Miana baru ingat bahwa tadi malam saat dia kembali ke rumah Sherry, ada seseorang mengantarkan paket yang berisikan ponsel baru.Setelah mengingat kembali, dia pun menjawab telepon."Halo, apa ini anggota keluarga Reni Yovita? Kondisi Bu Reni sedang berada di ICU, kami membutuhkan persetujuan Anda untuk menindaklanjutinya, mohon segera datang ke rumah sakit."Suara perawat itu terdengar dingin.Miana panik dan segera menjawab, "Baik! Aku akan segera ke sana!"Reni Yovita adalah neneknya.Ketika masih kecil, dia tinggal bersama neneknya selama beberapa tahun, neneknya sangat baik padanya.Beberapa tahun lalu, neneknya jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit. Hidup neneknya bergantung pada berbagai larutan nutrisi dan obat-obatan khusus.Beberapa hari lalu, dia pergi menjenguk neneknya dan merasa kondisi neneknya cukup baik, bahkan berpikir neneknya akan segera keluar dari rumah sakit.Namun, mengapa sekarang tiba-tiba masuk ke ICU?Melihat Miana terburu-buru turun dari ranjang, Sherry se
Miana seketika kehilangan keseimbangannya.Sherry segera mengulurkan tangan untuk mendukungnya."Mia, kamu nggak apa-apa?"Miana tersenyum pada Sherry, lalu berkata, "Dok, aku akan berusaha mendapatkan obatnya. Sekarang aku ingin menemui nenekku, aku permisi dulu."Setelah mengatakan itu, dia menarik Sherry pergi.Dokter melihat punggungnya dan menghela napas panjang.Dokter itu terheran-heran dengan keputusan Miana yang jelas-jelas tahu bahwa menghabiskan uang hanya akan menunda kepergian neneknya sesaat, tetapi dia tetap bersikeras tidak mau menyerah pada neneknya, membuat hidupnya sendiri menjadi begitu sulit.Dokter itu tentu tidak tahu bahwa yang dipertahankan Miana tidak hanya hidup neneknya, tetapi juga keluarganya.Jika neneknya meninggal, dia sudah tidak punya keluarga lagi.Lebih menyedihkan jika dia menjadi sebatang kara di dunia ini.Di kamar rawat, Reni belum nenek belum sadar, terbaring di ranjang rumah sakit dengan tubuhnya dipenuhi selang.Selama beberapa tahun ini, kes
Selama dia tidak mendengarkan Henry dan Janice, suasana hatinya akan baik.Begitu dia sampai di depan lift, pintu lift itu terbuka.Wajah Janice muncul di hadapannya.Miana seketika tertegun.Sungguh sangat kebetulan."Miana, kamau di sini untuk menjenguk aku ya?" tanya Janice dengan lembut sambil berjalan menghampirinya, merangkul lengannya dengan akrab, memberikan kesan bahwa mereka adalah teman dekat.Miana menarik tangannya secara perlahan. "Salah satu klien aku dirawat di sini, aku datang untuk melihat kondisinya!"Secara spontan, dia tidak ingin Janice mengetahui bahwa neneknya juga dirawat di sini, jadi dia memberikan alasan lain."Nggak masalah kalau kamu bukan datang untuk menjengukku. Kebetulan kita bertemu di sini, ayo cari tempat untuk duduk dan mengobrol. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan padamu!" Janice memandang Miana sambil tersenyum, nada bicaranya begitu lembut, seakan-akan tidak menyadari ekspresi dingin di wajah Miana.Miana menatap Janice, tersenyum sinis dan b
Melihat Henry datang, mata Janice bersinar dan dia menggunakan kelicikannya, segera berlari ke pelukan Henry sambil menangis pelan."Henry, maafkan aku, nggak seharusnya aku meminta gelang itu padamu! Dengan begitu, Miana nggak akan marah!""Bukankah dokter sudah bilang emosimu harus stabil? Kenapa kamu menangis!" Henry mengernyit, ekspresinya tampak tidak senang, tetapi nada bicaranya lembut, memberi kesan bahwa dia sangat menyayangi wanita di pelukannya."Henry, lebih baik gelang ini dikembalikan ke pemilik aslinya! Aku nggak pantas memakainya!" Janice meraih tangan Henry, meletakkan gelang itu ke telapak tangannya dengan ekspresi sangat sedih.Jelas-jelas dia juga merupakan istri dari cucu pertama tua bangka itu, tetapi dia sama sekali tidak menerima hadiah ulang tahun apa pun darinya hari ini. Sebaliknya, si tua bangka itu tidak hanya memberikan Grup Eskaria kepada Miana, tetapi juga gelang warisan keluarga.Semua orang tahu, memakai gelang warisan keluarga Jirgan mengartikan memil
Janice tertegun ketika mendengar ucapan Henry.Yang dimaksud Henry ....''Dia nggak ingin bercerai?''Mustahil!'"Aku sih nggak masalah, aku hanya takut kehamilan kakak iparku ini nggak akan bisa disembunyikan, nanti orang-orang akan mencemoohnya, itu nggak akan terdengar baik!" Miana pun berpikir bahwa istri yang begitu pengertian seperti dirinya ini sangat jarang ada di dunia ini!Henry membantu Janice berdiri tegak dengan ekspresi masam, lalu segera menarik pergelangan tangan Miana dan menyeretnya ke dalam lift.Begitu pintu lift tertutup, telapak tangannya yang besar menangkap belakang kepala Miana, lalu menundukkan kepalanya dan mencium Miana.Miana segera menutup mulutnya dengan tangannya, dan bibir Henry jatuh pada jari-jarinya.Panas sekali!Henry mendengkus, menarik tangan Miana.Bibir kedua orang pun saling menempel.Ciuman Henry sangat lembut, aroma tembakau yang samar memenuhi hidung Miana, membuatnya tenggelam.Miana seperti tersihir.Dia tenggelam pada kelembutan Henry.L
Mendengar nama Giyan, Miana teringat bahwa Giyan telah menyelamatkannya sebelumnya. Dia khawatir Henry akan mencari masalah dengan Giyan, jadi segera menjelaskan, "Aku dan Giyan nggak ada hubungan apa pun, nggak seperti yang kamu pikirkan!"Melihat Miana bergegas menjelaskan seperti itu, sorot mata Henry mengelap dan kekuatan tangannya bertambah. "Kenapa? Kamu takut aku mencari masalah dengannya?"'Tadi, dia masih tenggelam dalam kenikmatan yang kuberikan, tapi setelah mendengar nama Giyan, tubuhnya tidak bereaksi lagi.''Dia benar-benar protektif terhadap Giyan.'Menyadari apa yang dipikirkan Henry, tubuh Miana mematung sesaat, lalu spontan menggelengkan kepalanya, "Bukan, aku nggak bermaksud begitu!"Tangan Henry dengan jelas merasakan perubahan pada tubuh Miana. Dia mengernyit dan berkata, "Kemampuan Nyonya Jirgan untuk berbohong sepertinya makin hebat!"Suara Henry terdengar berbahaya.Bisa-bisanya Miana memikirkan pria lain di dalam hatinya, lalu dia menempatkan Henry di mana?Pad
"Dia menggendongku karena pakaianku robek. Aku sangat ketakutan saat itu hingga nggak bisa berjalan sendiri! Dia hanya membawaku ke mobil, lalu Eri yang mengantarku pulang!"Terlepas dari apakah Henry percaya atau tidak, yang dia katakan adalah kebenaran.Setelah mendengar penjelasan Miana, sorot mata Henry menjadi dingin dan berkata, "Nggak ada berita tentang apa yang kamu bilang di jalan layang semalam!"Maksudnya, dia tidak percaya.Miana merasa agak sedih.Henry dan wanita simpanannya selalu bersama hingga muncul berita tentang hubungan mereka berdua yang masuk ke tren tagar. Mereka bahkan memiliki anak, tetapi Henry tidak pernah memberikan penjelasan apa pun padanya.Sementara Miana, dia sudah menjelaskan kejadian yang membuatnya trauma, tetapi Henry tetap tidak percaya dengannya.Apakah Henry bersikap seperti itu memang karena tidak mencintainya?"Kenapa diam? Kamu sudah nggak tahu cara menutupi kebohonganmu?" Henry menyimpulkan bahwa ada hubungan ambigu antara Miana dan Giyan. S
Henry mengangkat alisnya, "Apa maksudmu?"Miana tersenyum dan berkata, "Maksudnya sesuai dengan kata-katanya, pokoknya kamu ingat saja! Sekarang, apa kamu sudah tenang? Lepaskan dasi ini dan biarkan aku pergi!" Miana berbicara dengan tenang, seolah-olah tidak ada yang terjadi di antar mereka.Henry tidak menjawabnya, dia membuka pintu dan keluar dari mobil.Wiley berdiri di kejauhan karena takut mendengar sesuatu yang tidak seharusnya dia dengar, tetapi perhatiannya masih tertuju pada sini.Melihat Henry keluar dari mobil, dia segera menghampiri dan memanggil dengan hormat, "Pak Henry.""Periksa apa yang terjadi di jalan layang Sinra semalam, periksa juga catatan rawat inap Miana dua hari ini." Dia bukan tidak percaya pada Miana, tetapi lebih bersedia percaya pada bukti yang ada di depan mata.Wiley merasa aneh, tetapi dia tetap menjawab "Baik" dengan serius.Ketika Wiley pergi untuk menelepon, Henry sedang bersandar di pintu mobil dan merokok.Entah mengapa, dia selalu teringat dengan
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,