamba, serta saat dia meracau nikmat, semua itu membuatnya tak bisa move on, walaupun sudah bertahun-tahun mereka berpisah. Nyatanya Akmal memang sedahsyat itu di atas pembaringan. Jadi tidak heran jika ia dengan mudah hamil Aqila sebulan setelah mereka menikah. Dan hal itu pula yang membuat Sierra begitu tergila-gila dan penasaran karena mendengar cerita Risty tentang Akmal yang begitu luar biasa jika tengah berada di tempat tidur.Satu pelajaran yang membuat semua orang harusnya tahu jika urusan tempat tidur adalah rahasia rumah tangga yang
Bab 137"Lumayan, tapi opening stand Hanina Collection tadi cukup ramai. Para jamaahnya Ustadz Zubair juga terlihat antusias mungkin mereka senang karena mendapatkan barang sekelas butik dengan harga kaki lima." Perempuan itu terkekeh-kekeh mengenang keseruan tadi sore. Dia memang sangat menikmati berinteraksi dengan para jamaahnya Ustadz Zubair yang ramah-ramah. Berasa mendapatkan teman baru saja! "Emak-emak memang begitu. Termasuk aku sendiri. Memangnya siapa sih yang nggak mau dapat barang berkualitas dengan harga murah?"Akmal langsung tepuk jidat. Dia melirik Aqila yang kini sudah berbaring di tempat tidur, berharap semoga saja pembicaraan mereka tidak membuat tidur putrinya terganggu. Aqila tidur di dalam gendongannya saat mereka akan menuju kemari, sehingga Akmal langsung merebahkan putrinya di pembaringan, sementara Hanina menaruh tasnya di atas meja nakas."Para perempuan memang selalu begitu, dan aku nggak masalah, Sayang. Lagi pula kecintaan kamu pada dunia fashion akhirn