Setelah menata hatinya, Putri mulai fokus mengikuti perkuliahan. Meski demikian, dia agak kecewa karena dosen favoritnya digantikan oleh asisten. Katanya, perempuan muda berotak cerdas itu tak bisa mengajar lantaran ada urusan mendadak.
"Jadi, titik keseimbangan tercapai ketika besarnya permintaan sama dengan penawaran. Dalam istilah matematika, ini dikenal sebagai titik potong dari dua garis linier." Asisten dosen menutup penjelasannya dengan menebalkan titik yang merupakan pertemuan kurva permintaan dan penawaran pada Interactive Whiteboard.Beberapa mahasiswa tampak serius menekuni sedangkan sebagian lainnya sibuk menguap demi mengurai rasa kantuk yang mendera. Resiko yang sudah pasti terjadi ketika seseorang mengambil kuliah kelas karyawan."Lantas apa yang terjadi jika titik keseimbangan tidak terpenuhi, Kak?" Seorang pria yang dikenal Putri sebagai Koordinator Tingkat di kelasnya mulai bertanya.Asisten muda, seperti biasa tidak langsungMendadak Putri merasa sesak nafas. Ternyata tepat hari ini dia dilahirkan dua puluh satu tahun silam. Dan pada momen ini pula wanita yang melahirkannya selalu mengirimkan pesan singkat yang isinya nyaris sama setiap tahun. "Apa ibu tahu usiaku berapa tahun sekarang?" bisiknya lirih. Diluar kendali, air mata Putri mulai jatuh. Biasanya dia selalu merindukan sekaligus membenci hari jadinya. Karena pada saat inilah dia ingat bahwa masih ada sosok ibu untuknya walau nyaris tak pernah hadir dalam momen hidupnya. Saking nihilnya peran Dahlia, Putri bahkan tak yakin kalau beliau masih ingat berapa usianya saat ini. "Hi young Lady, you will attend my class, right?"Suara feminin yang lembut mendadak terdengar dari sisi tubuhnya hingga Putri buru-buru mengusap matanya yang berair. "Yes, Miss. I just need to finish this call." Putri menyahut lalu pura-pura mengetikkan sesuatu pada layar gawainya. Perempuan muda ber-softlens abu-abu it
Seminggu berlalu sejak berita makan malam yang menggemparkan itu, tak ada lagi kehebohan yang berarti. Berita yang semula santer bagai petasan, tiba-tiba lenyap ditelan bumi hingga netizen yang selalunya aktif mulai lupa lantaran sibuk mengurusi gosip lain. Begitu pula dengan Arya. Setelah memerintahkan Bram menyelesaikan masalahnya, dia kembali fokus pada bisnis yang dia jalani. Tetapi bukan berarti, janji makan malam tadi bisa dibatalkan begitu saja. Demi menghargai Dewa Mahendra, terpaksalah dia hadir sekarang di ruang makan keluarga ini. "Akhirnya kita bisa bertemu dengan layak," ujar Dewa memulai basa-basinya setelah bersalaman dengan Arya.Selain Dewa dan Putri, si sulung Deva serta ibu mereka juga turut hadir. Jadi total ada lima orang dewasa duduk di sekeliling meja bundar berkapasitas delapan kursi itu. "Iya Om, kemarin ada urusan mendesak hingga jadwalnya harus diundur hari ini."Jawaban Arya sukses mengundang gelak tawa Dewa
Bualan Deva yang narsistik membuat Arya menatapnya tajam. Dia nyaris tak mempercayai pendengarannya. Bagaimana mungkin, duo ayah dan anak ini begitu lancang menyodorkan putri mereka? Apa harga diri sudah tak ada artinya? "Seharusnya kamu duluan yang menikah, tuan Mahendra. Usiamu lebih tua daripada Putri." Arya menangkis datar. Kesabarannya makin menipis. "Tidak segampang itu, Dude. Sebagai pewaris tunggal, banyak hal yang perlu kupertimbangkan."Tangan Arya mengepal. Ucapan Deva secara tersirat sudah menyindirnya sebagai pewaris 'ban serap'. Selama ini, dia memang terkenal suka menyombongkan statusnya sebagai anak tunggal. Sedangkan untuk Putri sendiri, tidak pernah masuk pertimbangan dalam bursa pewaris. Pasalnya, Putri cuma anak yang diadopsi Dewa dari seorang sosialita asal Amerika yang kini menetap di Bali, bernama Marion Shelby. "Cukuplah untuk malam ini." Akhirnya Dewa menengahi seraya menghembuskan asap cerutunya. "Kurasa Arya
Putri tengah sibuk merapikan tas-tas mewah yang jadi tanggung jawabnya, ketika kasak-kusuk terdengar di sekelilingnya. "Hei ada inspeksi dadakan." Suara pramuniaga yang bertugas di sebelah Putri terdengar lirih. Tentu saja peringatan ini tak ditujukan padanya melainkan pada pramuniaga laki-laki yang bertugas di seberang. "Tapi kenapa? Emangnya ada masalah apa?"Pramuniaga laki-laki yang ditegur tadi bertanya balik, namun wanita yang memberi peringatan cuma mengedik tak acuh. Walaupun agak risau, Putri tetap fokus melakukan tugasnya hingga suara manajer toko tiba-tiba memanggil mereka berkumpul di ruangan yang kerap dipakai untuk briefing. "Selamat sore semuanya," ujar manajer memulai percakapan. Seisi ruangan menyahut lemah, tidak ramai seperti biasa. "Jadi, hari ini ada inspeksi dadakan karena sebuah dompet seharga delapan juta rupiah hilang dari toko."Serempak semuanya saling tatap. Ada kebingungan juga rasa takut kalau sampai insiden ini bakal membuat mereka dipecat. Mendapat p
Berbekal petunjuk seadanya, Putri berhasil menemukan restoran khas makanan oriental bernama Oriental Palace itu. Namun dia jadi ragu lantaran desainnya yang kelewat mewah. Tebakan Putri pastilah harga minimal seporsi makanan di sini menyamai gajinya sehari. "Selamat sore Kak, ada yang bisa dibantu?" Seorang resepsionis berpakaian rapi menyapanya ramah. Putri yang agak celingak celinguk sejak tadi jadi tersipu malu. "Maaf Kak, bisa bertemu dengan manajernya?""Sudah ada janji sebelumnya?"Putri mengangguk yakin. Berbekal surat rekomendasi di tangan, dia sangat yakin kalau atasannya yang lama sudah mengatur segalanya. "Boleh saya tahu nama Kakak siapa?" Resepsionis tadi bertanya lagi dan kembali Putri menyebutkan namanya dengan mantap. Resepsionis meminta Putri duduk di ruang tunggu dan tak lama kemudian seorang wanita berpenampilan menarik datang menemuinya. Putri langsung bangkit, memberikan senyum terbaik lalu meng
Seminggu berlalu dan Putri sudah bekerja kembali seperti biasa. Mulanya dia ragu bakal dipecat dari D'Artz, namun diluar perkiraan, manajernya malah memberi cuti dua hari agar dia bisa istirahat. Dan sekarang, di sinilah Putri bergelut dengan worksheet Excel yang dipenuhi angka-angka. Pembukuan restoran sebelumnya banyak yang keliru hingga Putri harus rela berputar-putar demi mendapatkan angka balance yang sempurna. "Eh, ada artis datang ke restoran kita." Salah satu pramusaji yang bertugas tiba-tiba mencetus pada salah satu temannya. "Jangan norak, ah. Artis memang sering mampir kemari."Kedua gadis muda itu kembali melanjutkan percakapan mereka dengan nada lirih sementara Putri tetap menunduk memeriksa angka demi angka pada layar monitornya. Pekerjaannya makin berat karena dia juga merangkap jadi kasir. Pada saat pegal di pundaknya tak tertahan lagi, Putri menengadah, melakukan sedikit peregangan pada otot-ototnya yang kaku. Matanya memindai sekeliling restoran dalam sekejap dan
Sesuai dugaan Arya, besoknya sang ibu langsung bertandang ke lantai dua puluh lima Bharata Tower. Tujuan beliau tentu saja menegur sang anak karena sudah melukai hati calon menantu kesayangan. "Seharusnya kamu lebih sabar dan pengertian. Usiamu sangat jauh di atas Putri," ucap nyonya Bharata memulai nasihatnya. "Aku sudah berusaha tapi dia memang keterlaluan. Suka cemburu, angkuh, ... .""Arya, cukup. Kalau Putri cemburu itu wajar. Berarti dia sayang sama kamu. Kamu bilang dia angkuh? Hmph, jangan bercanda Arya. Dia perempuan paling sopan yang pernah Mama temui."Nyaris Arya tertawa mendengar pembelaan sang ibu. Sebagai aktris jempolan, akting Marion memang tak perlu diragukan. Jangankan nyonya Bharata, para netizen setanah air pun berhasil dia kelabui. Setiap mencari berita soal Marion, maka yang keluar adalah cerita soal kebaikan, ketulusan, bahkan kerendahan hati. Orang-orang di luar sana tak pernah tahu betapa besar kerja keras tim
Ketika Arya tengah sibuk dengan rencana bisnisnya, Putri pun tak kalah sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Nyaris satu bulan berlalu sejak terakhir kali Arya dan kekasihnya bertandang ke Oriental Palace, namun gelagat Arya yang aneh waktu itu --mendadak meninggalkan Putri Marion -- masih membekas dalam ingatan Putri. Sejak hari itu dia selalu memakai masker saat bekerja agar tak ada lagi orang yang mengenali wajahnya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini dia juga tengah berkutat dengan pekerjaannya, ketika manajer toko mereka yang selalunya bermuka dingin, tergesa masuk dengan senyum sumringah. "Guys, tolong cepat dirapikan kursi dan meja-meja. Restoran kita mau dipakai jadi lokasi syuting."Putri dan yang lainnya masih berusaha mencerna perkataan ini ketika manajer itu kembali bertepuk heboh. "Ayo, apa lagi yang kalian tunggu? Cepat, cepat, ini bisa jadi ajang promosi untuk restoran kita," ujarnya mendesak. Tak butuh waktu l
"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara. Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo. "Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya. Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra. "Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d
Besoknya, setelah pengumuman resmi kembalinya puteri yang hilang, Dewa langsung membawa Putri menuju perusahaan kosmetik milik keluarga Mahendra. "Kamu siap untuk tugas pertamamu?" selidiknya ketika mereka sudah mencapai ambang pintu. "Siap, Papa."Jawaban Putri yang mantap membuat Dewa tersenyum puas. Rasanya, semakin mengenal Putri, dia makin bangga. Meski lahir dan dibesarkan ditengah kaum jelata, puterinya bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dewa tak tahu saja bila semua yang diraih Putri saat ini merupakan hasil kerja keras selama bertahun-tahun, termasuklah didalamnya pelatihan etika dan kepribadian. Ruang pertemuan sudah dihadiri semua petinggi perusahaan, hingga Putri yang tadinya sudah siap nyaris gugup. " .... untuk selanjutnya Putri Maharani akan menjabat sebagai presiden direktur yang baru dari Mayapada Beauty." Dewa Mahendra menutup sambutannya dan tepukan riuh langsung bergema memenuhi ruangan. Perbe
Satu minggu kemudian, keluarga Mahendra mengumumkan kembalinya puteri kandung mereka yang hilang. "... seperti yang kalian tahu selama ini kami mengadopsi Putri Marion dari mantan istri almarhum adikku, Marion Shelby. Sebabnya tak lain karena puteri kandung kami hilang akibat tipu muslihat yang keji ... waktu itu dia masih orok yang baru keluar dari rahim istriku. Gara-gara ini pula, istriku tak berani lagi mengandung. Kehilangan puteri bungsu membuatnya trauma. Siapa sangka, pertemuan tak disengaja akhirnya membuat kami bisa bertemu lagi ... ."Sambutan ini diucapkan dengan penuh haru bahkan sampai menitikkan air mata. Putri yang diminta berdiri di salah satu sudut tersembunyi hanya bisa menatap takjub kemampuan akting kedua manusia di depan sana. Puteri yang hilang katanya? Padahal untuk memaksa nyonya Mahendra agar mau mengangkat dirinya sebagai puteri yang hilang itu, Dewa harus memberi kompensasi. Deva akan tetap jadi satu-satunya pewaris
Walau suaranya terdengar mantap, sejujurnya Putri sangat hancur di dalam. Kalau bukan karena memaksa diri agar kuat, dia sudah pasti menangis detik ini. Dewa menarik nafas panjang dan menatap Putri serius, "sesudah itu apa? Kamu mau kembali hidup luntang-lantung sendirian? Jadi objek hinaan semua orang? Putri, aku tak akan membiarkan darah Mahendra diinjak-injak begitu saja."Putri tertawa sangat keras. Ya! Apa yang penting bagi Dewa bukanlah dirinya atau ibunya atau siapapun melainkan nama keluarganya, Mahendra. "Persetan dengan namamu! Aku bahkan jijik harus memiliki DNA-mu dalam tubuhku," sahutnya begitu tawa pahit itu usai. "Kalau begitu, manfaatkan aku. Kamu membenciku, kan? Kenapa harus membiarkan aku hidup tanpa beban setelah menghadirkanmu ke dunia?"Sekarang Putri makin bingung. Sejak tadi dirinya sudah bertindak sangat kurang ajar namun Dewa tidak murka sedikit pun. Dia justru memberikan persuasi yang masuk akal. La
"Kamu yakin mau pergi begitu saja, Putri?"Suara Claudia menarik Putri kembali ke dunia nyata. Sejak tadi dia memang masih gamang, tapi mau bagaimana lagi? Rasanya sudah terlalu lelah dengan semua masalahnya di sini. "Ya, Kak. Mungkin saja, suasana kampung bakal bikin hidupku lebih happy. Aku sudah muak dengan kekejaman ibu kota. Sepertinya, takdirku memang jadi orang desa," sahut Putri dengan seulas senyum getir di bibirnya. Claudia hanya bisa mendesah pasrah. Setelah memastikan semua bawaan Putri siap, dia pun memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti adik itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Kamu orang baik, hidup tak akan selamanya kejam."Air mata Putri kembali menitik. Dengan rasa haru dia merangkul sahabatnya dan berpamitan. Sejurus kemudian, dia sudah duduk di dalam taksi menuju stasiun bus. Semalam, setelah melarikan diri dari Arya, Putri langsung menuju kontrakan Claudia. Usai menghabiskan waktu berpikir s
Akhirnya, hari yang mendebarkan itu pun tiba. Arya mengajak Putri bertandang ke kediaman utama keluarga Bharata yang terletak di bilangan elit ibu kota. Begitu mereka sudah di ambang pintu, nyonya Bharata beserta Andini menyambut mereka. "Wah, akhirnya bisa ketemu langsung dengan aktris tenar kita," nyonya Bharata berkata sambil menempelkan pipinya ke wajah Putri. Tak jauh berbeda, Andini juga menyambut ramah mantan mahasiswanya itu. Segera, setelah basa-basi singkat usai, nyonya Bharata langsung menghela mereka semua ke ruang makan. Kesan pertama yang didapat Putri soal nyonya Bharata adalah beliau pribadi yang hangat dan cerdas, persis puterinya, Andini. Sementara tuan Bharata sendiri adalah pengamat yang baik. Sejak tadi beliau tak banyak bicara, namun matanya kedapatan menyorot Putri beberapa kali. Bukan tatapan genit melainkan meneliti. "Jadi, bagaimana perasaanmu setelah memenangkan award di festival film Asia?" Andini yang dud
Kontan idenya ini ditolak Johan mentah-mentah. "Mengapa jadi begitu? Ada lima aktris yang akan audisi untuk peran ini dan kita harus menyaksikan kemampuan mereka berlima."Meski agak cemberut, pria muda itu akhirnya menuruti perkataan sang paman. Ketika Marion sudah selesai dengan aktingnya, Putri yang didaulat untuk maju. Berbeda dengan Marion, Putri memulai adegannya dengan merapikan rok dan seragam, lalu mengusap mata. Setelahnya, dia membuka pintu seolah di tangannya ada anak kunci, lalu menyapa seseorang yang dipanggilnya ibu. Setelah itu, dia membuka pintu yang lain dan berpura-pura menyalakan keran, lalu mengusap tubuhnya berulang-ulang. Matanya dipenuhi keputus-asaan namun tak bisa bercerita pada siapapun. Sebagai gantinya, dia cuma terisak sambil menutup mulut agar ibunya yang sedang duduk di luar ruangan, tidak mendengar apa-apa. Hebatnya, semua lakon Putri ini hanya bermodal imajinasi. Didepannya tak ada pintu, tak ada Ibu, tak ada a
Sesuai janjinya pada Arya mengenai konsep setara, Putri mulai berbenah. Untuk langkah awal, dia mendirikan perusahaan akuntan publik pertamanya, dan sebagai bentuk dukungan, Arya merelakan Arda Pictures sebagai klien pertama. Bila itu belum cukup, dia juga mempengaruhi rekan-rekannya agar mempercayakan laporan keuangan dan masalah perpajakan mereka ke perusahaan pacarnya. Hal ini membuat perusahaan milik Putri langsung mencicip laba di bulan pertama setelah launching. "Wah, ternyata ini enaknya punya kenalan orang dalam," gurau Putri ketika Arya tengah bertandang ke ruang kerjanya. "Itu sudah pasti. Silakan manfaatkan aku sesukamu, Sweetheart." Seperti biasa, Arya langsung menyahut dengan mulut manisnya. Putri mencibir dan tetap fokus menekuni laporan di atas mejanya. Sebagai perusahaan baru, dia belum berani mempercayakan masalah finansial sepenuhnya pada orang lain. "Putri, sekarang bagaimana? Kamu sudah merasa 'sejajar' belum sam