"Caroline,'' Sebelah alis Nicholas terangkat kala tak mendapati sahutan, wanita di hadapannya itu malah terbengong menatapnya. "Hai, kau kenapa?" tak ada reaksi meski tangannya pun saat ini melambai di depan wajah cantik itu."Kau tidak mendengarku? Terpesona hm." Nicholas menyeringai tipis setelah berhasil mendapat atensi sang lawan bicara karena sentuhan di bahunya."Ya?" Dan entah sadar atau tidak, kata ya keluar dari mulut Caroline, membuat Nicholas terkekeh geli. ''Benarkah?'' dengan nada ia buat tak yakin.Dan Caroline yang masih dalam mode terjerat pesona pria itu secara terang-terangan mengangguk. Hingga di satu detik kemudian kesadaran menghantamnya, menggeleng-gelengkan kepala, Caroline merutuk kesal pada dirinya sendiri.Caroline bodoh, bodoh! "Ahh memalukan, kau mempermalukan dirimu sendiri Caroline!'' gerutunya pelan, tapi masih bisa di dengar Nicholas yang terkekeh geli. Wanita ini sangat menarik. Pikirnya. Caroline terlonjak kaget saat tubuhnya yang tidak siap denga
Pukul 11.45 AM. Caroline tengah berada di dalam sebuah mobil dengan Nicholas yang berada di sampingnya. Mobil yang ditumpanginya itu, Caroline tidak tahu akan berhenti di mana."Nic, aku ingin menanyakan sesuatu?" kata Caroline membuka suara setelah keheningan mengambil alih."Apa?" Nicholas menoleh menatap wanita di sampingnya itu yang malah terpaku dan bukannya menjawab."Car, Caroline!""Ahh. Ya." Caroline langsung mengalihkan pandangannya kala sempat terpesona dengan tatapan dari sepasang manik biru Nicholas.Jika di lihat dari dekat mata lelaki ini sangat indah, namun tampak kelam seakan menyimpan sesuatu."Kenapa terus menatapku, ada sesuatu di wajahku?" Pertanyaan itu di jawab gelengan oleh Caroline yang hanya bisa meringis samar. Matamu itu mengalihkan duniaku!Astaga lebai sekali Caroline! Pekik batin warasnya menimpali. Kembali Caroline menggelengkan kepalanya seakan mengenyahkan bisikan-bisikan menggangu yang terus menyerbu kepalanya, sebelum kemudian berdeham untuk meng
Keesokan harinya di jam 7 pagi. Caroline menggeliatkan, mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada retinanya, kemudian bangkit dari rebahnya lalu meregangkan otot tubuhnya yang sedikit kaku sambil menguap.Tapi kemudian, merasa tersadar akan sesuatu... “Ini di mana?!” gumamnya menatap sekeliling yang terasa asing di penglihatannya, tapi tak lama dari itu sebuah ingatan semalam mampir di kepala membuat Caroline menghela napas lega.“Pasti lelaki itu, siapa lagi.” Caroline beranjak dari ranjang, ada yang menarik pandangan matanya. Perempuan itu melangkah pelan menuju kaca transparan yang menampakan pemandangan pagi dari kota Los Angeles.Selesai menikmati pemandangan kota di pagi hari itu Caroline teringat Nicholas. Di mana lelaki itu sekarang?"Nic!"''Nicholas?!" Dua kali panggilan yang bisa dikatakan keras itu, tidak ada yang menyahut membuat Caroline mengerutkan keningnya. Dirinya tidak di tinggalkan kan?Dan saat langkahnya kembali mendekati ranjang, ada yang
Di jalanan sepi terlihat beberapa mobil saling berkejaran. Bunyi dari decitan mobil ditambah suara pistol yang memekikkan telinga menambah suasana menegangkan di jalanan itu."Fuck!'' umpat Nicholas yang tengah dikejar oleh dua mobil hitam di belakangnya.Dengan kecepatan yang bisa di katakan gila, Nicholas tekan pegal gasnya tanpa ampun membelah jalanan yang untungnya sepi, sampai kemudian di pertigaan secara tidak terduga Nicholas dengan senyum miringnya yang tampak licik berbalik arah dan kembali memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata sampai akhirnya...BRUKPRANKKecelakaan besar pun tak terelakan.***Sore hari di tempat Caroline."Oke, ini sudah jam tiga lebih aku harus pulang. Malam nanti aku kembali lagi menemanimu." kata Caroline membuka percakapan.Rachel mengangguk, wanita itu tampak masih sangat bersedih terlihat dari tatapan dan anggukannya yang tidak bersemangat.Caroline menghela napas, menatap Nasya yang baru datang dari satu jam yang lalu."Nas,""Aku akan
Dengan perasaan tidak karuan setelah membayar tarif taksi Caroline melangkah memasuki rumah keluarganya.Pikirannya berkelana pada Nicholas, sebenarnya siapa yang menyerang lelaki itu? Apakah lelaki itu terluka, dan apakah bisa lolos? Ouhhh, entah kenapa pikiran Caroline terus dipenuhi oleh Pria itu.Hatinya merasa tidak karuan, harusnya tadi dia tak meninggalkan pria itu dan tetap di sisinya—membantu.BukTepat saat kakinya baru selangkah melawati batas pintu masuk, sebuah tas mendarat kasar di kakinya."Pergi kamu!" Bibi Wade muncul sambil berteriak, tak lupa tangan gempalnya menujuk Caroline dengan mata melotot menyeramkan.Sedangkan Caroline yang merasa tak percaya dirinya diusir dari rumahnya sendiri hanya bergeming di tempatnya.Apa salahnya? Caroline tertawa kecil, menganggap bibi Wade tengah bercanda."Kenapa tertawa, kau memang wanita gila. Sebaiknya kau pergi dari rumah ini dan jangan kembali!" bentaknya dengan urat-urat yang tampak menonjol di lehernya. Bernafsu sekali me
Nicholas membuka pintu mobil sebelah kemudi dan tampak lah Caroline tak sadarkan diri di sana. Lelaki itu kemudian menyelipkan kedua tangannya di antara paha dan pundak Caroline, dan dalam sekali angkatan Caroline sudah berada di gendongannya.Lelaki itu kemudian melangkah memasuki mansionnya. Di tengah jalan menaiki tangga, wanita di gendongannya itu menggeliat."Engg," Caroline mengerang dalam tidurnya, keningnya tampak berkerut dalam."Tuan anda sudah pulang." Sapaan dari seorang wanita terdengar telinganya.Nicholas menoleh dan mendapati Relis menghampirinya, wanita berusia dua puluh tahun itu merupakan anak dari pelayan yang sudah lama mengabdi padanya. Relis hanya menggantikan ibunya untuk sementara karena ibunya tengah sakit."Nona ini?"Tanpa menjawab kebingungan dari pelayannya itu, Nicholas terus melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya. Memasuki kamar, Lelaki itu langsung mendekati ranjang dan merebahkan Caroline disana. Namun di sedetik kemudian wanita itu malah mengel
Keesokan paginya, Caroline menggeliat dengan mata mengerjap menyesuaikan cahaya di penglihatannya, dan terkejut saat sadar ia tidak tidur sendirian karena merasakan tangan menimpa perutnya.Seingat Caroline, semalam dirinya tidur di sofa—Ahh ia ingat, Nicholas yang memindahkannya ke ranjang lelaki itu sendiri.Caroline kemudian bergerak pelan menghadap Nicholas yang masih terlelap. Wanita itu meluruskan pandangannya pada lelaki yang tertidur di sampingnya itu dan dengan gerakan pelan Caroline mengulurkan telunjuknya menyentuh pertengahan di dahi lelaki itu dan terus turun melewati garis hidung mancungnya, sampai akhirnya berakhir di bibir merah nan sexynya dan dengan senyum nakal Caroline menekan-nekan area itu membuat sang empu sedikit terganggu.Tapi sedetik kemudian, satu ingatan menghantam Caroline, tangannya berhenti berulah di bibir Nicholas. Saat ingatan akan semalam muncul di kepalanya. Pipinya bahkan langsung bereaksi menimbulkan hawa panas disertai munculnya rona merah di sa
Satu minggu kemudian. "Good morning everybody!" Teriak Caroline ceria, tampilannya di pagi hari ini tampak sempurna dengan celana andalannya yaitu jeans. Well, dia lebih suka celana daripada rok atau dengan kata lain semacam dress dia lebih suka berpenampilan casual."Morning Aunty." Sahut Reo—anak laki-laki dari sahabatnya, Nasya."Oh hai Kak, sudah pulang." Caroline sedetik terkejut saat mendapati penghuni baru yang merupakan pemilik dari rumah yang ia tumpangi ini."Hmm.. Kau masih sama sejak sebulan yang lalu, cantik." ucap Justin—Ayah dari Reo dan suami dari Nasya. Lelaki baru pulang dari luar kota."Well, aku memang cantik." sahut Caroline dengan tawa percaya dirinya, "Kau bahkan dulu mengejar-ngejarku sebelum akhirnya bersatu dengan si lemot itu.""CAR, aku bisa mendengar ya!" Bersama itu sahutan lain mengintrupi, membuat Caroline semakin tergelak, sedangkan Justin hanya menggeleng-geleng saja."Tidak mengejar-ngejar juga." sahutnya datar."Car, tutup mulutmu atau aku akan me
Keesokan harinya. Di atas sebuah sofa Caroline tengah duduk manis dan tampak sibuk mengotak-atik ponsel di tangannya. Ahya, beberapa saat lalu Caroline memang keluar untuk berbelanja bersama Elina, membeli beberapa pakaian, makeup, dan salah satunya ponsel yang saat ini di mainkannya. Sebenarnya dia menolak untuk keluar apa lagi berbelanja dengan nominal yang besar tapi karena sang ibu memaksa Caroline tidak bisa menolak. Tapi yang jelas Caroline masih asing dengan kehidupannya sekarang. Sangat berubah 90 sederajat. Siapa sangka ternyata dia merupakan anak dari seorang pemilik The big mall dan sangat berpengaruh dengan cabang yang meraja rela di dunia."Akhirnya ketemu." Kata Caroline tampak senang saat berhasil menemukan akun sahabatnya—Rachel.Setelah apa yang terjadi padanya selama setahun ini. Ia rindu adik dan sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana keadaanmu Raquel? Semoga saja Putri menggemaskan dari sahabatnya itu selamat dan baik-baik saja.Caroline benar-benar kehilangan info se
S2 CHAPTER 62 "Nak?"Dengan panik Elina mendekati Caroline yang tiba-tiba memasuki kamar—kepanikannya muncul saat melihat kedua mata putrinya berkaca-kaca bahkan air mata telah membasahi pipinya."Mom..." Caroline langsung menghambur kepelukan sang ibu."Kenapa sayang?" tanya Elina merasa cemas."Nic—Nicholas ternyata mempunyai istri lain—Dia menikah lagi!?!" Beritahu Caroline dengan penuh emosi kesedihan pada sang ibu yang sebenarnya sudah di mengetahui fakta tersebut. Mengela napasnya wanita paruh baya itu tak menyangka akan secepat ini fakta itu sampai pada putrinya. "Untuk lebih jelasnya kamu bisa meminta penjelasan suamimu—"Caroline menatap tak percaya mendengar itu, langsung memotong. "Mommy sudah tau,"Seketika Elina menggeleng tapi menggangguk kemudian. Mencoba tenang sebelum kemudian mejelaskan. "Bukan Mom berpihak pada suamimu, tapi karena mom tau ada sesuatu." Rahasia sebesar ini disembunyikan hanya untuknya. Hebat sekali Nicholas Matteow.Dan sesuatu apa? "Sorry honey
Elina, Caroline, Nicholas turun dari mobil tepat di depan pekarangan Mansion Albert. Ketiganya berjalan memasuki mansion tersebut.Sesampainya—menginjakkan kakinya di lantai utama, mereka telah disambut oleh tiga orang yang tidak lain, Albert, istri kedua dan anak perempuanya."Woah ibu peri dan putrinya yang buta telah kembali." Alice—anak ke tiga Albert mengejek dengan angkuhnya pada Elina dan Caroline.Alice maju selangkah hingga akhirnya berdiri tepat di hadapan Elina dan Caroline. Dengan menatap sinis dua orang itu, Alice berani mengangkat tangannya—menunjuk-nunjuk Elina dan Caroline tak sopan."Kenapa kalian harus kembali ke sini hm? Parasit tidak berguna tidak dibutuhkan di sini!" ucapnya sinis.Caroline yang sedari tadi mengepalkan tangannya ingin sekali menampar bulak balik bibir seenaknya itu. Tapi tenang—Caroline berusaha tenang. Bukan saatnya.Well, sedari awal masuk dia sudah menebak lelaki yang beberapa jarak di hadapannya itu adalah ayah kandungnya dan dua wanita yang t
Keesokan harinya. Pukul 06.30 PM. Caroline sudah bangun dari tidurnya. "Nicholas belum datang?" Tanyanya pada sang ibu yang baru saja keluar dari kamar mandi.Elina menggeleng sebagai jawaban. "Belum."Caroline menghela nafasnya dengan bibir maju sedikit. "Padahal aku sangat berharap kala aku bangun lelaki itu sudah di sini. Waktunya sedikit lagi," lirih Caroline kecewa."Jangan sedih sayang. Kita telepon saja suamimu ya?" Elina yang menemani memutuskan untuk menghubungi menantunya itu untuk mengurangi kesedihan dan kekecewaan putrinya."Mungkin dia memang sibuk Mom." ucap Caroline saat tau sang suami tidak menerima panggilannya."Jangan salah sangka beauty. Aku di sini," suara bas Nicholas dari arah pintu menyahut Caroline. Lelaki itu ternyata sudah berada di rumah sakit."Nic!" sahut Caroline berubah ceria. Terlihat bahagia."Kau benar-benar akan menemaniku?" Tanya wanita itu untuk kesekian kali, membuat Nicholas melengkungkan bibirnya sambil berjalan mendekati Caroline, lalu mem
Beberapa jam kemudian, Caroline sudah kembali ke kamar rawatnya dan jadwal operasi sudah di tetapkan.Beberapa pemeriksaan sudah di lakukan—tadi, dan berjalan lancar dan dirinya besok benar-benar bisa melakukan operasi donor matanya."Caroline."Caroline tersentak saat mendengar suara berat itu.Caroline kemudian menetralkan wajahnya menjadi datar. "Untuk apa Anda ke sini?" tanyanya dingin.Meski tidak bisa melihat seperti apa rupa sosok lelaki yang katanya–Ayah kandungnya, Caroline hanya memperlihatkan raut datarnya setelah fakta yang di dengarnya—kekejaman ayahnya, terutama pada ibunya. Lelaki paruh baya itu mendekati Caroline sembari berkata. "Maafkan Daddy Caroline,"Sontak Caroline terkekeh sinis mendengarnya. "Ayah? Seingat saya... Saya tidak punya Ayah." cetusnya dengan begitu dingin.Menolak mentah-mentah Albert Ryson sebagai Ayah kandungnya.Albert merasa dadanya tertusuk beribu-ribu jerami tajam—sangat sakit saat mendengar putrinya sendiri tak mengakuinya. Bahkan dari nad
"Elina," Elina tersentak saat seseorang menyerukan namanya."Albert." Lelaki itu ikut duduk di samping Elina."Kenapa melamun?" tanya Albert.Elina tersenyum tipis. "Ya. Mengingat apa yang telah kau lakukan dengan wanita itu padaku dan keluargaku."Albert menghela napas, tangannya mengusap wajahnya kasar. "Bisa tidak usah di ingat lagi, hm?"Dengan gelengan kepala juga senyum yang masih setia nangkring di bibirnya Elina menjawab. "Sayangnya tidak bisa, dan tidak akan pernah aku lupakan. Apa yang kau lakukan benar-benar fatal terlebih pada kedua orangtuaku kau— sudah lah." Elina menghela lelah.Albert menatap tak tega. Semua memang salahnya, kesalahan besar sepanjang hidupnya."Maafkan aku." Mohon Albert ke seratusan kalinya yang tidak di tanggapi Elina, membawa tubuh istrinya ke pelukannya dan syukurnya wanita itu tidak menolak.Masih dalam posisi berpelukan Elina menumpahkan isak tangisnya yang samar di dada sang suami. Hingga beberapa menit kemudian wanita itu melepaskan diri dari
Flashback on27 Tahun yang lalu.''Kalian telah sah menjadi sepasang suami istri," seorang pastor baru saja mengikrarkan janji suci sepasang pengantin. ''Mempelai pria bisa mencium mempelai wanita,'' lanjutnya kemudian.Sepasang pengantin—Albert dan Elina kemudian berciuman dengan diawali si mempelai pria."Cantik sekali, Elina Ryson. Istriku." Bisik Albert setelah ciumannya terlepas membuat kedua pipi Elina bersemu antara malu dan bahagia.Elina saat itu terlihat sangat bahagia terbukti dari wajahnya yang terlihat berseri-seri. Ikrar janji suci itu telah diucapkannya bersama Albert—pria yang sangat dicintainya. Yang sekarang menjadikannya berstatus sebagai Nyonya dari Ryson—Nyonyo Albert Ryson."Kini kau sudah menjadi milikku." Bisik Albert mendekatkan wajah mereka, hingga kening mereka saling bersentuhan.Elina menggangguk dengan kebahagiannya yang membuncah. "Yea aku milikmu selamanya."CupMemejam kan kedua matanya kala satu kecupan lama yang terasa tulus sekali bagi Elina, kini p
Satu hari setelahnya. Elina yang tengah duduk di kursi tunggu pasien menoleh pada benda bergetar yang tergeletak di atas lemari mini tempat penyimpanan barang. Dan nama Nicholas yang tertera di layar henda canggih itu."Ya," sapanya setelah menggeser layar icon hijau."Belum... " entah apa yang tengah di obrolkan mertua dan menantu itu tapi Elina kemudian— menganggukan kepala."Oh... Oke.""Istriku sudah sadar?" tanya Nicholas mengubah topik di seberang sana.Dengan senyum keibuannya Elina mengangguk. Tangannya mengelus lembut surai putrinya. "Caroline sudah sadar dari semalam—meski hanya beberapa menit saja, dan sekarang sedang tidur." Lagi...Elina menatap wajah putrinya yang terlelap di hadapannya. "Sebentar lagi pasti bangun." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca."Ya pasti. Istriku itu..." terdengar dehaman samar dari seberang. "Anak mom sangat kuat, bahkan sangat berani sekali mana mungk....ehemm." sadar ucapannya agak melantur Nicholas langsung menutup topik. "Jadi tugas kit
Tiga hari kemudian. "Kapan bangun sayang," Elina membelai surai putrinya yang masih asik memejamkan matanya setelah dua hari berlalu.Meski racun itu tidak memasuki tubuh Caroline tapi ternyata ada beberapa hal yang menyebabkan wanita berusia dua puluh empat tahun itu masih tidak sadarkan diri. "Mom merindukanmu, cepat bangun suamimu sudah merindukanmu." kekh kecil Elina di keheningan kamar vip itu. Cup Lalu kecupan sayang mendarat di kening Caroline dari sang ibu. ***Sedangkan di tempat berbeda, di sebuah ruang bawah tanah yang pengap dan gelap, seorang wanita terus saja menjerit kesetanan. "SIALAN! LEPASKAN AKU.... BERENGSEK... KAU TIDAK BISA MEMPERLAKUKAN KU SEPERTI INI NICHOLAS!!" Jeritnya kesetanan terus menggedor-gedor pintu di hadapannya. "AKU BERSUMPAH AKAN MEMBALASMU NICHOLAS! AKU AKAN MELENYAPKAN SEMUA ORANG YANG KAU SAYANG BAJ