Bab 43"Apa?! Rio kecelakaan?!" Hanina yang sangat terkejut tanpa sadar berteriak, bahkan suara teriakannya mengejutkan Aqila yang berada di pangkuannya. Dia baru saja duduk di sofa setelah menekan tombol berwarna hijau di layar ponsel. Sebuah panggilan masuk dan ternyata itu berasal dari rumah sakit Medika Bakti."Betul, Bu. Pak Rio mengalami kecelakaan. Suami ibu itu kini berada di rumah sakit Medika Bakti. Beliau tengah ditangani oleh tim petugas medis. Saya harap Ibu bisa segera menyusul kemari.""Suami?!" gumam Hanina. Tubuh wanita itu seketika lemas, bahkan nyaris saja membuat genggamannya pada ponsel terlepas. Otaknya berusaha mencerna ucapan dari seseorang yang mengaku sebagai petugas rumah sakit itu, yang kini tengah memegang ponsel dan mungkin benda-benda berharga milik Rio."Sepertinya ada kesalahpahaman disini," gumam Hanina lagi. Dia pun bangkit dari tempat duduknya."Ma, aku titip Aqila lagi ya. Aku harus segera ke rumah sakit," pinta Hanina. Untung saja Liani muncul te
Bab 44 Dulu mereka memang biasa berpegangan tangan, bahkan Rio juga terbiasa mengusap kepalanya. Hanya sekedar itu. Keduanya memang berteman baik, bahkan seperti saudara, sebelum akhirnya Rio menyatakan cintanya tepat di malam pernikahan Hanina dengan Akmal Hanina memilih menjauh ketika ponselnya berdering. Perempuan itu sesaat termangu menatap layar. Ya, itu panggilan video dari suaminya. "Ya Mas, ada apa?" tanya Hanina setelah ia keluar dari ruang IGD. "Kamu di mana?" Tampak kening Akmal berkerut, karena mungkin ia melihat pemandangan yang tidak biasanya. Bukankah di jam segini biasanya Hanina tengah bermain bersama putri kecil mereka? "Aku di rumah sakit, Mas...." "Di rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit? Aqila?!" Pertanyaan Akmal beruntun. Wajah pria itu terlihat sangat serius. "Bukan. Itu, si Rio tadi mengalami kecelakaan. Berhubung dia tidak punya siapa-siapa, jadi aku putuskan untuk menyusul ke rumah sakit, karena pihak rumah sakit menghubungi kami. Aqila sama
Bab 45"Apa yang kamu inginkan, Risty? Aku tidak menyuruh membuat kopi!" sembur pria itu menatap tajam mantan istrinya. "Jika yang kamu inginkan adalah perhatian dariku, kamu nggak akan mendapatkannya. Apa yang sudah terjadi pada kita itu sudah berakhir.""Apa nggak bisa dilanjutkan, Mas?" Wanita itu maju beberapa langkah sembari tangannya mengibas, memberi isyarat Alfian untuk segera keluar dari ruang kerja ini. Sungguh tidak tahu diri. Perempuan itu jabatannya hanya home skeeping dan dia dengan lancang mengusir asisten pribadi seorang manajer."Kelakuan kamu itu yang membuatku terpaksa untuk menentukan pilihan. Jadi jangan salahkan siapapun." Pria itu kembali duduk tanpa menghabiskan kopi yang baru beberapa teguk masuk tenggorokannya. Akmal justru mengambil sebotol air mineral yang memang sudah tersedia di mejanya, kemudian membasuh rasa manis berlebihan di tenggorokannya dengan air putih, sehingga tenggorokannya menjadi lebih nyaman sekarang."Beri aku kesempatan untuk memperbaiki
Bab 46Rio membuka matanya perlahan. Dia mengerjap beberapa kali sampai menemukan dirinya menatap langit-langit ruangan yang berwarna biru muda. Namun pandangannya seketika teralih menatap sosok perempuan yang duduk tak jauh dari tempatnya berbaring."Na, kamu di sini?" Bibir pria itu bergetar, menahan rasa haus yang tiba-tiba saja terasa mencekik tenggorokannya."Maaf Mas, aku bukan Kak Hanina, tapi Dira." Bibir Adira seketika bergetar menyadari jika pria di hadapannya ini menyebut nama Hanina yang beberapa detik kemudian Dira sadari jika ternyata sedalam itu Rio mencintai kakak angkatnya.Dira bukan tidak tahu bagaimana perasaan Rio, karena sebagai seorang gadis, ia pun menyadari tatapan Rio kepada kakak angkatnya itu tak biasa. Sebagai seorang adik angkat yang telah lama bergaul dengan Hanina, Dira juga mengenal Rio cukup dekat."Dira...." Pria itu seketika menyadari. Dia pun kembali mengerjapkan mata dan setelah pandangannya cukup terang, dia menatap gadis itu dengan tatapan sayu.
Bab 47Mereka bertemu di bandara. Melati dan sekretaris Irwan yang bernama Daisy itu segera mengatur perjalanan keduanya. Hanina dan Irwan memilih kelas bisnis, sementara Daisy dan Melati memilih kelas ekonomi."Kenapa Pak Akmal malah memilih bekerja di hotel? di luar kota pula. Katanya tadi mau bikin perusahaan. Emangnya nggak jadi?" Pertanyaan random Irwan membuka pembicaraan mereka di saat pesawat baru saja take off."Itu pilihannya, Pak. Saya hanya bisa mendukung sebagai seorang istri." Perempuan itu menyunggingkan senyum. Dia masih memangku Aqila dan menjejalkan botol dot yang berisi dengan ASI-nya itu ke mulut sang putri yang tampaknya sudah mulai mengantuk.Tidak mungkin dia menyusui langsung putrinya di hadapan seorang laki-laki yang bukan muhrim, bukan?"Tapi menjalani hubungan jarak jauh itu berat loh, Bu. Saya pernah mengalaminya dulu bersama mendiang istri dan hasilnya benar-benar berat." Pria itu menatap sang lawan bicara dengan serius. Dia memang baru mengetahui jika Han
Bab 48"Mas, kamu nggak bisa kayak gini terus! Aku sudah susah-susah masakin buat kamu. Masa kamu tolak sih? Sekali-sekali lah makan masakanku, bukan cuma masakan Hanina terus, lagi pula sekarang Hanina udah nggak bisa masakin buat kamu lagi, kan?""Aku nggak ada hubungan apa-apa sama kamu, jadi sebaiknya kamu bawa kembali hasil masakan kamu ini. Aku masih sanggup membeli makanan apapun yang kuinginkan," ujar Akmal dingin. Dia meletakkan kotak berisi makanan itu ke tangan mantan istrinya.Akhir-akhir ini mantan istrinya itu memang menunjukkan perhatian yang berlebih, dan itu membuat Akmal merasa muak. Mungkin jika dulu ia pasti akan merasa sangat senang, karena ia sadar betul Risty bukan orang yang pandai memasak. Dia hanya pandai bersolek dan mempercantik diri. Berbeda dengan Hanina yang begitu terampil melayaninya. Bukan cuma di kasur, tetapi juga di dapur dan sumur. Meski ada bi Wati yang mengurus rumah mereka, tetapi Hanina selalu menyiapkan sarapan pagi dan menyiapkan pakaian k
Bab 49Dari sekilas saja Akmal sudah mengenali pria itu. Pria yang pernah terlibat pertemuan dengannya. Dia adalah seorang manajer di salah satu perusahaan penyuplai bahan baku untuk produk yang dihasilkan oleh PT Hanina Indo Textile."Irwan," gumam pria itu seraya mempercepat langkahnya. Dadanya berdegup kencang seperti ditabuh genderang bertalu-talu."Loh, Mas." Perempuan itu menoleh. Dia bahkan sontak berdiri dan membalikkan tubuh menghadap sang suami yang kini sudah berdiri di dekat meja tempatnya makan bersama dengan Irwan."Syukurlah kita bisa bertemu, Mas. Aku sudah berkali-kali menghubungimu sejak kemarin, tapi kamu nggak bisa dihubungi." Perempuan itu menatap sang suami penuh tanda tanya."Aku tidak bisa dihubungi?!' Akmal sangat terkejut. Dia tanpa sadar merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel. "Ponselku selalu aktif, Nin. Kamu jangan mengada-ngada!""Benar Mas, belakang ini kamu sangat sulit dihubungi, apalagi jika malam hari. Apa kamu sesibuk itu?""Sumpah Nin. Aku
Bab 50"Oh... jadi ini yang buat kamu betah tinggal di sini, sampai lupa menghubungi anak dan istrimu yang konon katanya ingin kamu pertahankan ?!" Sebelah tangan Hanina yang tidak dia gunakan untuk memangku Aqila mengepal tanpa sadar. Dia menatap tajam sang suami dengan perasaan yang sangat kecewa.Kebohongan apa lagi yang sedang Akmal ciptakan? Hanina menunggu Akmal seperti orang bodoh, berharap pria itu mau berubah dengan tidak lagi bergantung kepadanya. Namun nyatanya Akmal malah bersama dengan istri pertamanya di sini.Tapi tunggu! Bukankah harusnya perempuan itu berada di dalam sel tahanan lantaran kasus kemarin? Masa iya sekarang sudah berada di sini? Apa Akmal yang menebus perempuan itu?Tapi bukankah Akmal sudah berjanji untuk tidak memberi bantuan apapun terhadap Risty, bahkan sudah menalak perempuan itu?"Nin... ini tidak seperti yang kamu lihat. Risty memang bekerja di sini, tapi bukan aku yang merekrutnya. Tiba-tiba saja dia masuk dan bergabung dengan hotel ini. Aku ngga
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P
Bab 140Dengan berat hati, Adira memberikan alamatnya di Jakarta. Kali ini ia tidak punya pilihan, meski perasaannya semakin resah, tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan orang tuanya nanti seandainya ibunya Reza benar-benar datang ke rumahnya.Dia tidak kuasa membayangkan kemarahan bapak dan ibunya.Namun menilik dari sikap yang ditunjukkan oleh perempuan tua itu, sepertinya Kartika memang serius. Ibunda dari Reza itu kini sedang menelpon seseorang dan terlibat pembicaraan serius. Bahkan Dira mendengar namanya dan Reza disebut-sebut dalam pembicaraan mereka.Apa yang sedang direncanakan oleh perempuan tua itu?"Baiklah. Sekarang Mama pamit dulu. Dan ingat Reza, jangan macam-macam dengan anak gadis orang selama kamu belum bisa menghalalkannya," pesan Kartika yang iringi anggukan oleh Reza."Iya Ma. Jangan khawatir. Aku bukan pria rendahan yang suka mengumbar hawa nafsuku pada sembarang wanita," sahut Reza menimpali."Kecuali pada gadis ini, kan?" balas Kartika seraya mendengus. Seb
Bab 139Perempuan bernama Kartika itu menatap Adira dari atas ke bawah. "Jadi kamu yang bernama Adira?!""Iya Tante, maaf." Adira seolah kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka jika ternyata ibunda dari Reza ini pagi-pagi sudah sampai di apartemen ini. Apakah Sonya sudah bercerita tentang mereka? Mengapa Sonya bercerita secepat itu? Padahal mereka baru saja bertemu kemarin siang. "Sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" Tentu saja perempuan tua itu langsung mengira hal yang tidak-tidak. Saat ini Adira hanya mengenakan celana pendek dengan atasan gaun tanpa lengan, itu pun dari bahan kain yang cenderung menerawang. Adira pun tidak menyadari penampilannya ini karena saat keluar kamar pertama kali usai bangun tidur, dia lupa jika di apartemennya ini ada seorang lelaki dewasa yang berpotensi akan terangsang saat melihat penampilannya yang seksi.Gadis itu meringis saat menyadari penampilannya. Pantas saja tatapan Reza saat ia memasak tadi begitu berbeda. "Ya Tuhan, aku terlihat beg
Bab 138"Malam ini Papa ingin mengunjungimu, Nak. Jangan marah ya," ucap Akmal dalam hati saat ia memulai penyatuan mereka. Hanina memekik tertahan ketika merasakan liang surgawinya yang terasa penuh. Seperti biasa, Akmal memang seperti itu. Dan kali ini pria itu begitu kuat, menghentak di atas tubuhnya.Dia tak munafik. Salah satu alasan yang membuat dia bertahan selama ini adalah karena permainan Akmal di tempat tidur. Sentuhannya, caranya mendamba, serta saat dia meracau nikmat, semua itu membuatnya tak bisa move on, walaupun sudah bertahun-tahun mereka berpisah. Nyatanya Akmal memang sedahsyat itu di atas pembaringan. Jadi tidak heran jika ia dengan mudah hamil Aqila sebulan setelah mereka menikah. Dan hal itu pula yang membuat Sierra begitu tergila-gila dan penasaran karena mendengar cerita Risty tentang Akmal yang begitu luar biasa jika tengah berada di tempat tidur.Satu pelajaran yang membuat semua orang harusnya tahu jika urusan tempat tidur adalah rahasia rumah tangga yang
Bab 137"Lumayan, tapi opening stand Hanina Collection tadi cukup ramai. Para jamaahnya Ustadz Zubair juga terlihat antusias mungkin mereka senang karena mendapatkan barang sekelas butik dengan harga kaki lima." Perempuan itu terkekeh-kekeh mengenang keseruan tadi sore. Dia memang sangat menikmati berinteraksi dengan para jamaahnya Ustadz Zubair yang ramah-ramah. Berasa mendapatkan teman baru saja! "Emak-emak memang begitu. Termasuk aku sendiri. Memangnya siapa sih yang nggak mau dapat barang berkualitas dengan harga murah?"Akmal langsung tepuk jidat. Dia melirik Aqila yang kini sudah berbaring di tempat tidur, berharap semoga saja pembicaraan mereka tidak membuat tidur putrinya terganggu. Aqila tidur di dalam gendongannya saat mereka akan menuju kemari, sehingga Akmal langsung merebahkan putrinya di pembaringan, sementara Hanina menaruh tasnya di atas meja nakas."Para perempuan memang selalu begitu, dan aku nggak masalah, Sayang. Lagi pula kecintaan kamu pada dunia fashion akhirn