Keesokan paginya, Caroline menggeliat dengan mata mengerjap menyesuaikan cahaya di penglihatannya, dan terkejut saat sadar ia tidak tidur sendirian karena merasakan tangan menimpa perutnya.Seingat Caroline, semalam dirinya tidur di sofa—Ahh ia ingat, Nicholas yang memindahkannya ke ranjang lelaki itu sendiri.Caroline kemudian bergerak pelan menghadap Nicholas yang masih terlelap. Wanita itu meluruskan pandangannya pada lelaki yang tertidur di sampingnya itu dan dengan gerakan pelan Caroline mengulurkan telunjuknya menyentuh pertengahan di dahi lelaki itu dan terus turun melewati garis hidung mancungnya, sampai akhirnya berakhir di bibir merah nan sexynya dan dengan senyum nakal Caroline menekan-nekan area itu membuat sang empu sedikit terganggu.Tapi sedetik kemudian, satu ingatan menghantam Caroline, tangannya berhenti berulah di bibir Nicholas. Saat ingatan akan semalam muncul di kepalanya. Pipinya bahkan langsung bereaksi menimbulkan hawa panas disertai munculnya rona merah di sa
Satu minggu kemudian. "Good morning everybody!" Teriak Caroline ceria, tampilannya di pagi hari ini tampak sempurna dengan celana andalannya yaitu jeans. Well, dia lebih suka celana daripada rok atau dengan kata lain semacam dress dia lebih suka berpenampilan casual."Morning Aunty." Sahut Reo—anak laki-laki dari sahabatnya, Nasya."Oh hai Kak, sudah pulang." Caroline sedetik terkejut saat mendapati penghuni baru yang merupakan pemilik dari rumah yang ia tumpangi ini."Hmm.. Kau masih sama sejak sebulan yang lalu, cantik." ucap Justin—Ayah dari Reo dan suami dari Nasya. Lelaki baru pulang dari luar kota."Well, aku memang cantik." sahut Caroline dengan tawa percaya dirinya, "Kau bahkan dulu mengejar-ngejarku sebelum akhirnya bersatu dengan si lemot itu.""CAR, aku bisa mendengar ya!" Bersama itu sahutan lain mengintrupi, membuat Caroline semakin tergelak, sedangkan Justin hanya menggeleng-geleng saja."Tidak mengejar-ngejar juga." sahutnya datar."Car, tutup mulutmu atau aku akan me
Caroline menatap melongo pada pemandangan yang terhampar di hadapannya.“You’re crazy!“ Caroline membuka suaranya setelah keheningan tercipta selama kurang lebih satu menit, tatapannya terlempar pada sosok tinggi tegap di sampingnya.Wanita itu memicing saat sebuah tebakan yang entah benar atau salah mampir di kepalanya.“Ayo.“ Nicholas menggenggam tangan Caroline dan mengajaknya menghampiri sebuah benda terbang yang memanjakan mata dengan desainnya.“Hai, kau mau membawaku ke mana Nicholas? Jangan macam-macam ya!” peringat Caroline dangan langkah terseok karena berusaha mengikuti langkah lebar Nicholas yang menyeretnya.Caroline menghela nafas lalu membuangnya kasar, langkahnya berhenti dengan sengaja. "C'mon Caroline, kita tidak punya banyak waktu." desis Nicholas tepat beberapa meter di depann
Napoli, Italia. 05.10 PM. Landasan Helipad pribadi di Mansion Dexon telah tiba.Nicholas terlihat menggendong Caroline yang tertidur di gendongannya setelah beberapa saat lalu turun dari pesawat.Di tengah perayunan sepasang tangan kokoh itu, Caroline mulai menggeliat dan sedetik setelahnya kedua kelopak mata itu menyerjap dan terbuka menampilkan sepasang bola mata biru khas orang eropa."Sudah sampai?" tanya Caroline membuka suara dan di balas anggulan Nicholas."Turunkan aku, Nic." pinta Caroline sambil menguap."Tidur lagi saja." suruh Nicholas.Mungkin karena mengantuk, Caroline akhirnya kembali tertidur dengan kepala yang terus merapat pada dada bidang Nicholas membuat lelaki itu tersenyum tipis transfaram melihat Caroline yang terus menempel padanya.Mereka memasuki sebuah Mansion, dan di sambut seorang pria tampan berambut putih bernama Lucas Dixon—sepupunya. "Dude, kau sudah datang," sambutnya."Menurutmu. " sahut Nicholas bernada dingin khasnya. "Dimana Latte?" tanyanya."Ka
Party Mask. Napoli, Italia. "Sudah siap?" suara khas seorang pria berusia Kisaran empat puluh tahunan terdengar."Sudah ayah. Ayo aku tidak sabar ingin melihatnya," seorang wanita berambut merah menyahut dari samping. "Nicholas Matthew, senang bisa bertemu dengan mu lagi, aku sangat merindukanmu."***Dengan menggandeng tangan Nicholas, Caroline memasuki gedung pencakar langit yang akan menggelar pesta topeng.Di tengah perjalanan Caroline tiba-tiba terpeleset karena heelsnya terlalu tinggi, tapi tidak sampai jatuh dan mempermalukan diri."You oke?" Nicholas menghentikan langkahnya karena melihat wanita yang di samping kanannya ini terlihat kesulitan berjalan.Caroline mengangguk sambil meringis. "It's oke. Hanya haknya ketinggian." kata Caroline sembari menatap wajah Nicholas yang susah terpasang sebuah topeng. Tapi tanggapan Nicholas malah seperti mengajaknya berdebat."Apa katamu?" Kata Caroline meminta Pria yang di gandengnya itu mengulang ucapannya."Jangan sampai mempermalukan!
Wanita yang tidak lain adalah Charlotte Ryson, terlihat mengerutkan alisnya tak mengerti dengan pandangan yang tak lepas dari wanita yang beberapa menit lalu bertabrakan dengannya.Tangannya menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdetak tidak karuan, Charlotte seperti mengenal wanita itu, tapi di mana? dirinya tak pernah sekali pun bertemu wanita itu.Dan..."Yea dia adikmu..." Ingatan itu samar-samar mendatangi otaknya, perkataan ibunya... Apa ini kebetulan? Melamun tanpa ujung yang jelas dalam tebakan di kepalanya, Charlotte akhirnya membuyarkan apa yang membuat kepalanya sakit kala dering telepon menarik perhatiannya.Dret Segera Charlotte menggeser ikon hijau."Halo morgan, jadi bagai—" Suara Charlotte terlebih dulu menyapa seseorang di seberang telepon."Aku belum bertemu dengan mereka," Kata-kata Charlotte terpotong dengan ucapan cepet seorang lelaki bernama Morgan di seberang telepon. "Terus?""Tapi sepertinya Allin kembali berulah, dia..." Charlotte menghela nafas setelah men
Di dalam benda bersegi yang biasa di sebut life, Nicholas bersama Caroline berdiri saling bersisian.Caroline yang memiliki tinggi 174 cm mendongkak—menghunaskan tatapan tajamnya pada Nicholas yang berdiri tepat di sampingnya. Sedangkan Nicholas sendiri menghiraukan tatapan sang wanita.Dan ternyata Caroline tengah menebak-nebak dengan pikirannya soal sebenarnya dirinya akan di bawa kemana oleh pria tampan di berdiri tegak di sebelahnya itu. Apa pria itu tengah menjalankan misi rahasia, atau...Gosh bodoh Caroline berhenti berpikiran random! Batinnya memukul-mukul kepalanya."Hai kenapa?" Nicholas yang menyadari menghentikan aksi tiba-tiba wanita di sampingnya itu.Hingga akhirnya life yang membawa mereka sampai pada lantai tujuan dan saat life terbuka mereka hanya di sambut kesunyian t
"Nicholas Matthew, sesuai kesepakatan yang telah di buat sepuluh tahun yang lalu, kau akan langsung di nikahkan tepat bulan depan nanti!" Anton—Paman dari pihak ayahnya sekaligus ayah dari Karren melirik Nicholas yang terus diam, tidak berminat mengeluarkan suaranya dalam perbincangan.Ya, tujuannya kesini memang untuk membahas masalah pernikahan.pernikahan dirinya dengan seorang perempuan bernama Charlotte Alhenzri. Perempuan dari keluarga Ryson, anak pertama dari Albert dan Elina. perencanaan pernikahan mereka di landasi atas wasiat kakek mereka.Tapi Nicholas tidak ingin melakukan pernikahan tersebut karena itu, dia membawa Caroline bersamanya."Dan untukmu Nona, kau harus siap untuk-" Perkataan Anton dengan mata yang tertuju pada Caroline di sela oleh Charlotte."Maaf menyela Anda. Tapi pernikahan itu tidak akan terlaksana karena saya menolaknya. Say
Keesokan harinya. Di atas sebuah sofa Caroline tengah duduk manis dan tampak sibuk mengotak-atik ponsel di tangannya. Ahya, beberapa saat lalu Caroline memang keluar untuk berbelanja bersama Elina, membeli beberapa pakaian, makeup, dan salah satunya ponsel yang saat ini di mainkannya. Sebenarnya dia menolak untuk keluar apa lagi berbelanja dengan nominal yang besar tapi karena sang ibu memaksa Caroline tidak bisa menolak. Tapi yang jelas Caroline masih asing dengan kehidupannya sekarang. Sangat berubah 90 sederajat. Siapa sangka ternyata dia merupakan anak dari seorang pemilik The big mall dan sangat berpengaruh dengan cabang yang meraja rela di dunia."Akhirnya ketemu." Kata Caroline tampak senang saat berhasil menemukan akun sahabatnya—Rachel.Setelah apa yang terjadi padanya selama setahun ini. Ia rindu adik dan sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana keadaanmu Raquel? Semoga saja Putri menggemaskan dari sahabatnya itu selamat dan baik-baik saja.Caroline benar-benar kehilangan info se
S2 CHAPTER 62 "Nak?"Dengan panik Elina mendekati Caroline yang tiba-tiba memasuki kamar—kepanikannya muncul saat melihat kedua mata putrinya berkaca-kaca bahkan air mata telah membasahi pipinya."Mom..." Caroline langsung menghambur kepelukan sang ibu."Kenapa sayang?" tanya Elina merasa cemas."Nic—Nicholas ternyata mempunyai istri lain—Dia menikah lagi!?!" Beritahu Caroline dengan penuh emosi kesedihan pada sang ibu yang sebenarnya sudah di mengetahui fakta tersebut. Mengela napasnya wanita paruh baya itu tak menyangka akan secepat ini fakta itu sampai pada putrinya. "Untuk lebih jelasnya kamu bisa meminta penjelasan suamimu—"Caroline menatap tak percaya mendengar itu, langsung memotong. "Mommy sudah tau,"Seketika Elina menggeleng tapi menggangguk kemudian. Mencoba tenang sebelum kemudian mejelaskan. "Bukan Mom berpihak pada suamimu, tapi karena mom tau ada sesuatu." Rahasia sebesar ini disembunyikan hanya untuknya. Hebat sekali Nicholas Matteow.Dan sesuatu apa? "Sorry honey
Elina, Caroline, Nicholas turun dari mobil tepat di depan pekarangan Mansion Albert. Ketiganya berjalan memasuki mansion tersebut.Sesampainya—menginjakkan kakinya di lantai utama, mereka telah disambut oleh tiga orang yang tidak lain, Albert, istri kedua dan anak perempuanya."Woah ibu peri dan putrinya yang buta telah kembali." Alice—anak ke tiga Albert mengejek dengan angkuhnya pada Elina dan Caroline.Alice maju selangkah hingga akhirnya berdiri tepat di hadapan Elina dan Caroline. Dengan menatap sinis dua orang itu, Alice berani mengangkat tangannya—menunjuk-nunjuk Elina dan Caroline tak sopan."Kenapa kalian harus kembali ke sini hm? Parasit tidak berguna tidak dibutuhkan di sini!" ucapnya sinis.Caroline yang sedari tadi mengepalkan tangannya ingin sekali menampar bulak balik bibir seenaknya itu. Tapi tenang—Caroline berusaha tenang. Bukan saatnya.Well, sedari awal masuk dia sudah menebak lelaki yang beberapa jarak di hadapannya itu adalah ayah kandungnya dan dua wanita yang t
Keesokan harinya. Pukul 06.30 PM. Caroline sudah bangun dari tidurnya. "Nicholas belum datang?" Tanyanya pada sang ibu yang baru saja keluar dari kamar mandi.Elina menggeleng sebagai jawaban. "Belum."Caroline menghela nafasnya dengan bibir maju sedikit. "Padahal aku sangat berharap kala aku bangun lelaki itu sudah di sini. Waktunya sedikit lagi," lirih Caroline kecewa."Jangan sedih sayang. Kita telepon saja suamimu ya?" Elina yang menemani memutuskan untuk menghubungi menantunya itu untuk mengurangi kesedihan dan kekecewaan putrinya."Mungkin dia memang sibuk Mom." ucap Caroline saat tau sang suami tidak menerima panggilannya."Jangan salah sangka beauty. Aku di sini," suara bas Nicholas dari arah pintu menyahut Caroline. Lelaki itu ternyata sudah berada di rumah sakit."Nic!" sahut Caroline berubah ceria. Terlihat bahagia."Kau benar-benar akan menemaniku?" Tanya wanita itu untuk kesekian kali, membuat Nicholas melengkungkan bibirnya sambil berjalan mendekati Caroline, lalu mem
Beberapa jam kemudian, Caroline sudah kembali ke kamar rawatnya dan jadwal operasi sudah di tetapkan.Beberapa pemeriksaan sudah di lakukan—tadi, dan berjalan lancar dan dirinya besok benar-benar bisa melakukan operasi donor matanya."Caroline."Caroline tersentak saat mendengar suara berat itu.Caroline kemudian menetralkan wajahnya menjadi datar. "Untuk apa Anda ke sini?" tanyanya dingin.Meski tidak bisa melihat seperti apa rupa sosok lelaki yang katanya–Ayah kandungnya, Caroline hanya memperlihatkan raut datarnya setelah fakta yang di dengarnya—kekejaman ayahnya, terutama pada ibunya. Lelaki paruh baya itu mendekati Caroline sembari berkata. "Maafkan Daddy Caroline,"Sontak Caroline terkekeh sinis mendengarnya. "Ayah? Seingat saya... Saya tidak punya Ayah." cetusnya dengan begitu dingin.Menolak mentah-mentah Albert Ryson sebagai Ayah kandungnya.Albert merasa dadanya tertusuk beribu-ribu jerami tajam—sangat sakit saat mendengar putrinya sendiri tak mengakuinya. Bahkan dari nad
"Elina," Elina tersentak saat seseorang menyerukan namanya."Albert." Lelaki itu ikut duduk di samping Elina."Kenapa melamun?" tanya Albert.Elina tersenyum tipis. "Ya. Mengingat apa yang telah kau lakukan dengan wanita itu padaku dan keluargaku."Albert menghela napas, tangannya mengusap wajahnya kasar. "Bisa tidak usah di ingat lagi, hm?"Dengan gelengan kepala juga senyum yang masih setia nangkring di bibirnya Elina menjawab. "Sayangnya tidak bisa, dan tidak akan pernah aku lupakan. Apa yang kau lakukan benar-benar fatal terlebih pada kedua orangtuaku kau— sudah lah." Elina menghela lelah.Albert menatap tak tega. Semua memang salahnya, kesalahan besar sepanjang hidupnya."Maafkan aku." Mohon Albert ke seratusan kalinya yang tidak di tanggapi Elina, membawa tubuh istrinya ke pelukannya dan syukurnya wanita itu tidak menolak.Masih dalam posisi berpelukan Elina menumpahkan isak tangisnya yang samar di dada sang suami. Hingga beberapa menit kemudian wanita itu melepaskan diri dari
Flashback on27 Tahun yang lalu.''Kalian telah sah menjadi sepasang suami istri," seorang pastor baru saja mengikrarkan janji suci sepasang pengantin. ''Mempelai pria bisa mencium mempelai wanita,'' lanjutnya kemudian.Sepasang pengantin—Albert dan Elina kemudian berciuman dengan diawali si mempelai pria."Cantik sekali, Elina Ryson. Istriku." Bisik Albert setelah ciumannya terlepas membuat kedua pipi Elina bersemu antara malu dan bahagia.Elina saat itu terlihat sangat bahagia terbukti dari wajahnya yang terlihat berseri-seri. Ikrar janji suci itu telah diucapkannya bersama Albert—pria yang sangat dicintainya. Yang sekarang menjadikannya berstatus sebagai Nyonya dari Ryson—Nyonyo Albert Ryson."Kini kau sudah menjadi milikku." Bisik Albert mendekatkan wajah mereka, hingga kening mereka saling bersentuhan.Elina menggangguk dengan kebahagiannya yang membuncah. "Yea aku milikmu selamanya."CupMemejam kan kedua matanya kala satu kecupan lama yang terasa tulus sekali bagi Elina, kini p
Satu hari setelahnya. Elina yang tengah duduk di kursi tunggu pasien menoleh pada benda bergetar yang tergeletak di atas lemari mini tempat penyimpanan barang. Dan nama Nicholas yang tertera di layar henda canggih itu."Ya," sapanya setelah menggeser layar icon hijau."Belum... " entah apa yang tengah di obrolkan mertua dan menantu itu tapi Elina kemudian— menganggukan kepala."Oh... Oke.""Istriku sudah sadar?" tanya Nicholas mengubah topik di seberang sana.Dengan senyum keibuannya Elina mengangguk. Tangannya mengelus lembut surai putrinya. "Caroline sudah sadar dari semalam—meski hanya beberapa menit saja, dan sekarang sedang tidur." Lagi...Elina menatap wajah putrinya yang terlelap di hadapannya. "Sebentar lagi pasti bangun." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca."Ya pasti. Istriku itu..." terdengar dehaman samar dari seberang. "Anak mom sangat kuat, bahkan sangat berani sekali mana mungk....ehemm." sadar ucapannya agak melantur Nicholas langsung menutup topik. "Jadi tugas kit
Tiga hari kemudian. "Kapan bangun sayang," Elina membelai surai putrinya yang masih asik memejamkan matanya setelah dua hari berlalu.Meski racun itu tidak memasuki tubuh Caroline tapi ternyata ada beberapa hal yang menyebabkan wanita berusia dua puluh empat tahun itu masih tidak sadarkan diri. "Mom merindukanmu, cepat bangun suamimu sudah merindukanmu." kekh kecil Elina di keheningan kamar vip itu. Cup Lalu kecupan sayang mendarat di kening Caroline dari sang ibu. ***Sedangkan di tempat berbeda, di sebuah ruang bawah tanah yang pengap dan gelap, seorang wanita terus saja menjerit kesetanan. "SIALAN! LEPASKAN AKU.... BERENGSEK... KAU TIDAK BISA MEMPERLAKUKAN KU SEPERTI INI NICHOLAS!!" Jeritnya kesetanan terus menggedor-gedor pintu di hadapannya. "AKU BERSUMPAH AKAN MEMBALASMU NICHOLAS! AKU AKAN MELENYAPKAN SEMUA ORANG YANG KAU SAYANG BAJ