Bab 37Namun Hanina hanya menanggapi sekedarnya. Dia hanya mengatakan akan mendiskusikannya lebih lanjut dengan Akmal. Jawaban yang membuat Om Danu dan tante Farida cukup puas, meski akhirnya ketika sesi makan malam usai, Hanina langsung pamit dengan alasan bahwa ia harus menidurkan Aqila.Hanina kembali ke kamarnya sendirian, sementara Akmal melanjutkan mengobrol dengan om Danu dan tante Farida yang memang baru bertemu lagi setelah sekian tahun mereka kehilangan kontak. Hanina tidak peduli. Biarkan saja pria itu dengan dunianya. Saat ini dia butuh sendirian dan menenangkan diri.Tawaran om Danu memang membuatnya shock. Bukan soal nanti ia dan Akmal harus LDR an, tapi soal lain.Posisi manajer itu cukup tinggi bagi Akmal yang dulunya hanya karyawan biasa.Hanina ragu apakah Akmal mampu, mengingat Akmal pernah punya rapor buruk di perusahaannya.Hanina takut om Danu menyesal sudah mengangkat Akmal sebagai manajer, seandainya nanti kinerja Akmal tidak memuaskan. Lagi pula, motivasi om
Bab 38"Orang mana pun pasti akan mikir, Mas," imbuhnya "Aku tidak bercerita apa-apa," ralat Akmal mengelak, walaupun sebenarnya dia kaget karena Hanina begitu tepat menebaknya."Kalau begitu, mungkin dia hanya kasihan sama kamu, lalu memintamu untuk bekerja sebagai manajer. Ya sudahlah, terserah Mas saja. Nanti saja diskusinya kita lanjutkan." Perempuan itu malah mendorong piring ke tengah, lalu berdiri setelah meminum air mineral di dalam gelas."Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, Om Danu itu orang baik. Dia adalah sahabat papaku dan dia tidak punya anak." sahut Akmal. Dia mengusap pelipisnya, lalu bangkit dan mengiringi sang istri yang sudah berjalan menuju lobby. ***Semua berjalan dengan lancar. Melati mengkoordinir semua anggota tim dengan benar, sehingga mereka bisa menyelesaikan semuanya sesuai jadwal.Setelah mampir sebentar di kantor, Hanina memutuskan untuk segera pulang. Akmal hanya mengantarnya sampai depan rumah. Setelah itu, pria itu berbalik dan pamit ke rumah ibunya.
Bab 39Hanina pasrah. Dia tak mampu mencegah, tapi setelah dipikir-pikir itu lebih baik. Setidaknya dia akan tenang, karena bisa membuat alasan kepada kedua orang tuanya tentang kepergian Akmal.Setidaknya kali ini dia bisa jujur."Kenapa kamu biarkan suamimu bekerja di luar kota, Nak? Dia kan bisa bekerja di perusahaan kalau mau," protes Liani saat Hanina mengemukakan keinginannya untuk tinggal kembali ke rumah orang tuanya.Setelah berpikir lama, Hanina akhirnya memutuskan untuk tinggal kembali dengan orang tuanya. Tidak mungkin dia tinggal sendirian di rumah dan menangani Aqila sendirian, lagi pula setiap hari dia menitipkan Aqila di rumah ibunya. Jadi mending sekalian saja dia tinggal di sini. Kantor PT Hanina Indo Textile pun lebih dekat dari rumah orang tuanya ini ketimbang rumahnya."Aku nggak bisa mencegah keinginannya, Ma. Jadi biarkan saja. Mungkin Mas Akmal tidak enak dengan Om Danu yang merupakan sahabat ayahnya," jawab Hanina diplomatis."Mama juga baru tahu jika mendiang
Bab 40"Beliau sendiri yang langsung meminta kepada saya," sahut Melati. Dia mengambil kantong plastik yang berada di atas meja kerja Rio, lalu membawanya ke meja menghadap sofa. Dia segera memindahkan dua porsi roti bakar pisang coklat itu ke piring saji. Untung saja dia membawa piranti makan lengkap berupa sendok, garpu, dan pisau. Tak lupa Melati menyiapkan dua botol air mineral."Sarapannya sudah siap. Silahkan, Pak," ujar gadis itu.Rio tidak bisa lagi menolak. Akhirnya ia menghampiri meja dan duduk di sofa. Mereka berdua makan dalam diam. Melati melayani Rio dengan baik, karena dia menganggap itu job desk untuknya. Begitu selesai makan, Melati membawa piring bekas sarapan ke pantry, kemudian kembali ke ruangan kerja Hanina."Sudah selesai sarapan ya?" tegur Hanina. Wanita muda itu terlihat sudah stand by di depan laptop."Sudah, Bu. Sarapannya enak sekali. Sering-sering aja." Gadis itu tersenyum cerah."Nanti akan saya bilang sama Rio kalau kamu pengen sarapan berdua lagi sama
Bab 41"Mas Akmal?" Risty pun tak kalah terkejut, tak percaya jika pria keren di depannya ini adalah mantan suaminya. Menyadari situasi, Akmal memberi isyarat kepada Alfian untuk segera keluar dari ruangannya. Lelaki itu berjalan dan memberi isyarat kepada Risty untuk mengikutinya menuju sofa di ruang kerjanya ini."Bukannya kamu masih berada di penjara? Kenapa kamu malah berada di sini dan melamar pekerjaan sebagai tenaga home skeeping?" Akmal yang tak habis pikir segera melontarkan pertanyaan itu. Kehadiran Risty seketika membuat kepalanya cenat cenut. Ini di luar dugaan."Seharusnya iya, tapi ada seseorang yang menebusku, jadi akhirnya aku bisa bebas," sahut perempuan itu terus terang. Dia masih saja menatap kagum pria di hadapannya ini.Pria itu duduk dengan posisi kaki menyilang, terlihat begitu santai dan tenang. Dengan penampilan seperti ini, Akmal dua kali lipat lebih tampan dari biasanya.Risty benar-benar kagum. Dia hanya sekejap berada di penjara, tetapi begitu banyak peru
Bab 42Hari ini adalah hari pertama Risty bekerja di hotel itu dan dipertemukan dengan Akmal. Seharusnya ia senang, karena peluang itu kembali terbuka.Akmal sudah menceraikannya, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa rujuk. Risty hanya perlu mengambil hati Akmal dan membuat pria itu jatuh cinta kembali kepadanya. Setidaknya mereka sudah banyak melewati hal-hal yang manis sebelum Hanina hadir dan menjadi permaisuri kedua Akmal.Hanina.Risty mengepalkan tangan. Dia benar-benar benci pada wanita itu. Wanita yang awalnya ia jadikan sebagai alat, tetapi akhirnya sang suami malah berpaling darinya.Risty merasa sudah memberikan apa yang suaminya inginkan.Seorang anak, meskipun itu bukan terlahir dari rahimnya dan juga harta. Status ekonomi yang kuat, meskipun itu bukan berasal darinya.Dialah yang mengizinkan Akmal untuk menikahi Hanina, sampai akhirnya Akmal mendapatkan pencapaian seperti sekarang ini.Risty merasa pengorbanannya sudah cukup, tapi Akmal malah menceraikannya. Seumur hi
Bab 43"Apa?! Rio kecelakaan?!" Hanina yang sangat terkejut tanpa sadar berteriak, bahkan suara teriakannya mengejutkan Aqila yang berada di pangkuannya. Dia baru saja duduk di sofa setelah menekan tombol berwarna hijau di layar ponsel. Sebuah panggilan masuk dan ternyata itu berasal dari rumah sakit Medika Bakti."Betul, Bu. Pak Rio mengalami kecelakaan. Suami ibu itu kini berada di rumah sakit Medika Bakti. Beliau tengah ditangani oleh tim petugas medis. Saya harap Ibu bisa segera menyusul kemari.""Suami?!" gumam Hanina. Tubuh wanita itu seketika lemas, bahkan nyaris saja membuat genggamannya pada ponsel terlepas. Otaknya berusaha mencerna ucapan dari seseorang yang mengaku sebagai petugas rumah sakit itu, yang kini tengah memegang ponsel dan mungkin benda-benda berharga milik Rio."Sepertinya ada kesalahpahaman disini," gumam Hanina lagi. Dia pun bangkit dari tempat duduknya."Ma, aku titip Aqila lagi ya. Aku harus segera ke rumah sakit," pinta Hanina. Untung saja Liani muncul te
Bab 44 Dulu mereka memang biasa berpegangan tangan, bahkan Rio juga terbiasa mengusap kepalanya. Hanya sekedar itu. Keduanya memang berteman baik, bahkan seperti saudara, sebelum akhirnya Rio menyatakan cintanya tepat di malam pernikahan Hanina dengan Akmal Hanina memilih menjauh ketika ponselnya berdering. Perempuan itu sesaat termangu menatap layar. Ya, itu panggilan video dari suaminya. "Ya Mas, ada apa?" tanya Hanina setelah ia keluar dari ruang IGD. "Kamu di mana?" Tampak kening Akmal berkerut, karena mungkin ia melihat pemandangan yang tidak biasanya. Bukankah di jam segini biasanya Hanina tengah bermain bersama putri kecil mereka? "Aku di rumah sakit, Mas...." "Di rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit? Aqila?!" Pertanyaan Akmal beruntun. Wajah pria itu terlihat sangat serius. "Bukan. Itu, si Rio tadi mengalami kecelakaan. Berhubung dia tidak punya siapa-siapa, jadi aku putuskan untuk menyusul ke rumah sakit, karena pihak rumah sakit menghubungi kami. Aqila sama
Bab 115" Nah tuh, bener kan? Sudah ada embrio rupanya. Selamat ya, Bu. Ibu positif mengandung. Usia kandungannya sudah 6 minggu," ujar dokter kandungan perempuan yang bernama Herlina itu.Percintaan panasnya dengan Akmal malam itu ternyata membuahkan hasil. Hanina kembali teringat dengan kejadian malam penculikannya. Seharusnya waktu itu Rio lah yang mengeksekusinya. Namun ternyata dia malah bercinta dengan Akmal. Sontak Hanina bergidik. Tak terbayangkan seandainya benih ini milik Rio. Pasti akan sangat rumit. Saat ini Rio sudah menikah dengan Risty.Perempuan itu memejamkan matanya sejenak, berusaha mencerna kejutan yang diterimanya saat ini."Terima kasih, Dok." Hanina kembali bangkit dari tempat tidur setelah selesai pemeriksaan. Dia turun dari tempat tidur di dibantu oleh seorang perawat perempuan yang dengan sigap membawanya duduk di kursi berhadapan dengan sang dokter."Saya resepkan obat anti mual dan vitamin, dikonsumsi secara rutin ya, Bu. Semoga Ibu dan dedek bayinya sehat.
Bab 114"Baru beberapa bulan yang lalu, Bu," sahut Melati sumringah. "Saya nyaman bekerja di perusahaannya Pak Irwan. Sama seperti Ibu, beliau baik dan tidak pernah menekan saya untuk ini dan itu. Namun saya di tuntut harus mendampinginya kemanapun. Ya, mirip-mirip Daisy lah. Cuma beruntungnya, Daisy itu keponakannya Pak Irwan. Jadi aman deh.""Memangnya kenapa? Bukankah mendampingi bos kemanapun itu adalah tugas seorang sekretaris?""Iya, Bu. Tapi yang tidak enaknya itu rumor yang beredar di seputar kantor tentang kedekatan kami," curhat Melati."Memangnya ada apa?" Hanina lagi-lagi merasa tertarik dengan cerita Melati. Dia melambaikan tangan pada ibunya, dan Liani yang paham segera membawa Aqila dari pangkuan Hanina."Pak Irwan itu duda. Jadinya ya.... Bu Hanina bisa membayangkan lah." Wajah sumringahnya berakhir dengan senyum kecut. Melati tak bisa mengabaikan begitu saja tatapan para perempuan di kantornya yang terlihat begitu sinis bercampur iri. Walaupun duda, tetapi Irwan meru
Bab 113"Iya." Wajah Hanina kembali dengan mode serius. "Aku akui aku memang sudah memberitahu soal kalian yang akan menikah, lagi pula aku juga tidak mau menutup-nutupi masalah ini. Aku tidak mau dia terlalu berharap sama kamu.""Aku tidak mau tahu ya, tapi yang jelas aku tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali. Aku mau kita mentaati kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankah itu juga yang kamu dan Akmal inginkan?!" tegas pria itu. "Kamu menekanku?!" Perempuan itu tersentak balas menatap Rio yang entah kenapa pagi ini tatapannya begitu dalam. "Aku tidak ingin membuatmu tertekan, tetapi apapun yang terjadi, kamu harus menangani dan bertanggung jawab. Kamu pastikan agar Dira tidak mengulangi hal yang merugikan dirinya sendiri." Rio bangkit, kemudian mundur selangkah. "Ya sudah, hanya itu yang ingin aku katakan. Sekarang aku harus pergi. Pekerjaanku hari ini sangat banyak."Hanina masih saja ternganga dengan sikap Rio yang dengan langkah cepatnya menghilang dari balik pintu kaca.
Bab 112"Adira, tapi Mas Rio menganggap kamu sebagai seorang adik, nggak lebih. Dia memang sangat baik sama kamu dan dia merasa kamu adalah saudaranya, di saat saudaranya yang lain tidak peduli. Kamu itu terlalu berharga. Ayolah Dira.... jangan seperti ini lagi ya. Kamu akan tetap memiliki cinta Mas Rio walaupun kami sudah menikah. Kamu nggak akan kehilangan Mas Rio," tutur lirih perempuan itu.Dia memang sengaja memancing dengan kata-kata adik, karena dia ingin tahu atau bagaimana tanggapan gadis itu. "Omong kosong! Kak Nina dan Mas Rio itu juga saudara angkat, tapi ternyata Mas Rio mencintai Kak Nina lebih daripada seorang adik. Kenapa itu tidak bisa berlaku kepadaku? Aku dan Kak Nina itu posisinya sama!" Gadis merengut. Bibirnya mengerucut. "Cinta itu tidak bisa memilih, Dira....""Nah bener, kan? Sebenarnya kalian memang saling mencintai, atau jangan-jangan kalian sudah ada hubungan lain di balik Kak Nina dan Mas Akmal?" tuduh gadis itu.Namun Risty menggeleng. "Enggak Dira. Aku
Bab 111Namun Rio malah menggeleng sembari memperdengarkan kekehannya. "Dia itu masih perawan, Ris. Bagaimana mungkin aku tega memerawani anak orang, terlebih adik angkatku sendiri. Dia akan menyesali seumur hidupnya.""Tapi aku pikir kamu bisa memanfaatkan...." Risty sengaja memancing atensi pria disampingnya ini."Aku bukan pria yang seperti itu. Jika aku mengetahui gadis itu masih perawan, aku tentu tidak akan mengajaknya untuk bersenang-senang. Kasihan. Lagi pula tak mungkin aku merusak adik angkatku sendiri. Dia itu gadis yang baik.""Baik katamu?! Tapi nyatanya dia ke klub malam....""Sepertinya dia ada masalah," bela Rio."Patah hati?" tebak Risty. Jemari lentiknya seketika membelai dada pria itu. "Jangan-jangan patah hati sama kamu?""Kemungkinan besar iya. Tapi aku juga tidak berani mengorek keterangan dari gadis itu. Aku hanya menyuruhnya istirahat dan jangan berpikir yang berat-berat. Setelah itu aku keluar dan pergi meninggalkan hotel. Semoga saja dia baik-baik saja di san
Bab 110"Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi aku nggak mungkin membatalkan rencanaku. Kamu itu berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik, Dira." Rio memejamkan mata sejenak, kemudian membuka keran dan membasuh wajahnya.Air dingin yang mengucur dan membasahi wajahnya sedikit mendinginkan suhu di tubuh Rio yang memanas akibat ulah Dira barusan. Setelah ia merasa lebih tenang, Rio pun keluar dari kamar mandi, lalu berjalan mendekati gadis yang tergolek di atas karpet itu. Dan dengan teramat hati-hati, Rio mengangkat tubuh Dira dan kembali merebahkan di pembaringan. Beruntung kali ini tampaknya Dira benar-benar tertidur, sehingga tidak bertingkah yang macam-macam."Kasihan kamu, Dira. Kenapa kamu harus jatuh cinta sama Mas?" keluh pria itu. Kondisi Dira membuat Rio benar-benar risau. Dia menjadi serba salah. Memang ini di luar kendalinya, tapi sebagai seorang kakak tetap saja Rio merasa bertanggung jawab dengan perasaan Dira."Ini bukan soal baik atau buruk, tetapi nyatanya Mas meman
Bab 109Waktu sudah mendekati tengah malam dan Rio masih tidak bisa tertidur lantaran juniornya yang tidak mau diajak kompromi. Berkali-kali ia menelan salivanya sembari mengerang lirih. Namun ia tak mau membangunkan Risty yang sudah lelap, walaupun jika ia meminta, perempuan itu pasti tidak akan keberatan untuk melayani kebutuhan biologisnya.Tidak.Dia sudah berjanji dalam hati untuk tidak melakukan itu, kecuali mereka sudah resmi menikah.Entah pikiran itu berasal dari mana, padahal baik Rio maupun Risty sama-sama menganut kehidupan bebas, yang berarti seks sebelum menikah bukan hal yang tabu.Akhirnya pria itu memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurny.a. Dia melepaskan lengannya dari kepala Risty dengan sangat hati-hati, lalu segera menyibak selimut dan akhirnya beringsut dari pembaringan.Setelah mengambil ponsel dari laci meja nakas, Rio keluar dari kamar, terus ke ruang tamu dan akhirnya sampai di pintu utama. Rumah ini memang tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu k
Bab 108Belum apa-apa, tapi Risty sudah berpikir ingin lari darinya. Apa sedemikian tidak berharga tawarannya, sehingga membuat Risty selalu mencari cara untuk menghindar dari berkomitmen dengannya? Pria itu seolah merasa hatinya dicubit-cubit. Akmal benar-benar beruntung dicintai dengan hebat oleh dua orang perempuan. Risty dan Hanina. Rio tak bisa membayangkan seandainya dua perempuan ini dulunya sampai akur dan memutuskan untuk tetap menjalani pernikahannya."Aku menyukaimu, Ris. Jadi tolong berhenti berpikiran suatu saat kamu akan pergi dariku. Sebuah pernikahan itu tidak mesti dengan diawali oleh cinta. Kita tidak perlu cinta untuk membuat sebuah rumah tangga. Kita hanya perlu sebuah kesepakatan.""Aku hanya mencoba untuk realistis, Mas, lagi pula kamu masih muda dan aku berpikir jika masih banyak wanita yang mau denganmu. Setelah hatimu lebih kuat dan lukamu sembuh, aku bisa pergi dari hidupmu dan kita akan kembali menjadi orang lain.""Bagaimana dengan perasaanmu? Kamu tidak
Bab 107"Ada apa sih? Kok main peluk-pelukan?" tegur Liani."Nggak ada apa-apa, Ma." Perempuan itu berdiri dan menarik sang mama untuk kembali bergabung dengan mereka. Liani memang terlambat sedikit masuk ke rumah ini lantaran ia memang harus benar-benar mengantar ketiga tamunya itu sampai mobil yang membawa mereka menghilang dari pandangan. Sementara Hanina dan papanya hanya mengantar ketiga tamu itu di depan pintu utama, bahkan setelahnya Hanina mengantar Aqila masuk ke dalam kamar dan membiarkan putrinya bermain sendirian di sana."Nggak apa-apa, Ma. Papa hanya menasehati Nina." Pria itu menggeleng penuh arti. "Papa nggak mau Hanina mencintai seseorang tanpa logika. Cinta itu perlu logika. Cinta itu bukan menyakiti, tetapi membahagiakan. Jika cinta tidak bisa lagi membahagiakan, berarti bukan cinta yang salah, tetapi cara kamu mencintai seseorang itu yang salah. Kamu berhak untuk bahagia dengan cara kamu sendiri.""Aku merasa Papa seperti kembali muda," komentar Liani setelah mende