Bab 50"Oh... jadi ini yang buat kamu betah tinggal di sini, sampai lupa menghubungi anak dan istrimu yang konon katanya ingin kamu pertahankan ?!" Sebelah tangan Hanina yang tidak dia gunakan untuk memangku Aqila mengepal tanpa sadar. Dia menatap tajam sang suami dengan perasaan yang sangat kecewa.Kebohongan apa lagi yang sedang Akmal ciptakan? Hanina menunggu Akmal seperti orang bodoh, berharap pria itu mau berubah dengan tidak lagi bergantung kepadanya. Namun nyatanya Akmal malah bersama dengan istri pertamanya di sini.Tapi tunggu! Bukankah harusnya perempuan itu berada di dalam sel tahanan lantaran kasus kemarin? Masa iya sekarang sudah berada di sini? Apa Akmal yang menebus perempuan itu?Tapi bukankah Akmal sudah berjanji untuk tidak memberi bantuan apapun terhadap Risty, bahkan sudah menalak perempuan itu?"Nin... ini tidak seperti yang kamu lihat. Risty memang bekerja di sini, tapi bukan aku yang merekrutnya. Tiba-tiba saja dia masuk dan bergabung dengan hotel ini. Aku ngga
Bab 51Akmal melangkah lebar menyusul sang istri. Dia masih menggendong Aqila. Rasa rindu membuatnya seolah tak ingin lepas dari putri mungilnya.Dia sudah menanti kesempatan ini. Sebulan mereka terpisah dan Akmal hanya bisa memendam rindunya. Terkadang Akmal berpikir, apakah Hanina tidak merindukannya, atau jangan-jangan peristiwa malam itu membuat Hanina kehilangan rasa cinta kepadanya? Pria itu memejamkan matanya sejenak, lalu membukanya kembali saat mereka berhenti di depan pintu kamar yang sudah di reservasi oleh Hanina.Semua terasa begitu rumit. Dia dan Hanina merasa bahwa ponselnya baik-baik saja, tetapi nyatanya komunikasi di antara mereka tidak berlangsung baik. Keduanya saling mengklaim tetap berusaha untuk saling menghubungi demi putri kecil mereka. Lalu, siapa yang bermain di balik semua ini?Apakah ada orang-orang di dekatnya yang menjadi pengkhianat?Pikiran Akmal seketika menerawang. Dia teringat Rio yang kini malah menjadi rivalnya. Rio yang semula tak lagi menjadi
Bab 52"Meski aku tahu jika hal ini seperti sebuah keniscayaan. Aku sadar diri kok.""Bantu aku untuk mencintaimu, Sayang. Aku tahu kenapa kamu bertahan dan aku pun tahu jika aku bertahan denganmu karena Aqila." Akmal terus melanjutkan aksinya. Dia membelai kepala perempuan itu, meski kepala Hanina masih dilapisi oleh kerudung. Tapi itu tidak untuk menuntaskan rasa rindunya pada ibu dari putrinya ini.Dia tidak berbohong. Dia merindukan Hanina, meski bukan berarti dia bisa menerima Hanina sepenuhnya dengan rasa cinta yang seratus persen."Dan juga uangku," timpal Hanina."Maaf, Sayang." Wajah laki-laki itu seketika merah padam"Barangkali benar kata Rio, jika aku memang tidak punya modal saat menikahimu, padahal aku berharap banyak jika dalam pernikahan ini bisa menghasilkan seorang anak yang aku tunggu kehadirannya sejak lama."Hanina terdiam. Dia masih membiarkan Akmal memeluknya. Hanya sebatas itu. Sampai saat ini mereka memang tidak pernah melakukan kegiatan hubungan suami istri
Bab 53"Tetaplah di kamar ini. Aku yang akan menemui Pak Irwan, dan bilang jika kamu butuh istirahat." Pria itu tiba-tiba bangkit dari tempat duduk dengan rahang yang sedikit mengetat. Betapa menyeramkan jika wajahnya sudah seperti itu, bahkan Hanina saja sampai bergidik."Mas, kamu itu bukan lagi CEO di perusahaan, dan kamu nggak berhak. Pak Irwan itu klienku, bukan klienmu." Hanina protes. Hari ini suaminya benar-benar kelewatan. Masa iya hanya sekedar menemui Pak Irwan dan berbasa-basi sebentar dengannya, Akmal melarang?"Tapi aku suami kamu, Nin. Kamu itu apa nggak sadar sih, jika sikap dan tatapan pria itu begitu berbeda? Dia itu minta pamit hanya untuk menarik perhatian kamu." Pria itu membuang nafasnya dalam-dalam. Seketika dia kembali teringat kejadian saat ia menemukan Hanina dan Irwan tengah makan bersama. Atensi pria itu begitu berbeda, tidak lagi mencerminkan profesionalitas sebagai seorang klien. Apa yang dilakukan oleh Irwan sungguh sangat intim. Tatapan pria itu kepada
Bab 54"Menginaplah beberapa hari, Sayang. Aku masih rindu sama Aqila." Akmal memohon. Setelah waktu berjalan selama puluhan menit, Hanina pun terbangun. Akmal menyentuh dagu perempuan itu lalu tangannya dengan cekatan melepas peniti yang mengikat hijab yang dikenakan oleh Hanina.Kini dia bisa bebas membelai helaian hitam yang berbau harum memabukkan itu. Hasratnya kembali bangkit. Namun mau tidak mau Akmal terpaksa menahan diri.Entah kapan Hanina mau melayaninya selayaknya seorang Istri. Apakah setelah surat cerainya dengan Risty terbit?"Kamu pikir aku ini pengangguran, sehingga bisa seenaknya leha-leha?" Wajah perempuan itu seketika berubah keruh."Sayang..." Pria itu meraih tangan sang istri kemudian mencium punggung tangan itu. "Apa bisa satu atau dua hari saja kamu terbebas dari pekerjaan? Kamu masih punya Melati, kan? Suruh saja dia pulang lebih dulu.""Aku harus menyelesaikan pekerjaanku di kantor, Mas. Aku harus membereskan kekacauan yang kamu buat dulu. Dampaknya sangat b
Bab 55"Dari mana kamu tahu tempat tinggalku?!" selidik pria itu. Diabaikannya sejenak rasa lelahnya, padahal sebelum sampai ke rumah ini Akmal sudah berkeinginan untuk mandi, kemudian berbaring sebentar demi melepas rasa lelah.Mantan istri pertamanya ini memang penuh kejutan. Hanya berselang beberapa hari Akmal menemukan kenyataan bahwa ternyata Risty bekerja di bawah divisinya dan ternyata sekarang Risty mengetahui tempat tinggalnya.Musibah apalagi ini?"Aku mengikuti saat kamu pulang," ujar perempuan itu dengan santainya. Dia berjalan mendekat dan bermaksud akan membantu melepaskan jas yang pria itu masih kenakan. Namun Akmal dengan kasar menipis tangan itu."Kamu nggak perlu sok perhatiin seperti ini. Kita bukan lagi suami istri. Cerita kita sudah berakhir dan aku nggak ada sangkut pautnya lagi sama kamu," tandas pria itu."Mas jangan begitu....""Sebaiknya kamu pulang, Risty. Aku nggak butuh perhatian kamu. Di rumah ini aku bisa mengurus diriku sendiri. Kamu nggak perlu sok-sok
Bab 56Namun Akmal harus menelan kekecewaan karena ternyata kantor itu sudah tutup. Ya, tentu saja, karena hari memang menjelang petang. Namun Akmal tidak kurang akal. Dia meminta alamat rumah salah seorang pengacara yang bernaung di bawah firma hukum itu, lalu pria itu segera meluncur ke sana.Dan di sinilah ia berada sekarang. Meski ini di luar jam kerja, tetapi lelaki berumur 45 tahunan itu tetap menerima kedatangan Akmal dengan sikapnya yang cukup ramah."Saya tidak tahu apa yang menyebabkan progres perceraian dengan istri pertama saya bisa seperti ini. Padahal saya sudah menyerahkan semua berkas lengkap disertai dengan bukti-bukti kuat, yang menjadi alasan saya untuk menceraikan istri pertama saya," cerita Akmal setelah ia menyeruput minuman yang disajikan oleh asisten rumah tangga pria itu.Lelaki itu bernama Thomas. Dia manggut-manggut. Sebagai seorang pengacara yang punya jam terbang cukup tinggi, dia sudah bisa menebak akar masalah yang tengah dihadapi dihadapi oleh Akmal saa
Bab 57Hanina terduduk lemas dengan tubuh bersandar di dinding tembok dekat dengan pintu utama rumah ini. Dia mendengar suara Rio yang tengah bercakap dengan seseorang yang berada di ujung telepon. Entah siapa orangnya. Meski Hanina bisa mendengar ucapan Rio dengan cukup jelas, tetapi Hanina tidak bisa mendengar lawan bicara Rio, karena Rio tidak menghidupkan loudspeaker.Pantas saja ia merasa berat hati tatkala Akmal minta untuk bekerja di luar kota, menerima tawaran Om Danu tempo hari. Ternyata ini penyebabnya. Naluri seorang istri memang tidak salah. Meski dia hanya istri kedua, tetapi cintanya pada akmal tidak luntur, tanpa menepis kenyataan jika Akmal sudah membohonginya sepanjang usia pernikahan mereka."Kamu keterlaluan, Rio! Seniat itu kamu ingin memisahkan aku dengan Mas Akmal, padahal kamu tahu Mas Akmal itu duniaku! Dia adalah papa bagi putriku. Kalau kamu ingin menjadi papanya Aqila, silahkan saja. Tapi caranya tidak begini." Air matanya menetes begitu saja, menderas hingg
Bab 115" Nah tuh, bener kan? Sudah ada embrio rupanya. Selamat ya, Bu. Ibu positif mengandung. Usia kandungannya sudah 6 minggu," ujar dokter kandungan perempuan yang bernama Herlina itu.Percintaan panasnya dengan Akmal malam itu ternyata membuahkan hasil. Hanina kembali teringat dengan kejadian malam penculikannya. Seharusnya waktu itu Rio lah yang mengeksekusinya. Namun ternyata dia malah bercinta dengan Akmal. Sontak Hanina bergidik. Tak terbayangkan seandainya benih ini milik Rio. Pasti akan sangat rumit. Saat ini Rio sudah menikah dengan Risty.Perempuan itu memejamkan matanya sejenak, berusaha mencerna kejutan yang diterimanya saat ini."Terima kasih, Dok." Hanina kembali bangkit dari tempat tidur setelah selesai pemeriksaan. Dia turun dari tempat tidur di dibantu oleh seorang perawat perempuan yang dengan sigap membawanya duduk di kursi berhadapan dengan sang dokter."Saya resepkan obat anti mual dan vitamin, dikonsumsi secara rutin ya, Bu. Semoga Ibu dan dedek bayinya sehat.
Bab 114"Baru beberapa bulan yang lalu, Bu," sahut Melati sumringah. "Saya nyaman bekerja di perusahaannya Pak Irwan. Sama seperti Ibu, beliau baik dan tidak pernah menekan saya untuk ini dan itu. Namun saya di tuntut harus mendampinginya kemanapun. Ya, mirip-mirip Daisy lah. Cuma beruntungnya, Daisy itu keponakannya Pak Irwan. Jadi aman deh.""Memangnya kenapa? Bukankah mendampingi bos kemanapun itu adalah tugas seorang sekretaris?""Iya, Bu. Tapi yang tidak enaknya itu rumor yang beredar di seputar kantor tentang kedekatan kami," curhat Melati."Memangnya ada apa?" Hanina lagi-lagi merasa tertarik dengan cerita Melati. Dia melambaikan tangan pada ibunya, dan Liani yang paham segera membawa Aqila dari pangkuan Hanina."Pak Irwan itu duda. Jadinya ya.... Bu Hanina bisa membayangkan lah." Wajah sumringahnya berakhir dengan senyum kecut. Melati tak bisa mengabaikan begitu saja tatapan para perempuan di kantornya yang terlihat begitu sinis bercampur iri. Walaupun duda, tetapi Irwan meru
Bab 113"Iya." Wajah Hanina kembali dengan mode serius. "Aku akui aku memang sudah memberitahu soal kalian yang akan menikah, lagi pula aku juga tidak mau menutup-nutupi masalah ini. Aku tidak mau dia terlalu berharap sama kamu.""Aku tidak mau tahu ya, tapi yang jelas aku tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali. Aku mau kita mentaati kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankah itu juga yang kamu dan Akmal inginkan?!" tegas pria itu. "Kamu menekanku?!" Perempuan itu tersentak balas menatap Rio yang entah kenapa pagi ini tatapannya begitu dalam. "Aku tidak ingin membuatmu tertekan, tetapi apapun yang terjadi, kamu harus menangani dan bertanggung jawab. Kamu pastikan agar Dira tidak mengulangi hal yang merugikan dirinya sendiri." Rio bangkit, kemudian mundur selangkah. "Ya sudah, hanya itu yang ingin aku katakan. Sekarang aku harus pergi. Pekerjaanku hari ini sangat banyak."Hanina masih saja ternganga dengan sikap Rio yang dengan langkah cepatnya menghilang dari balik pintu kaca.
Bab 112"Adira, tapi Mas Rio menganggap kamu sebagai seorang adik, nggak lebih. Dia memang sangat baik sama kamu dan dia merasa kamu adalah saudaranya, di saat saudaranya yang lain tidak peduli. Kamu itu terlalu berharga. Ayolah Dira.... jangan seperti ini lagi ya. Kamu akan tetap memiliki cinta Mas Rio walaupun kami sudah menikah. Kamu nggak akan kehilangan Mas Rio," tutur lirih perempuan itu.Dia memang sengaja memancing dengan kata-kata adik, karena dia ingin tahu atau bagaimana tanggapan gadis itu. "Omong kosong! Kak Nina dan Mas Rio itu juga saudara angkat, tapi ternyata Mas Rio mencintai Kak Nina lebih daripada seorang adik. Kenapa itu tidak bisa berlaku kepadaku? Aku dan Kak Nina itu posisinya sama!" Gadis merengut. Bibirnya mengerucut. "Cinta itu tidak bisa memilih, Dira....""Nah bener, kan? Sebenarnya kalian memang saling mencintai, atau jangan-jangan kalian sudah ada hubungan lain di balik Kak Nina dan Mas Akmal?" tuduh gadis itu.Namun Risty menggeleng. "Enggak Dira. Aku
Bab 111Namun Rio malah menggeleng sembari memperdengarkan kekehannya. "Dia itu masih perawan, Ris. Bagaimana mungkin aku tega memerawani anak orang, terlebih adik angkatku sendiri. Dia akan menyesali seumur hidupnya.""Tapi aku pikir kamu bisa memanfaatkan...." Risty sengaja memancing atensi pria disampingnya ini."Aku bukan pria yang seperti itu. Jika aku mengetahui gadis itu masih perawan, aku tentu tidak akan mengajaknya untuk bersenang-senang. Kasihan. Lagi pula tak mungkin aku merusak adik angkatku sendiri. Dia itu gadis yang baik.""Baik katamu?! Tapi nyatanya dia ke klub malam....""Sepertinya dia ada masalah," bela Rio."Patah hati?" tebak Risty. Jemari lentiknya seketika membelai dada pria itu. "Jangan-jangan patah hati sama kamu?""Kemungkinan besar iya. Tapi aku juga tidak berani mengorek keterangan dari gadis itu. Aku hanya menyuruhnya istirahat dan jangan berpikir yang berat-berat. Setelah itu aku keluar dan pergi meninggalkan hotel. Semoga saja dia baik-baik saja di san
Bab 110"Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi aku nggak mungkin membatalkan rencanaku. Kamu itu berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik, Dira." Rio memejamkan mata sejenak, kemudian membuka keran dan membasuh wajahnya.Air dingin yang mengucur dan membasahi wajahnya sedikit mendinginkan suhu di tubuh Rio yang memanas akibat ulah Dira barusan. Setelah ia merasa lebih tenang, Rio pun keluar dari kamar mandi, lalu berjalan mendekati gadis yang tergolek di atas karpet itu. Dan dengan teramat hati-hati, Rio mengangkat tubuh Dira dan kembali merebahkan di pembaringan. Beruntung kali ini tampaknya Dira benar-benar tertidur, sehingga tidak bertingkah yang macam-macam."Kasihan kamu, Dira. Kenapa kamu harus jatuh cinta sama Mas?" keluh pria itu. Kondisi Dira membuat Rio benar-benar risau. Dia menjadi serba salah. Memang ini di luar kendalinya, tapi sebagai seorang kakak tetap saja Rio merasa bertanggung jawab dengan perasaan Dira."Ini bukan soal baik atau buruk, tetapi nyatanya Mas meman
Bab 109Waktu sudah mendekati tengah malam dan Rio masih tidak bisa tertidur lantaran juniornya yang tidak mau diajak kompromi. Berkali-kali ia menelan salivanya sembari mengerang lirih. Namun ia tak mau membangunkan Risty yang sudah lelap, walaupun jika ia meminta, perempuan itu pasti tidak akan keberatan untuk melayani kebutuhan biologisnya.Tidak.Dia sudah berjanji dalam hati untuk tidak melakukan itu, kecuali mereka sudah resmi menikah.Entah pikiran itu berasal dari mana, padahal baik Rio maupun Risty sama-sama menganut kehidupan bebas, yang berarti seks sebelum menikah bukan hal yang tabu.Akhirnya pria itu memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurny.a. Dia melepaskan lengannya dari kepala Risty dengan sangat hati-hati, lalu segera menyibak selimut dan akhirnya beringsut dari pembaringan.Setelah mengambil ponsel dari laci meja nakas, Rio keluar dari kamar, terus ke ruang tamu dan akhirnya sampai di pintu utama. Rumah ini memang tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu k
Bab 108Belum apa-apa, tapi Risty sudah berpikir ingin lari darinya. Apa sedemikian tidak berharga tawarannya, sehingga membuat Risty selalu mencari cara untuk menghindar dari berkomitmen dengannya? Pria itu seolah merasa hatinya dicubit-cubit. Akmal benar-benar beruntung dicintai dengan hebat oleh dua orang perempuan. Risty dan Hanina. Rio tak bisa membayangkan seandainya dua perempuan ini dulunya sampai akur dan memutuskan untuk tetap menjalani pernikahannya."Aku menyukaimu, Ris. Jadi tolong berhenti berpikiran suatu saat kamu akan pergi dariku. Sebuah pernikahan itu tidak mesti dengan diawali oleh cinta. Kita tidak perlu cinta untuk membuat sebuah rumah tangga. Kita hanya perlu sebuah kesepakatan.""Aku hanya mencoba untuk realistis, Mas, lagi pula kamu masih muda dan aku berpikir jika masih banyak wanita yang mau denganmu. Setelah hatimu lebih kuat dan lukamu sembuh, aku bisa pergi dari hidupmu dan kita akan kembali menjadi orang lain.""Bagaimana dengan perasaanmu? Kamu tidak
Bab 107"Ada apa sih? Kok main peluk-pelukan?" tegur Liani."Nggak ada apa-apa, Ma." Perempuan itu berdiri dan menarik sang mama untuk kembali bergabung dengan mereka. Liani memang terlambat sedikit masuk ke rumah ini lantaran ia memang harus benar-benar mengantar ketiga tamunya itu sampai mobil yang membawa mereka menghilang dari pandangan. Sementara Hanina dan papanya hanya mengantar ketiga tamu itu di depan pintu utama, bahkan setelahnya Hanina mengantar Aqila masuk ke dalam kamar dan membiarkan putrinya bermain sendirian di sana."Nggak apa-apa, Ma. Papa hanya menasehati Nina." Pria itu menggeleng penuh arti. "Papa nggak mau Hanina mencintai seseorang tanpa logika. Cinta itu perlu logika. Cinta itu bukan menyakiti, tetapi membahagiakan. Jika cinta tidak bisa lagi membahagiakan, berarti bukan cinta yang salah, tetapi cara kamu mencintai seseorang itu yang salah. Kamu berhak untuk bahagia dengan cara kamu sendiri.""Aku merasa Papa seperti kembali muda," komentar Liani setelah mende