Caroline menatap melongo pada pemandangan yang terhampar di hadapannya.“You’re crazy!“ Caroline membuka suaranya setelah keheningan tercipta selama kurang lebih satu menit, tatapannya terlempar pada sosok tinggi tegap di sampingnya.Wanita itu memicing saat sebuah tebakan yang entah benar atau salah mampir di kepalanya.“Ayo.“ Nicholas menggenggam tangan Caroline dan mengajaknya menghampiri sebuah benda terbang yang memanjakan mata dengan desainnya.“Hai, kau mau membawaku ke mana Nicholas? Jangan macam-macam ya!” peringat Caroline dangan langkah terseok karena berusaha mengikuti langkah lebar Nicholas yang menyeretnya.Caroline menghela nafas lalu membuangnya kasar, langkahnya berhenti dengan sengaja. "C'mon Caroline, kita tidak punya banyak waktu." desis Nicholas tepat beberapa meter di depann
Napoli, Italia. 05.10 PM. Landasan Helipad pribadi di Mansion Dexon telah tiba.Nicholas terlihat menggendong Caroline yang tertidur di gendongannya setelah beberapa saat lalu turun dari pesawat.Di tengah perayunan sepasang tangan kokoh itu, Caroline mulai menggeliat dan sedetik setelahnya kedua kelopak mata itu menyerjap dan terbuka menampilkan sepasang bola mata biru khas orang eropa."Sudah sampai?" tanya Caroline membuka suara dan di balas anggulan Nicholas."Turunkan aku, Nic." pinta Caroline sambil menguap."Tidur lagi saja." suruh Nicholas.Mungkin karena mengantuk, Caroline akhirnya kembali tertidur dengan kepala yang terus merapat pada dada bidang Nicholas membuat lelaki itu tersenyum tipis transfaram melihat Caroline yang terus menempel padanya.Mereka memasuki sebuah Mansion, dan di sambut seorang pria tampan berambut putih bernama Lucas Dixon—sepupunya. "Dude, kau sudah datang," sambutnya."Menurutmu. " sahut Nicholas bernada dingin khasnya. "Dimana Latte?" tanyanya."Ka
Party Mask. Napoli, Italia. "Sudah siap?" suara khas seorang pria berusia Kisaran empat puluh tahunan terdengar."Sudah ayah. Ayo aku tidak sabar ingin melihatnya," seorang wanita berambut merah menyahut dari samping. "Nicholas Matthew, senang bisa bertemu dengan mu lagi, aku sangat merindukanmu."***Dengan menggandeng tangan Nicholas, Caroline memasuki gedung pencakar langit yang akan menggelar pesta topeng.Di tengah perjalanan Caroline tiba-tiba terpeleset karena heelsnya terlalu tinggi, tapi tidak sampai jatuh dan mempermalukan diri."You oke?" Nicholas menghentikan langkahnya karena melihat wanita yang di samping kanannya ini terlihat kesulitan berjalan.Caroline mengangguk sambil meringis. "It's oke. Hanya haknya ketinggian." kata Caroline sembari menatap wajah Nicholas yang susah terpasang sebuah topeng. Tapi tanggapan Nicholas malah seperti mengajaknya berdebat."Apa katamu?" Kata Caroline meminta Pria yang di gandengnya itu mengulang ucapannya."Jangan sampai mempermalukan!
Wanita yang tidak lain adalah Charlotte Ryson, terlihat mengerutkan alisnya tak mengerti dengan pandangan yang tak lepas dari wanita yang beberapa menit lalu bertabrakan dengannya.Tangannya menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdetak tidak karuan, Charlotte seperti mengenal wanita itu, tapi di mana? dirinya tak pernah sekali pun bertemu wanita itu.Dan..."Yea dia adikmu..." Ingatan itu samar-samar mendatangi otaknya, perkataan ibunya... Apa ini kebetulan? Melamun tanpa ujung yang jelas dalam tebakan di kepalanya, Charlotte akhirnya membuyarkan apa yang membuat kepalanya sakit kala dering telepon menarik perhatiannya.Dret Segera Charlotte menggeser ikon hijau."Halo morgan, jadi bagai—" Suara Charlotte terlebih dulu menyapa seseorang di seberang telepon."Aku belum bertemu dengan mereka," Kata-kata Charlotte terpotong dengan ucapan cepet seorang lelaki bernama Morgan di seberang telepon. "Terus?""Tapi sepertinya Allin kembali berulah, dia..." Charlotte menghela nafas setelah men
Di dalam benda bersegi yang biasa di sebut life, Nicholas bersama Caroline berdiri saling bersisian.Caroline yang memiliki tinggi 174 cm mendongkak—menghunaskan tatapan tajamnya pada Nicholas yang berdiri tepat di sampingnya. Sedangkan Nicholas sendiri menghiraukan tatapan sang wanita.Dan ternyata Caroline tengah menebak-nebak dengan pikirannya soal sebenarnya dirinya akan di bawa kemana oleh pria tampan di berdiri tegak di sebelahnya itu. Apa pria itu tengah menjalankan misi rahasia, atau...Gosh bodoh Caroline berhenti berpikiran random! Batinnya memukul-mukul kepalanya."Hai kenapa?" Nicholas yang menyadari menghentikan aksi tiba-tiba wanita di sampingnya itu.Hingga akhirnya life yang membawa mereka sampai pada lantai tujuan dan saat life terbuka mereka hanya di sambut kesunyian t
"Nicholas Matthew, sesuai kesepakatan yang telah di buat sepuluh tahun yang lalu, kau akan langsung di nikahkan tepat bulan depan nanti!" Anton—Paman dari pihak ayahnya sekaligus ayah dari Karren melirik Nicholas yang terus diam, tidak berminat mengeluarkan suaranya dalam perbincangan.Ya, tujuannya kesini memang untuk membahas masalah pernikahan.pernikahan dirinya dengan seorang perempuan bernama Charlotte Alhenzri. Perempuan dari keluarga Ryson, anak pertama dari Albert dan Elina. perencanaan pernikahan mereka di landasi atas wasiat kakek mereka.Tapi Nicholas tidak ingin melakukan pernikahan tersebut karena itu, dia membawa Caroline bersamanya."Dan untukmu Nona, kau harus siap untuk-" Perkataan Anton dengan mata yang tertuju pada Caroline di sela oleh Charlotte."Maaf menyela Anda. Tapi pernikahan itu tidak akan terlaksana karena saya menolaknya. Say
Caroline dan Nicholas terlihat sudah duduk manis di kursi mobil yang sekarang tengah melaju di tengah hiruk piruknya kendaraan."Nic, apa yang kau bicarakan tadi dengan Charlotte?" tanya Caroline menoleh pada Nicholas setelah sendari tadi matanya terus tertuju pada pemandangan di luar kaca mobil."Bukan masalah serius." sahut Nicholas tidak minat untuk bercerita."Nic,""Ya, beauty?" Caroline menatap manik biru tajam sang lawan bicaranya itu, "Kenapa kau suka sekali memanggilku beauty?" tanyanya merubah topik."Beauty," entah sadar atau tidak seulas senyum samar terpatri di kedua sudut bibirnya, namun sayang Caroline tak menangkap ekspresi langka dari seorang Nicholas tersebut. "... anggap saja sebagai panggilan sayang dariku."Dan Caroline hanya mampu terkekeh, dengan raut datar lelaki it
Dengan langkah sempoyongan, dua pasang kaki berukuran berbeda itu tampak tergesa di lorong hotel di Napoli, Italia. Tampak sang pemilik tubuh menerobos masuk kamar hotel dengan masih melakukan kegiatan sensual kendati beberapa detik lalu mereka masih di tempat terbuka.BrukTubuh Caroline terjatuh di atas ranjang dengan pandangan sayu. Tatapannya tertuju pada lelaki di hadapannya, Nicholas—yang sama halnya tengah menatapnya dengan lekat, campuran gairah melekat pasti di sepasang mata mereka.Hingga geraman Nicholas terdengar, gairah di mata pria itu terganti saat sebuah ingatan akan kondisi wanitanya terlintas dan menghantam kesadarannya."Sial! Aku tidak seharusnya memancing!" desis Pria itu mengacak rambutnya frustrasi.Padahal dia ingin melakukannya sekarang, tapi larangan alam yang sedang datang pada wanita itu membuatnya tak bisa melakukan apa pun