Dengan langkah sempoyongan, dua pasang kaki berukuran berbeda itu tampak tergesa di lorong hotel di Napoli, Italia. Tampak sang pemilik tubuh menerobos masuk kamar hotel dengan masih melakukan kegiatan sensual kendati beberapa detik lalu mereka masih di tempat terbuka.
Bruk
Tubuh Caroline terjatuh di atas ranjang dengan pandangan sayu. Tatapannya tertuju pada lelaki di hadapannya, Nicholas—yang sama halnya tengah menatapnya dengan lekat, campuran gairah melekat pasti di sepasang mata mereka.
Hingga geraman Nicholas terdengar, gairah di mata pria itu terganti saat sebuah ingatan akan kondisi wanitanya terlintas dan menghantam kesadarannya.
"Sial! Aku tidak seharusnya memancing!" desis Pria itu mengacak rambutnya frustrasi.
Padahal dia ingin melakukannya sekarang, tapi larangan alam yang sedang datang pada wanita itu membuatnya tak bisa melakukan apa pun
Di sepanjang lorong rumah sakit, Caroline berlarian dengan wajah cemas juga panik. Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya Caroline sampai juga di negeri tempat tinggalnya.Dan saat ini Caroline telah berada di sebuah rumah sakit tempat adiknya di rawat, dan untungnya rumah sakit yang sama yang di tempati Raquel, Caroline bersyukur akan itu, karena ke depannya ia bisa lebih mudah menemui mereka.Sedangkan Nicholas, pria itu memutuskan tidak ikut karena ada urusan yang juga mendesak dan harus segera di kerjakannya. Dan Caroline tahu urusan itu bukan semata-mata urusan.Well, Caroline tahu dunia suaminya. Bukan permainan sembarangan untuk pria itu, bahkan nyawa saja ikut adil menjadi tameng mereka dalam menghadapi beberapa rintangan berbahaya.Sesampainya di depan ruang rawat adiknya, Caroline terlihat berbicara dengan sang Dokter yang bertanggung jawab akan adiknya."Beruntungnya pasien hanya mendapat beberapa luka ringan, meski ada luka berat di bagian kaki karena mengalami patah
Di jalanan sepi setelah pulang dari rumah sakit, Caroline malah terjebak oleh serangan dari sekelompok pria tidak di kenal. Dua anak buah yang di tugaskan oleh suaminya sudah tergeletak tak sadarkan diri dengan darah segar yang merebas dari kepala. Entah meninggal atau tidak, Caroline tidak tau."Hai, lepaskan!" teriaknya saat seorang pria mencoba menarik tangannya yang langsung saja dia tepis kasar. Geraman menyahut dari pria itu, tangannya kembali di cekal dengan kuat hingga membuat Caroline kesakitan."Ishh... Sakitt. Dasar kurang ajar!" Tidak kehabisan akal, wanita itu melilitkan tangan pria yang menyerangnya lalu mendorongnya."Kau benar-benar wanita menarik, itu sebabnya bajingan itu tertarik padamu!" Caroline mengerutkan alisnya. Dia mulai mengerti arah perkataan pria di hadapannya itu. Berhubungan dengan suaminya kah?"Selain cantik kau juga memiliki tubuh ideal, jela
Rolan yang entah sudah sejak kapan berdiri di pintu masuk langsung menyambut sang tuan yang tampak terluka.“Tuan, anda terluka.” ucapnya setelah berhadapan dengan tuannya itu. Dan hanya di balas anggukan kecil Nicholas yang malah tampak baik-baik saja seakan luka tembak di tangannya buka apa-apa, kendati wajahnya tampak aga pucat.Mereka lalu memasuki ruangan khusus medis yang berada di mansion itu. Tidak lama kemudian, seorang dokter cantik datang. Dokter itu bernama Arlena, dokter kepercayaan Nicholas."Luka tembak lagi," Dokter Arlena menggeleng tak habis pikir, padahal dokter itu ingat sekali, Nicholas terluka beberapa minggu yang lalu akibat luka tembak juga.Orang ingin pergi dari dunia berbahaya, tapi pria yang sudah di abdinya itu selalu kembali pada dunia berbahaya, benar-benar pilihan hidup yang rumit. Pikir sang dokter tak habis pikir.Tapi in
Dua orang manusia berjenis kelamin berbeda terlihat tengah berbincang serius."Sepertinya Nicholas Matthew mendapat luka akibat dari serangan kita. " ucap si wanita pirang."Ohya dari mana kau tahu, Erina?" tanya si pria dengan nada basnya yang terdengar—sexy. Dan kita bisa tau, bahwa pria itu merupakan Xavier Atletico."Desy yang menjalani penyamaran di sana melapor." jawab Erina."Baguslah."“Oke, sekarang kita pakai rencana B untuk kembali menyerang Nicholas Matthew. Hanya lumpuhkan dia jangan biarkan mati, itu perintah langsung dari Nyonya besar. “ Kata Xavier. Dan di balas anggukan oleh rekan-rekannya.***Dengan langkah tertatih Nicholas berjalan keluar tujuannya yaitu mencari Caroline—lelaki itu tidak tenang dan merasa bersalah dengan perbuatannya tadi yang secara tidak langsung mengusir sang istri.“Kau melihat istriku?” tanya Nicholas pada kepala pelayan yang kebetulan lewat.“Saya lihat dari tiga puluh menit yang lalu tengah duduk di sofa ruang tamu.“ jawabnya.Nicholas meng
Xavier sudah sampai di rumah sakit sejak beberapa jam yang lalu. Pria itu dengan wajah cemasnya terlihat menatap Rachel yang berada di sebelahnya dengan sendu. Wanita yang merupakan ibu dari anaknya itu terlihat rapuh sekali."Raquel," lirihnya.Xavier lalu menarik Ibu dari anaknya itu ke pelukan hangatnya, dengan tangan yang terus mengelus punggung wanita itu dengan lembut. Seakan dengan pelukannya itu, sedikit kesedihan bisa hilang.Sedangkan Rachel sendiri, wanita itu membiarkan saja pria yang merupakan ayah dari anaknya itu memeluknya. Toh dia juga memang membutuhkan penopang kekuatan.Hatinya benar-benar hancur dengan keadaan putrinya yang tiba-tiba drop pada hal beberapa waktu lalu keadaannya telah membaik.Efek dari benturan di kepala anaknya itu sangat parah kata Dokter, memang pertamanya kondisi putrinya diagnosa baik-baik saja, tapi setelah ada gejala-gejal
Nicholas melirik arloji mahal yang terpasang di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukan pukul tengah malam, 11.55 AM.Perasaan pria itu tidak enak sekali, kecemasan akan istrinya entah kenapa melingkupi hatinya.Sedangkan Caroline sendiri memang tidak berada di dekat suaminya saat ini. Karena wanita itu sejak kepergiannya sore tadi, berencana menginap di rumah sakit dengan alasan ingin menemani sahabatnya yang masih berduka akan anaknya yang belum juga menunjukan perkembangan baik.Tapi sekarang entah kenapa Nicholas merasakan ada hal tidak beres.Ada apa sebenarnya, kenapa aku cemas sekali padanya.Dengan keadaan duduk di sofa yang berada di kamarnya, pria itu kemudian menegak habis segelas kecil minuman.Tangannya terulur memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut pusing, hingga di keheningan malam itu, yang hanya di terangi sinar bula
New york City,gedung kaliber,Amerika.Caroline menatap tajam sesosok wanita berambut merah—well, wanita yang terus saja di sebutkan suaminya dalam keadaan tidak sadar—telah berdiri secara nyata di hadapannya, tatapan kedua wanita itu saling tersorot tajam."Kau, Michelle?" ulang Caroline dengan suaranya yang tenang, kekeh kecil keluar dari mulutnya.Astaga.Untuk kesekian kalinya Caroline membatin.Michelle kembali mematrikan senyum khasnya. "Senang bisa bertemu denganmu, Caroline Willi—ah atau sudah Matthew sekarang?" ucapnya dengan kepala dia buat sedikit miring kiri."Dan ups, sorry, perkenalan ku tidak disertai dengan salaman."Caroline mendengus. "Siapa juga yang ingin bersalaman dengan bekasan dari suamiku, dan ahh tanganku pun tidak dalam kondisi untuk bersalam-salaman." tunjuknya dengan isyatat mata pada kedua tangannya yang terikat di meja. Raut wajah Michelle seketika berubah datar mendengar ucapan itu. "Mulutmu tajam juga ya."Caroline hanya berdecih sinis."Apa maumu?"
"Nic, Nicholas!"Suara Caroline yang terdengar lemah namun tetap di paksa memanggil sang suami. Mata lelah wanita itu terus menatap Nicholas yang terlihat sepenuhnya mengalihkan perhatiannya pada Michelle, tanpa menghiraukan Caroline yang terlihat menahan geram di ulu hatinya.What the hell!Istri mana yang tidak akan geram melihat sang suami bersikap seperti itu pada si masa lalu, sedangkan istrinya jelas-jelas berada di sana dengan kondisi memperihatinkan malah di hiraukan."Nicholas! Aku akan MEMBUNUHMU bila kau tidak menghentikan tatapanmu pada wanita itu!" pekik Caroline dengan suara yang di buat keras.Dan selang beberapa detik, Nicholas yang sadar akan suara Caroline menoleh dan langsung mendekati istrinya itu, tapi belum juga sampai suara ancaman dari belakang membuat langkah pria Itu berhenti."Berhenti Nic, jangan melangkah lagi atau aku