Bab 59Namun setelah memikirkan berulang kali, Akmal memilih untuk diam. Lagi pula urusan video itu sama sekali tidak berpengaruh baginya, karena Hanina seakan juga tidak peduli. Komunikasi dengan Hanina masih berjalan lancar dan Akmal berusaha menutupi semua itu dari pengetahuan orang-orang. Setiap ia menelpon istri keduanya, selalu saja saat ia berada di rumah.Risty masih saja sering berkunjung ke rumahnya, tetapi Akmal selalu punya cara yang baik untuk mengusir perempuan itu tanpa membuat Risty merasa diusir.Seperti sore ini, di saat Risty memaksa untuk ikut pulang bersama dengan mobilnya. Akmal justru menuruti. Dia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, singgah sebentar di warung makan, lalu meluncur menuju kediaman perempuan itu."Kamu tidak suka aku berada di rumahmu?" tebak perempuan itu. Mereka kini sudah berada di depan bangunan besar tempat Risty tinggal."Aku sudah mengatakan itu berulang kali, dengan cara yang baik, juga dengan cara yang tidak baik. Akan tetapi kamu se
Bab 60"Menurutmu, jika sudah sampai sejauh ini, apa yang harus aku lakukan?" bisik Akmal. Suasana di ruang sidang ini cukup ramai. Sidang memang akan segera dimulai dengan agenda putusan hakim. Hari ini juga mereka akan resmi bercerai, sementara surat cerainya akan segera diberikan setelah penggugat dan tergugat melengkapi semua dokumen yang diperlukan."Aku tidak menyangka kamu seserius ini. Kenapa kamu bersikeras menceraikanku? Apa kurangku, Mas? Kenapa selalu saja Hanina yang menjadi prioritasmu? Padahal dia cuma istri kedua." Risty menyahut sembari berbisik pula."Dia istri keduaku, tapi tidak bertingkah macam-macam seperti kamu.""Dia sudah mendepakmu dari perusahaan, menarik akses keuangan rumah tangga kalian, dan....""Semua itu miliknya dan dia berhak mengambil kembali," tegas Akmal memotong. "Kita nggak perlu bahas itu. Sekarang fokus pada perceraian kita saja."Sidang segera dimulai dan akhirnya Risty bisa diam. Akmal menghela nafas. Dia mendengar dengan cermat kalimat yan
Bab 61"Kurang ajar! Kenapa aku tidak mengantisipasi hal itu?!" Akmal mengumpat. Dia melemparkan ponsel ke tempat tidur, kemudian segera menghampiri istrinya. Di bawanya sang istri masuk ke dalam pelukannya."Mas minta maaf, Sayang. Mas juga nggak nyangka kejadiannya kayak gini. Mas pikir mereka akan berhenti berbuat onar lantaran sudah gagal membuat Mas dan Risty kembali rujuk. Tapi ternyata...." Pria itu mengusap wajahnya kasar, lalu mengeratkan kembali pelukannya pada sang istri."Aku nggak tahu harus bilang apa, Mas. Sekarang aku nyerah. Aku nggak bisa lagi menutupi masalah rumah tangga kita. Papa dan Mama pasti akan tahu....""Iya, semua akan tahu. Itulah kenapa Mas minta maaf." Pria itu mendesah. Kepalanya berdenyut-denyut. Urusan ini bakalan panjang karena keluarga Darmawan pasti tidak akan tinggal diam.Dan benar saja. Ponsel Hanina kembali berdering."Kalian pulanglah kemari. Papa tunggu di rumah." Suara Darmawan sangat kentara menahan emosi.Sepasang suami istri itu kembali
Bab 62"Maaf, aku nggak bisa membela kamu di hadapan Papa. Aku sudah memberimu banyak kesempatan, Mas, tapi kamu nggak menggunakannya, dan akhirnya jadi seperti ini. Aku hargai semua usaha kamu untuk memperbaiki hubungan kita, tapi endingnya memang harus seperti ini....""Ini bukan ending," sergah Akmal. Jemari pria itu kembali membelai pipi istrinya yang basah. "Suatu saat aku akan kembali lagi sama kamu. Itu pun jika kamu masih setia menungguku.""Aku tidak tahu apa aku bisa. Sekarang Papa sudah tidak bisa lagi diajak kompromi." Isakannya masih terus terdengar, meski lamat-lamat.Keduanya kini duduk berdua di teras dengan tubuh saling berhimpitan, menyalurkan kasih sayang yang menyala di dalam dada. Akmal yang menyadari kesalahannya, dan Hanina pun yang sudah memaafkan. Namun kini hubungan keduanya harus kembali mengalami masa surut, lantaran kekecewaan seorang ayah yang tidak terima putrinya dibohongi."Tapi aku pergi untuk berjuang, Nin.""Aku tahu, tapi itu tidak akan bisa melulu
Bab 63Tiba-tiba saja rasa rindu itu kembali membuncah, bahkan serasa ingin meledak. Rasanya baru kemarin ia memeluk istrinya terakhir kali saat ia diusir oleh mertuanya. Meski Hanina menangis, tetapi ia menguatkan hati karena merasa tidak punya muka lagi untuk tinggal di sana. Dia cukup tahu diri. Dia yang salah lantaran sudah membohongi keluarga itu. Hanina mungkin masih bisa memaafkannya setelah ia memperlihatkan surat cerainya dengan Risty, tetapi tidak dengan Darmawan dan Liani. Cukup wajar memang, karena tidak ada orang tua yang akan rela anaknya dibohongi, lain cerita jika mereka menikah, dan Hanina secara sukarela bersedia dijadikan sebagai istri kedua."Iya, istrimu. Bagaimana kabarnya sekarang? Kamu nggak pernah bercerita apapun lagi tentang Hanina," sahut om Danu."Kami nggak pernah lagi saling berhubungan, Om. Aku tidak tahu kenapa Hanina tidak bisa dihubungi lagi sejak kejadian itu," keluh Akmal, mendesah pelan, lalu meraup wajahnya kasar dan akhirnya ia melepas toga di
Bab 64"Benar sekali, Mas," angguk Akmal. Lantaran lama tidak lagi berkomunikasi dengan Hanina, membuat Akmal ketinggalan berita dan perkembangan tentang keluarga istrinya itu. Dia sudah berusaha untuk menghubungi Hanina, tetapi akses sudah tertutup. Termasuk media sosial perempuan itu dan juga media sosial milik PT Hanina Indo Textile. Akmal pun pernah mencoba untuk menghubungi Darmawan dan Liani melalui akun media sosial mereka, tetapi tidak ada respon sama sekali. Malah akun media sosial Akmal mereka blokir.Akmal tidak habis pikir, mengapa keluarga Darmawan bisa sekejam itu. Apakah kesalahannya sama sekali tidak bisa dimaafkan? Kenapa mereka tidak memberikan kesempatan kedua untuknya?Dua tahun yang lalu Darmawan memberi syarat, bahwa Akmal akan bisa kembali berkumpul dengan Hanina asalkan ia sukses. Tapi kenapa sekarang mereka mengingkari janji?Entah apa penyebabnya. Apakah sebenci itu mertuanya kepadanya, sehingga tidak membiarkan Akmal mengikuti perkembangan keluarga mereka?
Bab 65Sari tidak bisa menjawab. Tentu saja ia tak berkutik. Sudah dua tahun mereka tak pernah lagi mendengar kabar soal keluarga Darmawan. Perempuan paruh baya itu hanyalah seorang perempuan biasa yang tidak memiliki daya untuk memperjuangkan hubungan anak dan menantunya.Dia memang menyadari jika Akmal sangat mencintai Hanina, tapi apalah dayanya. Ini memang salahnya, karena dulu turut serta dalam rencana jahat itu. Dan sekarang inilah akibat yang harus mereka tanggung.Karma itu ada.Dulu Hanina mencintai Akmal dengan begitu besar, tapi sekarang justru putranya yang harus patah hati lantaran kehilangan istri yang sangat dicintainya. Cinta yang baru Akmal sadari di saat sang istri tak bisa lagi dihubungi selama dua tahun terakhir.Dulu Hanina yang berjuang untuk mendapatkan restu dari papa dan mamanya. Tapi kini giliran Akmal yang harus berjuang untuk meraih cinta Hanina. "Mama hanya bisa mampu mendoakan, semoga kamu bisa bertemu kembali dengan anak dan istrimu. Mamamu ini bukan de
Bab 66Hanina menyambung hidup dengan membuka sebuah butik yang menjual pakaian muslimah. Hanya itu yang bisa ia lakukan, karena hampir semua harta yang mereka miliki habis untuk pembayaran hutang. Dia tidak mempunyai banyak modal untuk mendirikan perusahaan baru. Sementara kedua orang tuanya memilih untuk berdiam diri di rumah. Liani kembali menjadi ibu rumah tangga dan sehari-hari dialah yang menjaga Aqila, karena mereka tidak punya asisten rumah tangga lagi. Sementara papanya tidak bisa melakukan pekerjaan yang berat, karena sering sakit-sakitan sejak perusahaan kebanggaannya dinyatakan pailit."Sekarang Mommy berangkat dulu ya. Aqila sama Oma dulu." Perempuan itu menyerahkan kembali putrinya ke dalam gendongan ibunya, lalu segera meraih tas tangan yang sebelumnya tergeletak di salah satu kursi makan.Aqila sempat berontak. Namun pegangan tangan neneknya begitu kuat. Wajah mungil itu nampak cemberut, namun terlihat menggemaskan bagi Hanina dan Liani. Hanina melambaikan tangan dan s
Bab 149"Selamat datang di rumah kita, istriku," bisik Akmal. "Terima kasih, Mas." Mata perempuan itu berkaca-kaca. Tanpa sadar ia menggenggam tangan prianya. Hanina merasa sangat terharu, tak menyangka jika dia masih diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki di rumah yang pernah dijualnya ini.Hanina terpaksa menjual rumah ini karena kesulitan keuangan setelah perusahaan mereka bangkrut. Dia perlu modal untuk membangun usaha dan tempat tinggal baru, sementara hampir semua aset mereka sudah habis untuk membayar hutang. Masih untung papanya tidak masuk penjara, karena terlilit hutang. Mereka masih mampu memenuhi kewajibannya, meskipun harus menghabiskan hampir semua aset."Sama-sama, Sayang. Aku juga sangat bersyukur karena akhirnya kita bisa kembali menempati rumah ini. Beruntung orang yang memiliki rumah ini sebelumnya mau mengerti dan bersedia menjual kembali rumah ini kepada kita.""Ya. Kamu sudah berkali-kali cerita soal itu." Perempuan itu akhirnya sampai di sofa dan mendudukka
Bab 148Dua bulan kemudian.Akmal berjalan mondar-mandir di area depan Hanina Hotel. Dia memastikan semuanya bisa rampung tepat waktu, karena mulai besok hotel ini akan resmi beroperasi. Dengan letak cukup strategis yang sangat dekat dengan tempat wisata religi, menjadi jaminan jika Hanina Hotel akan segera kebanjiran tamu pengunjung.Pria itu tahu apa yang harus ia lakukan setelah memutuskan keluar dari grup Aston. Meski terasa berat, karena bagaimanapun Aston adalah tempatnya bernaung pertama kali, tapi Akmal memutuskan untuk mandiri. Dia ingin merasakan menjadi seorang pengusaha dalam artian yang sebenarnya, bukan hanya sekedar karyawan, meskipun posisi terakhirnya adalah karyawan nomor satu. Namun karyawan tetaplah karyawan.Setelah merasa cukup, Akmal dengan didampingi om Danu segera masuk kembali ke bangunan yang megah itu. Sembari berjalan menuju ruang pertemuan, dia terus menikmati pemandangan yang memanjakan matanya. Area dalam hotel ini sudah benar-benar selesai, dan interi
Bab 147Dia dan Akmal memang sudah punya cerita masing-masing dan tidak saling mencampuri urusan satu sama lain. Sungguh, Risty hanya sekedar menanyakan. Entah bagaimana penampakan pria itu sekarang. Tentunya lebih keren dibandingkan saat bersamanya dulu. Bersama dengan Hanina, Akmal memperoleh banyak pencapaian dalam hidup dan finansial. Perempuan itu memejamkan mata, lalu segera membuka matanya kembali saat merasakan tepukan lembut di bahunya."Ini bukan saat yang tepat untuk bernostalgia. Kita ke sini datang sebagai tamu, bukan sebagai mantan." Rio mengucapkan dengan cara berbisik, lantaran tak ingin Aqila mendengar ucapannya.Risty mengangguk. Akhirnya dia memilih untuk menggendong Aqila dan membawa balita cantik itu ke halaman rumah.Di halaman ada bangku dan ayunan. Risty membawa Aqila duduk di ayunan yang berbahan besi kuat itu."Aqila mau adik apa? Cowok atau cewek?" tanya Risty sembari menggerakkan batang besi penyangga ayunan, sehingga tempat duduknya sekarang bergerak-ger
Bab 146Rio berusaha mengabaikan pertanyaan sang istri dan memilih untuk berdiri. Dia mengajak Risty menuju ruang makan, meski sebenarnya dia tidak sedang mood. Ternyata semua makanan sudah terhidang rapi di meja makan. Pria itu tersenyum tipis, lalu menarik kursi dan duduk."Mari kita makan, Ris. Terima kasih sudah memasak.""Bukan aku, tapi si Bibik," balas Risty seraya mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk, lalu menyerahkannya kepada Rio."Tapi kamu hebat, bisa belajar dalam waktu singkat. Aku senang melihat perubahan kamu. Kamu terlihat bersungguh-sungguh untuk membuat diri kamu menjadi lebih baik," pujinya tulus."Tapi tetap saja aku sudah punya cacat. Masa laluku bersama dengan mas Akmal sungguh buruk. Aku bahkan pernah menjadi wanita panggilan untuk menyambung hidup." Risty mengulas senyuman, meski sebenarnya ia masih menyimpan berbagai tanya di benaknya soal sikap Rio semenjak mereka pulang dari acara pernikahannya Dira dan Reza."Setiap manusia punya cac
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P