Bab 28"Mas Akmal nggak bisa diajak kompromi lagi. Repot nih. Apa aku culik Aqila saja ya? Tapi bagaimana caranya?" Risty berpikir keras. Saat ini hanya Aqila yang menjadi tumpuan harapannya, karena dengan Aqila bersamanya, maka semua masalah keuangannya akan selesai."Jika Aqila bersamaku, Mas Akmal dan Hanina akan kembali tunduk kepadaku. Hanina tentu tidak akan berani macam-macam, karena Aqila berada denganku. Dia pasti akan meluluskan semua permintaanku. Tapi susah juga. Aku pikir Mas Akmal benar. Jika aku menculik Aqila, pasti yang ada aku dijebloskan ke penjara. Ogah ah." Risty menggelengkan kepala, berusaha mengibaskan pikiran nyelenehnya, karena tidak mungkin baginya untuk melakukan itu. Menculik Aqila butuh tenaga profesional dan ia tidak akan bisa membayar. Belum lagi ia harus melakukan perencanaan yang matang, supaya Hanina ataupun anak buahnya tidak gampang menemukan keberadaan Aqila. Benar, ini terlalu beresiko."Tapi bagaimana caranya aku bisa menghasilkan uang dengan c
Bab 29"Iya Mbak, tapi gimana caranya? Tidak mungkin aku live sendirian di rumahku yang jelek ini," keluh Risty lagi. Rumah ini benar-benar membuatnya tak betah, tapi harus tetap dia tinggali, karena dia tidak mau tinggal di kolong jembatan."Kamu datang saja ke rumahku. Ada ruangan khusus untuk keperluan itu. Soal pakaian yang harus kamu kenakan di awal live, nanti aku yang menyediakan. Gratis! Tapi hanya sekedar pinjam ya, nggak boleh dibawa pulang." Suara tawa perempuan itu kembali terdengar."Iya dong Mbak, lagi pula buat apa juga aku bawa pakaian itu pulang. Itu kan cuma awal live saja. Nantinya pasti akan dilepas, bukan? Namanya juga strip dance." Risty juga ikutan tertawa."Nah, itu juga kamu paham. Lagi pula, kamu kan bukan perawan. Masa menari gituan aja malu? Lagi pula, paling-paling yang lihat cuma aku sama tim kameramen," tukas Lani meyakinkan."Laki-laki?""Iya dong, tapi mereka nggak akan macam-macam kok. Mereka hanya fokus dengan pekerjaannya. Profesional, gitu loh. Kec
Bab 30Hanina meninggalkan ruangan itu dengan langkah-langkah lebarnya, menuju ruang kerjanya sendiri. Melati sudah menunggunya untuk berdiskusi soal isi rapat barusan.Mereka memang dikejar oleh waktu. Tiga minggu itu tidak akan terasa dan semuanya harus siap. Hanina ingin semuanya sempurna, sehingga tidak ada masalah lagi pada saat pengoperasian pabrik baru itu.Hasil produksi di pabrik baru mereka nantinya akan fokus untuk ekspor, sementara pabrik yang lama akan fokus untuk memenuhi kebutuhan tekstil di dalam negeri. Perusahaan ini memang tengah mencoba peruntungan untuk pemasaran di luar negeri, seperti Malaysia, Brunei dan Singapura. Ini hanya sekedar langkah awal saja. Oleh karena itu, kualitas produk yang dihasilkan nantinya harus kualitas ekspor dan Hanina memastikan standar itu terpenuhi.Otaknya pun terus diajak bekerja keras untuk memenuhi target penjualan. Jangan sampai kejadian di bulan lalu terulang kembali. Hanina mempertaruhkan reputasinya untuk itu.Keduanya berdiskus
Bab 31"Nggak seperti itu, Sayang. Kamu jangan salah paham dulu... Nggak mungkin aku cemburu sama Rio." Akmal buru-buru mengelak."Nggak mungkin lah aku dekat dengan Rio. Di sana juga banyak orang kok. Kamu nggak usah khawatir. Lagi pula acaranya cuma dua hari....""Aku hanya mengkhawatirkan Aqila. Kamu ini nggak bawa baby sister loh, belum lagi bawaanmu sungguh banyak. Aku ikut ya," pinta Akmal. Pria itu mencondongkan tubuhnya, ingin melihat lebih jelas apa saja barang yang dibawa istrinya. Barang-barang yang di bawa Hanina akan menunjukkan kegiatan apa saja yang akan perempuan itu jalani disana."Emangnya Mas nggak malu? Di sana kamu harus momong Aqila lah ya." Perempuan itu berdecak sebal. Dia memang mulai merasa jengah dengan perhatian suaminya akhir-akhir ini, alih-alih hatinya kembali luluh.Hanina tahu, Akmal mempertahankannya hanya demi Aqila. Dia tidak akan pernah mendapatkan cinta dari seorang Akmal, terbukti Akmal belum juga mau merelakan istri pertamanya, padahal jelas-jel
Bab 32Plak plak!Akmal tak bisa menahan emosinya saat konferensi pers berakhir. Para tahanan digiring masuk dan pria itu melangkah menyusul ke sebuah ruangan yang lebih tertutup. Seorang petugas menghampirinya dan Akmal pun mengenalkan diri sebagai suami salah satu dari wanita yang sedang mereka tahan."Kamu sudah benar-benar keterlaluan! Kurang apa selama ini aku sama kamu?! Kamu keterlaluan, Risty! Kelakuanmu ini tak lebih dari seorang pelacur. Kamu sadar nggak sih?!" Matanya merah membara menatap istri pertamanya itu dengan penuh kebencian. Akmal benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya. Alih-alih belajar untuk hidup sederhana, tapi Risty justru memilih jalan pintas untuk memenuhi apa yang ia inginkan. Akmal mengusap kasar wajahnya, lalu menelan saliva berulangkali. Dia seolah sudah kehabisan kata-kata untuk menasehati istrinya yang satu ini."Itu karena kamu nggak bisa memenuhi kebutuhanku. Salahkan saja dirimu, Mas. Aku butuh uang. Aku juga ingin seperti istr
Bab 33"Kalau gitu, tunggu apa lagi?! Talak saja!" Sari mendengus. Dia menatap layar televisi sembari memegang remote, mencoba mengganti-ganti channel. Namun beberapa stasiun televisi masih saja menayangkan breaking news untuk kasus ini."Mama nggak bisa membayangkan, seandainya publik bahwa kamu adalah suami dari salah satu tahanan itu, apalagi dia adalah talent. Itu sama saja pelacur. Aduuh...." Sari memegang kepalanya. Dia sungguh pusing sekaligus cemas."Tunggu sampai kasus ini selesai dulu, Ma. Aku nggak mau bikin kehebohan. Kalau aku menceraikan Risty sekarang, kesannya tidak elegan gitu, lagi pula resikonya besar, karena sama aja aku membuka aib sendiri." Akmal meraih tangan ibunya menggenggam erat, lalu sebelah tangannya yang lain mengusap-usap lengan ibunya demi untuk menenangkan."Iya, Mama juga tahu, tapi maksud Mama, kamu ceraikan saja dulu secara siri. Setelah kasusnya selesai, kamu bisa menceraikan secara resmi. Kemarin kan kamu sama Risty cuma menikah di KUA, jadi tidak
Bab 34 Perempuan itu refleks meregangkan tubuh, matanya membulat sempurna, menatap sang suami yang justru terlihat bingung dengan ekspresinya yang mungkin di mata Akmal terlampau berlebihan."Setelah kejadiannya kayak gini, baru kamu memutuskan untuk memilihku, Mas?" Datar sekali suara perempuan itu."Sebenarnya enggak, hanya saja Mas masih ragu. Dari hari ke hari, Mas merasa Risty itu udah banyak berubah. Dulu waktu di awal menikah sama Mas, dia itu wanita yang baik. Tapi entah kenapa belakangan setelah dokter memvonis dia nggak bisa punya anak, kelakuannya jadi seperti itu. Ya, kamu tahu sendiri," ujar Akmal sembari memilin rambut Hanina."Sebenarnya Mas berharap Risty bisa kembali berubah. Itulah satu-satunya alasan kenapa Mas mempertahankan Risty, yang walaupun belakangan selalu saja membuat Mas susah," papar Akmal lagi."Aku tidak punya banyak pengetahuan soal latar belakang pernikahan kalian, karena dari awal pernikahan kita penuh dengan kebohongan. Bahkan kamu mengaku jejaka s
Bab 35"Benarkah kamu Akmal?" Pria setengah tua bertubuh jangkung dengan setelan kemeja dengan celana bahan itu kembali menyapa."Om Danu?!" Mata laki-laki itu mengerjap. Dia terlihat ragu, karena di hadapannya penampilan pria yang ia kenali sebagai sahabat papanya itu terlihat sangat keren."Benar." Pria itu mengangguk."Syukurlah kalau kamu masih ingat sama Om. Om nggak menyangka kamu menginap di hotel ini. Apa kabar kamu selama ini? Bagaimana kalau kita ngobrol di sana?" Ucapan pria itu beruntun sembari mengajak Akmal berjalan menuju ke salah satu sofa yang ada di lobby hotel ini."Tentu aku ingat. Om sangat baik dengan keluarga kami, walaupun belakangan udah jarang saling kontak. Kalau nggak salah udah lima tahun Om nggak pernah ke rumah, tepatnya semenjak Papa meninggal dunia," sahut Akmal. Dia terus mengamati penampilan laki-laki itu. Om Danu terlihat tampan dan lebih muda dari usianya bahkan terlihat lebih muda dibandingkan lima tahun yang lalu."Iya benar, karena Om pindah ke
Bab 115" Nah tuh, bener kan? Sudah ada embrio rupanya. Selamat ya, Bu. Ibu positif mengandung. Usia kandungannya sudah 6 minggu," ujar dokter kandungan perempuan yang bernama Herlina itu.Percintaan panasnya dengan Akmal malam itu ternyata membuahkan hasil. Hanina kembali teringat dengan kejadian malam penculikannya. Seharusnya waktu itu Rio lah yang mengeksekusinya. Namun ternyata dia malah bercinta dengan Akmal. Sontak Hanina bergidik. Tak terbayangkan seandainya benih ini milik Rio. Pasti akan sangat rumit. Saat ini Rio sudah menikah dengan Risty.Perempuan itu memejamkan matanya sejenak, berusaha mencerna kejutan yang diterimanya saat ini."Terima kasih, Dok." Hanina kembali bangkit dari tempat tidur setelah selesai pemeriksaan. Dia turun dari tempat tidur di dibantu oleh seorang perawat perempuan yang dengan sigap membawanya duduk di kursi berhadapan dengan sang dokter."Saya resepkan obat anti mual dan vitamin, dikonsumsi secara rutin ya, Bu. Semoga Ibu dan dedek bayinya sehat.
Bab 114"Baru beberapa bulan yang lalu, Bu," sahut Melati sumringah. "Saya nyaman bekerja di perusahaannya Pak Irwan. Sama seperti Ibu, beliau baik dan tidak pernah menekan saya untuk ini dan itu. Namun saya di tuntut harus mendampinginya kemanapun. Ya, mirip-mirip Daisy lah. Cuma beruntungnya, Daisy itu keponakannya Pak Irwan. Jadi aman deh.""Memangnya kenapa? Bukankah mendampingi bos kemanapun itu adalah tugas seorang sekretaris?""Iya, Bu. Tapi yang tidak enaknya itu rumor yang beredar di seputar kantor tentang kedekatan kami," curhat Melati."Memangnya ada apa?" Hanina lagi-lagi merasa tertarik dengan cerita Melati. Dia melambaikan tangan pada ibunya, dan Liani yang paham segera membawa Aqila dari pangkuan Hanina."Pak Irwan itu duda. Jadinya ya.... Bu Hanina bisa membayangkan lah." Wajah sumringahnya berakhir dengan senyum kecut. Melati tak bisa mengabaikan begitu saja tatapan para perempuan di kantornya yang terlihat begitu sinis bercampur iri. Walaupun duda, tetapi Irwan meru
Bab 113"Iya." Wajah Hanina kembali dengan mode serius. "Aku akui aku memang sudah memberitahu soal kalian yang akan menikah, lagi pula aku juga tidak mau menutup-nutupi masalah ini. Aku tidak mau dia terlalu berharap sama kamu.""Aku tidak mau tahu ya, tapi yang jelas aku tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali. Aku mau kita mentaati kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankah itu juga yang kamu dan Akmal inginkan?!" tegas pria itu. "Kamu menekanku?!" Perempuan itu tersentak balas menatap Rio yang entah kenapa pagi ini tatapannya begitu dalam. "Aku tidak ingin membuatmu tertekan, tetapi apapun yang terjadi, kamu harus menangani dan bertanggung jawab. Kamu pastikan agar Dira tidak mengulangi hal yang merugikan dirinya sendiri." Rio bangkit, kemudian mundur selangkah. "Ya sudah, hanya itu yang ingin aku katakan. Sekarang aku harus pergi. Pekerjaanku hari ini sangat banyak."Hanina masih saja ternganga dengan sikap Rio yang dengan langkah cepatnya menghilang dari balik pintu kaca.
Bab 112"Adira, tapi Mas Rio menganggap kamu sebagai seorang adik, nggak lebih. Dia memang sangat baik sama kamu dan dia merasa kamu adalah saudaranya, di saat saudaranya yang lain tidak peduli. Kamu itu terlalu berharga. Ayolah Dira.... jangan seperti ini lagi ya. Kamu akan tetap memiliki cinta Mas Rio walaupun kami sudah menikah. Kamu nggak akan kehilangan Mas Rio," tutur lirih perempuan itu.Dia memang sengaja memancing dengan kata-kata adik, karena dia ingin tahu atau bagaimana tanggapan gadis itu. "Omong kosong! Kak Nina dan Mas Rio itu juga saudara angkat, tapi ternyata Mas Rio mencintai Kak Nina lebih daripada seorang adik. Kenapa itu tidak bisa berlaku kepadaku? Aku dan Kak Nina itu posisinya sama!" Gadis merengut. Bibirnya mengerucut. "Cinta itu tidak bisa memilih, Dira....""Nah bener, kan? Sebenarnya kalian memang saling mencintai, atau jangan-jangan kalian sudah ada hubungan lain di balik Kak Nina dan Mas Akmal?" tuduh gadis itu.Namun Risty menggeleng. "Enggak Dira. Aku
Bab 111Namun Rio malah menggeleng sembari memperdengarkan kekehannya. "Dia itu masih perawan, Ris. Bagaimana mungkin aku tega memerawani anak orang, terlebih adik angkatku sendiri. Dia akan menyesali seumur hidupnya.""Tapi aku pikir kamu bisa memanfaatkan...." Risty sengaja memancing atensi pria disampingnya ini."Aku bukan pria yang seperti itu. Jika aku mengetahui gadis itu masih perawan, aku tentu tidak akan mengajaknya untuk bersenang-senang. Kasihan. Lagi pula tak mungkin aku merusak adik angkatku sendiri. Dia itu gadis yang baik.""Baik katamu?! Tapi nyatanya dia ke klub malam....""Sepertinya dia ada masalah," bela Rio."Patah hati?" tebak Risty. Jemari lentiknya seketika membelai dada pria itu. "Jangan-jangan patah hati sama kamu?""Kemungkinan besar iya. Tapi aku juga tidak berani mengorek keterangan dari gadis itu. Aku hanya menyuruhnya istirahat dan jangan berpikir yang berat-berat. Setelah itu aku keluar dan pergi meninggalkan hotel. Semoga saja dia baik-baik saja di san
Bab 110"Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi aku nggak mungkin membatalkan rencanaku. Kamu itu berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik, Dira." Rio memejamkan mata sejenak, kemudian membuka keran dan membasuh wajahnya.Air dingin yang mengucur dan membasahi wajahnya sedikit mendinginkan suhu di tubuh Rio yang memanas akibat ulah Dira barusan. Setelah ia merasa lebih tenang, Rio pun keluar dari kamar mandi, lalu berjalan mendekati gadis yang tergolek di atas karpet itu. Dan dengan teramat hati-hati, Rio mengangkat tubuh Dira dan kembali merebahkan di pembaringan. Beruntung kali ini tampaknya Dira benar-benar tertidur, sehingga tidak bertingkah yang macam-macam."Kasihan kamu, Dira. Kenapa kamu harus jatuh cinta sama Mas?" keluh pria itu. Kondisi Dira membuat Rio benar-benar risau. Dia menjadi serba salah. Memang ini di luar kendalinya, tapi sebagai seorang kakak tetap saja Rio merasa bertanggung jawab dengan perasaan Dira."Ini bukan soal baik atau buruk, tetapi nyatanya Mas meman
Bab 109Waktu sudah mendekati tengah malam dan Rio masih tidak bisa tertidur lantaran juniornya yang tidak mau diajak kompromi. Berkali-kali ia menelan salivanya sembari mengerang lirih. Namun ia tak mau membangunkan Risty yang sudah lelap, walaupun jika ia meminta, perempuan itu pasti tidak akan keberatan untuk melayani kebutuhan biologisnya.Tidak.Dia sudah berjanji dalam hati untuk tidak melakukan itu, kecuali mereka sudah resmi menikah.Entah pikiran itu berasal dari mana, padahal baik Rio maupun Risty sama-sama menganut kehidupan bebas, yang berarti seks sebelum menikah bukan hal yang tabu.Akhirnya pria itu memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurny.a. Dia melepaskan lengannya dari kepala Risty dengan sangat hati-hati, lalu segera menyibak selimut dan akhirnya beringsut dari pembaringan.Setelah mengambil ponsel dari laci meja nakas, Rio keluar dari kamar, terus ke ruang tamu dan akhirnya sampai di pintu utama. Rumah ini memang tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu k
Bab 108Belum apa-apa, tapi Risty sudah berpikir ingin lari darinya. Apa sedemikian tidak berharga tawarannya, sehingga membuat Risty selalu mencari cara untuk menghindar dari berkomitmen dengannya? Pria itu seolah merasa hatinya dicubit-cubit. Akmal benar-benar beruntung dicintai dengan hebat oleh dua orang perempuan. Risty dan Hanina. Rio tak bisa membayangkan seandainya dua perempuan ini dulunya sampai akur dan memutuskan untuk tetap menjalani pernikahannya."Aku menyukaimu, Ris. Jadi tolong berhenti berpikiran suatu saat kamu akan pergi dariku. Sebuah pernikahan itu tidak mesti dengan diawali oleh cinta. Kita tidak perlu cinta untuk membuat sebuah rumah tangga. Kita hanya perlu sebuah kesepakatan.""Aku hanya mencoba untuk realistis, Mas, lagi pula kamu masih muda dan aku berpikir jika masih banyak wanita yang mau denganmu. Setelah hatimu lebih kuat dan lukamu sembuh, aku bisa pergi dari hidupmu dan kita akan kembali menjadi orang lain.""Bagaimana dengan perasaanmu? Kamu tidak
Bab 107"Ada apa sih? Kok main peluk-pelukan?" tegur Liani."Nggak ada apa-apa, Ma." Perempuan itu berdiri dan menarik sang mama untuk kembali bergabung dengan mereka. Liani memang terlambat sedikit masuk ke rumah ini lantaran ia memang harus benar-benar mengantar ketiga tamunya itu sampai mobil yang membawa mereka menghilang dari pandangan. Sementara Hanina dan papanya hanya mengantar ketiga tamu itu di depan pintu utama, bahkan setelahnya Hanina mengantar Aqila masuk ke dalam kamar dan membiarkan putrinya bermain sendirian di sana."Nggak apa-apa, Ma. Papa hanya menasehati Nina." Pria itu menggeleng penuh arti. "Papa nggak mau Hanina mencintai seseorang tanpa logika. Cinta itu perlu logika. Cinta itu bukan menyakiti, tetapi membahagiakan. Jika cinta tidak bisa lagi membahagiakan, berarti bukan cinta yang salah, tetapi cara kamu mencintai seseorang itu yang salah. Kamu berhak untuk bahagia dengan cara kamu sendiri.""Aku merasa Papa seperti kembali muda," komentar Liani setelah mende