Bab 56Namun Akmal harus menelan kekecewaan karena ternyata kantor itu sudah tutup. Ya, tentu saja, karena hari memang menjelang petang. Namun Akmal tidak kurang akal. Dia meminta alamat rumah salah seorang pengacara yang bernaung di bawah firma hukum itu, lalu pria itu segera meluncur ke sana.Dan di sinilah ia berada sekarang. Meski ini di luar jam kerja, tetapi lelaki berumur 45 tahunan itu tetap menerima kedatangan Akmal dengan sikapnya yang cukup ramah."Saya tidak tahu apa yang menyebabkan progres perceraian dengan istri pertama saya bisa seperti ini. Padahal saya sudah menyerahkan semua berkas lengkap disertai dengan bukti-bukti kuat, yang menjadi alasan saya untuk menceraikan istri pertama saya," cerita Akmal setelah ia menyeruput minuman yang disajikan oleh asisten rumah tangga pria itu.Lelaki itu bernama Thomas. Dia manggut-manggut. Sebagai seorang pengacara yang punya jam terbang cukup tinggi, dia sudah bisa menebak akar masalah yang tengah dihadapi dihadapi oleh Akmal saa
Bab 57Hanina terduduk lemas dengan tubuh bersandar di dinding tembok dekat dengan pintu utama rumah ini. Dia mendengar suara Rio yang tengah bercakap dengan seseorang yang berada di ujung telepon. Entah siapa orangnya. Meski Hanina bisa mendengar ucapan Rio dengan cukup jelas, tetapi Hanina tidak bisa mendengar lawan bicara Rio, karena Rio tidak menghidupkan loudspeaker.Pantas saja ia merasa berat hati tatkala Akmal minta untuk bekerja di luar kota, menerima tawaran Om Danu tempo hari. Ternyata ini penyebabnya. Naluri seorang istri memang tidak salah. Meski dia hanya istri kedua, tetapi cintanya pada akmal tidak luntur, tanpa menepis kenyataan jika Akmal sudah membohonginya sepanjang usia pernikahan mereka."Kamu keterlaluan, Rio! Seniat itu kamu ingin memisahkan aku dengan Mas Akmal, padahal kamu tahu Mas Akmal itu duniaku! Dia adalah papa bagi putriku. Kalau kamu ingin menjadi papanya Aqila, silahkan saja. Tapi caranya tidak begini." Air matanya menetes begitu saja, menderas hingg
Bab 58 Namun Rio menggeleng. "Tidak. Semua itu murni berasal dari Om Danu. Aku hanya memanfaatkan situasi yang ada. Kebetulan saja suamimu menerima tawaran Om Danu. Seandainya suamimu tidak menerima tawaran Om Danu, mungkin aku akan memikirkan cara lain," ujar Rio. "Aku kecewa sama kamu, Rio. Aku sudah bercerita banyak hal sama kamu, tapi kamu sama sekali nggak bisa memahaminya. Kamu nggak ngerti perasaanku." Dia pun bangkit, lalu segera berjalan menuju pintu. "Tunggu, Na. Tunggu!" Lagi-lagi Rio menjalankan roda kursinya dengan kedua tangannya. Namun bagaimanapun cepatnya ia berusaha menjalankan kursi rodanya, tetap saja langkah Hanina lebih cepat. Saat ia sudah kembali berada di teras, perempuan itu sudah lenyap dari pandangannya. Rio mendesah kecewa. dia meraup wajahnya kasar, lalu mengacak-acak rambutnya sendiri, menutupi ketidakberdayaannya. Sekarang hubungannya dengan Hanina semakin memburuk, padahal seharusnya momen kecelakaan ini bisa ia gunakan untuk kembali mendekati Han
Bab 59Namun setelah memikirkan berulang kali, Akmal memilih untuk diam. Lagi pula urusan video itu sama sekali tidak berpengaruh baginya, karena Hanina seakan juga tidak peduli. Komunikasi dengan Hanina masih berjalan lancar dan Akmal berusaha menutupi semua itu dari pengetahuan orang-orang. Setiap ia menelpon istri keduanya, selalu saja saat ia berada di rumah.Risty masih saja sering berkunjung ke rumahnya, tetapi Akmal selalu punya cara yang baik untuk mengusir perempuan itu tanpa membuat Risty merasa diusir.Seperti sore ini, di saat Risty memaksa untuk ikut pulang bersama dengan mobilnya. Akmal justru menuruti. Dia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, singgah sebentar di warung makan, lalu meluncur menuju kediaman perempuan itu."Kamu tidak suka aku berada di rumahmu?" tebak perempuan itu. Mereka kini sudah berada di depan bangunan besar tempat Risty tinggal."Aku sudah mengatakan itu berulang kali, dengan cara yang baik, juga dengan cara yang tidak baik. Akan tetapi kamu se
Bab 60"Menurutmu, jika sudah sampai sejauh ini, apa yang harus aku lakukan?" bisik Akmal. Suasana di ruang sidang ini cukup ramai. Sidang memang akan segera dimulai dengan agenda putusan hakim. Hari ini juga mereka akan resmi bercerai, sementara surat cerainya akan segera diberikan setelah penggugat dan tergugat melengkapi semua dokumen yang diperlukan."Aku tidak menyangka kamu seserius ini. Kenapa kamu bersikeras menceraikanku? Apa kurangku, Mas? Kenapa selalu saja Hanina yang menjadi prioritasmu? Padahal dia cuma istri kedua." Risty menyahut sembari berbisik pula."Dia istri keduaku, tapi tidak bertingkah macam-macam seperti kamu.""Dia sudah mendepakmu dari perusahaan, menarik akses keuangan rumah tangga kalian, dan....""Semua itu miliknya dan dia berhak mengambil kembali," tegas Akmal memotong. "Kita nggak perlu bahas itu. Sekarang fokus pada perceraian kita saja."Sidang segera dimulai dan akhirnya Risty bisa diam. Akmal menghela nafas. Dia mendengar dengan cermat kalimat yan
Bab 61"Kurang ajar! Kenapa aku tidak mengantisipasi hal itu?!" Akmal mengumpat. Dia melemparkan ponsel ke tempat tidur, kemudian segera menghampiri istrinya. Di bawanya sang istri masuk ke dalam pelukannya."Mas minta maaf, Sayang. Mas juga nggak nyangka kejadiannya kayak gini. Mas pikir mereka akan berhenti berbuat onar lantaran sudah gagal membuat Mas dan Risty kembali rujuk. Tapi ternyata...." Pria itu mengusap wajahnya kasar, lalu mengeratkan kembali pelukannya pada sang istri."Aku nggak tahu harus bilang apa, Mas. Sekarang aku nyerah. Aku nggak bisa lagi menutupi masalah rumah tangga kita. Papa dan Mama pasti akan tahu....""Iya, semua akan tahu. Itulah kenapa Mas minta maaf." Pria itu mendesah. Kepalanya berdenyut-denyut. Urusan ini bakalan panjang karena keluarga Darmawan pasti tidak akan tinggal diam.Dan benar saja. Ponsel Hanina kembali berdering."Kalian pulanglah kemari. Papa tunggu di rumah." Suara Darmawan sangat kentara menahan emosi.Sepasang suami istri itu kembali
Bab 62"Maaf, aku nggak bisa membela kamu di hadapan Papa. Aku sudah memberimu banyak kesempatan, Mas, tapi kamu nggak menggunakannya, dan akhirnya jadi seperti ini. Aku hargai semua usaha kamu untuk memperbaiki hubungan kita, tapi endingnya memang harus seperti ini....""Ini bukan ending," sergah Akmal. Jemari pria itu kembali membelai pipi istrinya yang basah. "Suatu saat aku akan kembali lagi sama kamu. Itu pun jika kamu masih setia menungguku.""Aku tidak tahu apa aku bisa. Sekarang Papa sudah tidak bisa lagi diajak kompromi." Isakannya masih terus terdengar, meski lamat-lamat.Keduanya kini duduk berdua di teras dengan tubuh saling berhimpitan, menyalurkan kasih sayang yang menyala di dalam dada. Akmal yang menyadari kesalahannya, dan Hanina pun yang sudah memaafkan. Namun kini hubungan keduanya harus kembali mengalami masa surut, lantaran kekecewaan seorang ayah yang tidak terima putrinya dibohongi."Tapi aku pergi untuk berjuang, Nin.""Aku tahu, tapi itu tidak akan bisa melulu
Bab 63Tiba-tiba saja rasa rindu itu kembali membuncah, bahkan serasa ingin meledak. Rasanya baru kemarin ia memeluk istrinya terakhir kali saat ia diusir oleh mertuanya. Meski Hanina menangis, tetapi ia menguatkan hati karena merasa tidak punya muka lagi untuk tinggal di sana. Dia cukup tahu diri. Dia yang salah lantaran sudah membohongi keluarga itu. Hanina mungkin masih bisa memaafkannya setelah ia memperlihatkan surat cerainya dengan Risty, tetapi tidak dengan Darmawan dan Liani. Cukup wajar memang, karena tidak ada orang tua yang akan rela anaknya dibohongi, lain cerita jika mereka menikah, dan Hanina secara sukarela bersedia dijadikan sebagai istri kedua."Iya, istrimu. Bagaimana kabarnya sekarang? Kamu nggak pernah bercerita apapun lagi tentang Hanina," sahut om Danu."Kami nggak pernah lagi saling berhubungan, Om. Aku tidak tahu kenapa Hanina tidak bisa dihubungi lagi sejak kejadian itu," keluh Akmal, mendesah pelan, lalu meraup wajahnya kasar dan akhirnya ia melepas toga di
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P
Bab 140Dengan berat hati, Adira memberikan alamatnya di Jakarta. Kali ini ia tidak punya pilihan, meski perasaannya semakin resah, tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan orang tuanya nanti seandainya ibunya Reza benar-benar datang ke rumahnya.Dia tidak kuasa membayangkan kemarahan bapak dan ibunya.Namun menilik dari sikap yang ditunjukkan oleh perempuan tua itu, sepertinya Kartika memang serius. Ibunda dari Reza itu kini sedang menelpon seseorang dan terlibat pembicaraan serius. Bahkan Dira mendengar namanya dan Reza disebut-sebut dalam pembicaraan mereka.Apa yang sedang direncanakan oleh perempuan tua itu?"Baiklah. Sekarang Mama pamit dulu. Dan ingat Reza, jangan macam-macam dengan anak gadis orang selama kamu belum bisa menghalalkannya," pesan Kartika yang iringi anggukan oleh Reza."Iya Ma. Jangan khawatir. Aku bukan pria rendahan yang suka mengumbar hawa nafsuku pada sembarang wanita," sahut Reza menimpali."Kecuali pada gadis ini, kan?" balas Kartika seraya mendengus. Seb
Bab 139Perempuan bernama Kartika itu menatap Adira dari atas ke bawah. "Jadi kamu yang bernama Adira?!""Iya Tante, maaf." Adira seolah kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka jika ternyata ibunda dari Reza ini pagi-pagi sudah sampai di apartemen ini. Apakah Sonya sudah bercerita tentang mereka? Mengapa Sonya bercerita secepat itu? Padahal mereka baru saja bertemu kemarin siang. "Sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" Tentu saja perempuan tua itu langsung mengira hal yang tidak-tidak. Saat ini Adira hanya mengenakan celana pendek dengan atasan gaun tanpa lengan, itu pun dari bahan kain yang cenderung menerawang. Adira pun tidak menyadari penampilannya ini karena saat keluar kamar pertama kali usai bangun tidur, dia lupa jika di apartemennya ini ada seorang lelaki dewasa yang berpotensi akan terangsang saat melihat penampilannya yang seksi.Gadis itu meringis saat menyadari penampilannya. Pantas saja tatapan Reza saat ia memasak tadi begitu berbeda. "Ya Tuhan, aku terlihat beg
Bab 138"Malam ini Papa ingin mengunjungimu, Nak. Jangan marah ya," ucap Akmal dalam hati saat ia memulai penyatuan mereka. Hanina memekik tertahan ketika merasakan liang surgawinya yang terasa penuh. Seperti biasa, Akmal memang seperti itu. Dan kali ini pria itu begitu kuat, menghentak di atas tubuhnya.Dia tak munafik. Salah satu alasan yang membuat dia bertahan selama ini adalah karena permainan Akmal di tempat tidur. Sentuhannya, caranya mendamba, serta saat dia meracau nikmat, semua itu membuatnya tak bisa move on, walaupun sudah bertahun-tahun mereka berpisah. Nyatanya Akmal memang sedahsyat itu di atas pembaringan. Jadi tidak heran jika ia dengan mudah hamil Aqila sebulan setelah mereka menikah. Dan hal itu pula yang membuat Sierra begitu tergila-gila dan penasaran karena mendengar cerita Risty tentang Akmal yang begitu luar biasa jika tengah berada di tempat tidur.Satu pelajaran yang membuat semua orang harusnya tahu jika urusan tempat tidur adalah rahasia rumah tangga yang
Bab 137"Lumayan, tapi opening stand Hanina Collection tadi cukup ramai. Para jamaahnya Ustadz Zubair juga terlihat antusias mungkin mereka senang karena mendapatkan barang sekelas butik dengan harga kaki lima." Perempuan itu terkekeh-kekeh mengenang keseruan tadi sore. Dia memang sangat menikmati berinteraksi dengan para jamaahnya Ustadz Zubair yang ramah-ramah. Berasa mendapatkan teman baru saja! "Emak-emak memang begitu. Termasuk aku sendiri. Memangnya siapa sih yang nggak mau dapat barang berkualitas dengan harga murah?"Akmal langsung tepuk jidat. Dia melirik Aqila yang kini sudah berbaring di tempat tidur, berharap semoga saja pembicaraan mereka tidak membuat tidur putrinya terganggu. Aqila tidur di dalam gendongannya saat mereka akan menuju kemari, sehingga Akmal langsung merebahkan putrinya di pembaringan, sementara Hanina menaruh tasnya di atas meja nakas."Para perempuan memang selalu begitu, dan aku nggak masalah, Sayang. Lagi pula kecintaan kamu pada dunia fashion akhirn