Nicholas melirik arloji mahal yang terpasang di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukan pukul tengah malam, 11.55 AM.
Perasaan pria itu tidak enak sekali, kecemasan akan istrinya entah kenapa melingkupi hatinya.
Sedangkan Caroline sendiri memang tidak berada di dekat suaminya saat ini. Karena wanita itu sejak kepergiannya sore tadi, berencana menginap di rumah sakit dengan alasan ingin menemani sahabatnya yang masih berduka akan anaknya yang belum juga menunjukan perkembangan baik.
Tapi sekarang entah kenapa Nicholas merasakan ada hal tidak beres. Ada apa sebenarnya, kenapa aku cemas sekali padanya.
Dengan keadaan duduk di sofa yang berada di kamarnya, pria itu kemudian menegak habis segelas kecil minuman.
Tangannya terulur memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut pusing, hingga di keheningan malam itu, yang hanya di terangi sinar bula
New york City,gedung kaliber,Amerika.Caroline menatap tajam sesosok wanita berambut merah—well, wanita yang terus saja di sebutkan suaminya dalam keadaan tidak sadar—telah berdiri secara nyata di hadapannya, tatapan kedua wanita itu saling tersorot tajam."Kau, Michelle?" ulang Caroline dengan suaranya yang tenang, kekeh kecil keluar dari mulutnya.Astaga.Untuk kesekian kalinya Caroline membatin.Michelle kembali mematrikan senyum khasnya. "Senang bisa bertemu denganmu, Caroline Willi—ah atau sudah Matthew sekarang?" ucapnya dengan kepala dia buat sedikit miring kiri."Dan ups, sorry, perkenalan ku tidak disertai dengan salaman."Caroline mendengus. "Siapa juga yang ingin bersalaman dengan bekasan dari suamiku, dan ahh tanganku pun tidak dalam kondisi untuk bersalam-salaman." tunjuknya dengan isyatat mata pada kedua tangannya yang terikat di meja. Raut wajah Michelle seketika berubah datar mendengar ucapan itu. "Mulutmu tajam juga ya."Caroline hanya berdecih sinis."Apa maumu?"
"Nic, Nicholas!"Suara Caroline yang terdengar lemah namun tetap di paksa memanggil sang suami. Mata lelah wanita itu terus menatap Nicholas yang terlihat sepenuhnya mengalihkan perhatiannya pada Michelle, tanpa menghiraukan Caroline yang terlihat menahan geram di ulu hatinya.What the hell!Istri mana yang tidak akan geram melihat sang suami bersikap seperti itu pada si masa lalu, sedangkan istrinya jelas-jelas berada di sana dengan kondisi memperihatinkan malah di hiraukan."Nicholas! Aku akan MEMBUNUHMU bila kau tidak menghentikan tatapanmu pada wanita itu!" pekik Caroline dengan suara yang di buat keras.Dan selang beberapa detik, Nicholas yang sadar akan suara Caroline menoleh dan langsung mendekati istrinya itu, tapi belum juga sampai suara ancaman dari belakang membuat langkah pria Itu berhenti."Berhenti Nic, jangan melangkah lagi atau aku
"Apa yang kalian rencanakan?“ Xavier menatap curiga dua manusia di hadapannya itu yang tengah bisik-bisik.Tersenyum miring Nicholas menjawab. "Hanya merencanakan bagaimana melenyapkan kalian." Tidak lupa dengan tampang datarnya yang terlihat menjengkelkan.Michelle yang berada di antara mereka terkekeh pelan. "Tidak akan bisa."Nicholas berdecak. "Cih, tutup mulutmu atau aku akan merobek dan mencabik-cabiknya!""Kalau aku benar-benar Michelle bagaimana? Apa yang akan kau lakukan, kau akan membunuhku kembali?" tanya Michelle kembali mengulang membuat Nicholas muak.“Aku tidak peduli kau Michelle atau bukan, karena faktanya sekarang aku sudah memiliki wanita lain yang sangat berharga bagiku—istriku. Dan aku tidak akan mengelak bahwa untuk kejadian mengerikan itu aku terlibat, bahkan sampai saat ini rasa bersalah itu masih menghantuiku. " ucapnya dengan pandangan tak lepas pada Michelle yang menatapnya dalam diam.“Michelle, asal kau tahu, aku tidak pernah melupakanmu. Kau pun bagian da
Di keramaian taman, Caroline William, dengan rambut sepundaknya yang di biarkan terurai, tampak tengah menatap kosong pemandangan di hadapannya.GelapHanya itu. Kini tidak ada lagi warna warni kehidupan yang bisa dia lihat, cedera parah yang di alami matanya membuatnya dinyatakan buta.Tepatnya satu tahun yang lalu, semua kecerahan akan dunia dari indra penglihatannya hancur terganti oleh kegelapan yang menyesakkan. Tanpa terasa setetes air mata jatuh membasahi pipinya, sakit dan takut akan dunia dirasakan Caroline William selama setahun ini.Di mana orang-orang tersayang yang selalu berapa disisinya? Jawabannya tidak ada.Semua seakan lenyap, menghilang, meninggalkannya dan itu terjadi setelah dirinya bangun dengan rasa terkejut dan takut kala kegelapan pekat yang menyambutnya.Suaminya sendiri pun tidak ada untuk sekedar menemui—ah lebih tepatnya mencarinya. Pria itu menghilang—atau mungkin membuangnya dan sekarang tengah berbahagia dengan wanita masa lalunya. Padahal dia sudah me
Suara derap langkah dari sepasang heels wanita dengan bibir merah menyala itu terdengar menggema di setiap penjuru lorong. Sebuah senyum tipis terus setia mengiri langkahnya yang tertuju pada sebuah pintu raksasa di dalam mansion yang begitu megah.Tempat sesesosok manusia idamannya yang sekarang telah sepenuhnya jadi miliknya. Nicholas Matthew— yea, lelaki itu—telah sepenuhnya menjadi milik seorang Karen Winslet.Dan siapa Karen Winslet? Tentu saja dirinya.Semakin melebarkan senyum kala bayang-bayang ingatan satu tahun lalu kembali terputar di otak liciknya.Menyingkirkan lawan pertamanya memang sulit, tapi dengan cara apa pun ternyata berhasil juga. Dan KAREN WINSLET, pada akhirnya berhasil mendapatkan NICHOLAS MATTHEW.Tepat berdiri di depan pintu raksasa tersebut, Karen lantas mendorong pintu berbahan kayu itu hingga terbuka. Berjalan dengan angkuh memasuki ruangan yang merupakan sebuah kamar luas dengan dominasi warna putih terang, berjalan mendekati Nicholas yang tengah duduk d
Nicholas terlihat mencengkeram kerah Sonny—Salah satu orang kepercayaannya. Raut wajahnya tampak menahan murka, lelaki itu begitu memendam letupan api yang ingin sekali di semburkan."Harus berapa lama lagi aku menunggu, HAH?!" bentaknya marah.Sony yang merasa menjadi samsak hanya meneguk salivanya kesat. Dalam setahun ini dirinya selaly terkena semprotan sang tuan. "Tuan, mohon tenang—""Tenang katamu, kau tau semua terasa memuakan, di bawah kendali ular itu dan beraninya dia—""Kau tidak berpikir aku tidak tau di mana jalang itu kan?" Kata-kata itu tergiang kembali bagai keset rusak.Setahun ini dia mencari keberadaan Caroline yang seperti tertelan bumi, dan ular itu berkata... tidak mungkin kan?Sialan! Otak Nicholas yang menangkap jawaban yang sangat tidak ingin dia benarkan.Dan seakan belum cukup perkataan ular itu..."Menurut, atau aku akan dengan mudah menjadikan nasibnya seperti Michelle." Karen lanjut membombandir lewat pesan, memberi peringatan yang rasanya semakin
Di sebuah pulau terpencil yang berada di barat daya bagian selatan.Pulau bernama Madarina yang keberadaannya tidak tertera di peta, pulau tak berpenghuni namun kaya akan alam.Kenapa pulau tersebut tidak terendus media, padahal jika di kelola akan sangat berpengaruh bagi negara.Jawabannya hanya satu. Yaitu keluarga Winslet. Yea, pulau itu milik mereka yang mereka alih fungsikan sebagai tempat bersembunyi, terlebih ada perkebunan sebagai salah satu alat pencaharian keluarga tersebut.Dan pulau itu juga yang telah menyembunyikan Caroline William selama setahun ini. Dan terjawab sudah bagaimana Nicholas begitu susah mencari keberadaan istrinya. Tentu saja karena campur tangan ular betina itu."WHAT ARE YOU SAY?" Dengan mata melotot lebar seakan bola mata cokelat itu keluar karena tak tahan dengan kelopak yang melebar. Belum bentakan nyaring yang terdengar menggema di segala sudut."T-tuan Nicholas tengah dalam perjalanan ke pulai Madarina." Lagi sang anak buat menginformasikan."SIALAN
Di taman rumah yang saat ini ditempati Caroline— wanita itu terlihat tengah berjalan-jalan dengan kondisi kaki telanjang di rerumputan hijau, tidak lupa dengan tongkat di tangannya untuk membantunya berjalan.Udara segar yang terus terembus membuat sejuk menghinggapi tubuh mau pun jiwanya dan membuat Caroline merasa baik karena bisa menekan akan angan-angannya yang tengah melayang-layang tanpa arah tujuan.Dengan sangat hati-hati Caroline menyusuri jalan dengan menggerak-gerakkan tongkat di tangannya.Hanya meratapi nasib, Caroline rindu akan warna-warni dunia, rindu melihat semua itu, tapi sekarang kegelapan yang menjadi temannya, hanya warna itu yang selama setahun ini menemaninya. Mungkin Caroline harus sedikit bersabar, mungkin jalan Tuhan untuk menolongnya masih dalam perjalanan, begitu pun seseorang itu—Seseorang yang diharapkannya.Dia mungkin hanya perlu sedikit waktu lagi, yea sedikit waktu lagi.Tapi sampai kapan kau akan menunggu, Caroline?! Teriak batinnya yang tidak sabar