Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara.
Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo."Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya.Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra."Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
"Peserta nomor dua belas, silakan masuk," ujar seorang pria berwajah kelimis dari ambang pintu. Bersamaan dengan itu, seorang gadis dengan tampilan trendy dan tubuh tinggi masuk ke dalam ruangan. Sejak tadi, wanita ini sudah mencuri perhatian Putri karena pembawaannya sangat berbeda dari peserta lain. Selain terlihat santai, tubuhnya pun mengenakan barang branded dari atas sampai ke bawah yang tak mungkin bisa dijangkau oleh artis yang tengah merintis karir. Putri kembali menatap nomor antriannya dengan gelisah. Di atas kartu itu tertulis angka tiga puluh dua, yang berarti ada dua puluh kandidat lagi yang mesti maju sebelum tiba gilirannya. "Eh, dengar-dengar kita casting cuma formalitas lho. Semua peran yang dibutuhkan sudah terisi." Seorang peserta yang kebetulan duduk di sebelah Putri mulai bergosip dengan rekannya. "Ah, masak sih sekelas Bharata group curang?" Temannya menanggapi skeptis. "Pelankan suaramu, bodoh."Setelah itu keduanya bicara sangat pelan hingga suara mereka
Kamu sudah pulang? Kok cepat?" sapa Sophia yang tengah duduk sambil menonton TV di ruang tengah begitu Putri membuka pintu. "Aku ... aku gagal Kak. Tak jadi ikut casting karena mereka keburu dapat peran yang cocok."Sophia, yang dikira Putri bakal murka terlebih karena perdebatan mereka soal kostum yang dipakainya tadi pagi, nyatanya cuma tersenyum miring. "Sudah kubilang, modal akting saja tak cukup di sini. Selain cantik dan berbakat, kamu juga harus berani.""Iya, Kak." sahut Putri lemah. Matanya yang indah mengerjap tak berdaya menatap Sophia. Selama tinggal bersama rekan satu unitnya dua bulan ini, Putri sedikit-banyak tahu kalau wanita yang punya nama lengkap Sofyani ini bukanlah perempuan naif. Tujuh tahun malang-melintang di tengah getirnya dunia hiburan ibu kota, bisa mengubah wanita lugu manapun jadi agak picik. Kalau tak begini, mana mungkin Sophia mampu membiayai hidup glamornya dengan tawaran kerja yang bisa dihitung pakai jari. "Nah, kalau kau berani, peran yang lepa
Anehnya, tak ada sahutan apapun. Pada saat ini sadarlah Putri kalau yang tinggal di ruangan ini cuma dirinya dan Sony. Perlahan pria bertubuh gempal itu mendekatinya dan berkata penuh kelembutan, "Sayang, mereka sudah keluar. Saatnya pertunjukan kita dimulai.""Ap--apa maksud Anda?"Bukannya menanggapi, Soni malah terkekeh geli, "Hahaha, kau begitu lugu bikin aku tak sabar ingin beraksi."Sekali sentak, tali yang mengikat kimono Soni pun terlepas, menampakkan perut yang buncit serta dada yang ditumbuhi bulu-bulu lebat. Pemandangan tak senonoh ini bikin Putri hampir muntah. "Pergi... Men--jauh dariku," geramnya marah.Dengan gerakan lamban, gadis malang itu beringsut menjauhi Soni yang mendekatinya seraya menyeringai nakal. Tingkah produser kawakan itu persis ular yang sedang mengincar mangsa."Pergi kubilang! Pergi!"Putri berteriak histeris, namun tindakannya justru bikin Soni makin bergairah.Biasanya, pria paruh baya ini memadu kasih dengan calon artis muda yang selalu memberika
Cahaya mentari yang menimpa wajahnya adalah hal pertama yang disadari Putri ketika terjaga keesokan harinya. Setelah itu, kepalanya yang agak pusing, lalu ...rasa nyeri di bagian pribadinya.Kesadaran ini menghantam dirinya dengan hebat.Panik dia menatap sekeliling hingga netranya tertumbuk pada sosok tampan yang duduk tak jauh darinya bersama secangkir kopi di atas meja. "Akhirnya kau bangun." sapa Arya pada gadis yang nampak gugup itu.Reaksi Putri bikin Arya heran, mengingat betapa liar percintaan mereka semalam. Sambil menatap gadis itu penuh minat, Arya berhitung dalam kepalanya. 'Satu, dua tiga... Action!'Pertama: mereka akan menangis. Namun yang terjadi, Putri cuma menatapnya tanpa ekspresi lalu memunguti bajunya yang terlempar menyedihkan. Setelah itu dia mengenakannya di depan Arya tanpa rasa canggung sedikitpun. Dua: Mereka akan minta pertanggungjawaban.Di luar ekspektasi Arya, Putri yang sudah selesai berpakaian malah duduk angkuh di depannya seperti seorang ratu. Tak
"Putri, tolong kamu letakkan tas ini di display utama."Putri cepat-cepat mengiyakan perintah atasan barunya sambil mengangkat tas yang dimaksud dalam sebuah tray khusus. Sudah sebulan sejak peristiwa pahit kemarin, dia mulai belajar menerima kenyataan. Selain pindah tempat tinggal, atas rekomendasi atasannya yang lama, dia juga bekerja di salah satu cabang resmi brand ternama di dunia. Bentuk fisik dan pembawaannya yang menarik, membuat Putri diterima langsung oleh atasannya sekarang. "Selamat siang bu Putri, ada yang bisa kami bantu?"Telinga Putri yang awas menangkap suara rekan kerjanya saat dia tengah sibuk memajang tas limited edition itu pada display. "Ya, saya mau tas keluaran terbaru. Hari ini kekasih saya sedang senang dan mau membelikan saya hadiah, iya kan Beb?"Sahutan pria yang dipanggil 'beb' itu tak terlalu jelas di pendengaran Putri namun mendengar klien baru ini punya nama yang sama namun kehidupan yang jauh berbeda dengannya, jadi memantik rasa penasaran. Putri
Sontak Putri terhenyak mendengar permintaan yang berlebihan ini. Lewat sudut matanya, dia juga bisa melihat kekagetan yang sama pada raut wajah kedua laki-laki dewasa yang duduk di ruang tunggu elegan itu."Cukup Sayang, sebaiknya kita pulang. Jangan suka berlebihan." Akhirnya Arya memecah keheningan, mukanya yang tampan nampak rikuh menahan malu. Tanpa menunggu persetujuan Marion, dia langsung bangkit berdiri. "Kalau begitu, kami pulang dulu. Saya tunggu kabar baiknya," pungkas Marion seraya melempar tatapan mematikan pada Putri. Putri dan manajer toko mengantar kepergian kedua tamu istimewa itu sampai hilang dari pelupuk mata. Setelah Marion dan Arya tak terlihat lagi barulah manager toko menoleh pada Putri dan bertanya, "sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa mbak Putri sampai marah sama Kamu?"Putri menelan ludah susah payah, terlalu bingung menceritakan kisah yang dia sendiri tak mengerti ujung pangkalnya. Kalau dia mengatakan ada k
Arya tengah sibuk berkutat di depan laptop kpetika panggilan masuk dari Bram mengganggu ketenangannya. Ogah-ogahan dia mengangkat telepon sang asisten sebelum mimik wajahnya berubah drastis. "Apa kamu bilang? Dia menolak?"Suara Bram terdengar sangat kesal dari seberang sana. "Tak cuma menolak, dia juga meneriakiku orang cabul, bayangkan!""Hahahaha." Arya yang awalnya mendelik kini tertawa keras membayangkan asisten sekaligus sahabat masa kecilnya dikatai orang cabul. Sebagai lajang berkualitas, belum pernah ada kaum Hawa yang berani mempermalukan mereka. "Kenapa ketawa, Bos? Puas melihat kemalanganku?" Suara Bram jelas bersalut rasa kesal. "Easy, easy. Let's hold it now. Nanti kita pikirkan cara lain." Arya menyahut kalem dengan seulas senyum di bibirnya. "Bos, kenapa harus repot mengurusi cewek sok jual mahal? Kalau memang sungkan, Bos bisa kasih uangnya untukku. Dengan senang hati aku pasti memaafkanmu mewakili
"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara. Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo. "Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya. Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra. "Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d
Besoknya, setelah pengumuman resmi kembalinya puteri yang hilang, Dewa langsung membawa Putri menuju perusahaan kosmetik milik keluarga Mahendra. "Kamu siap untuk tugas pertamamu?" selidiknya ketika mereka sudah mencapai ambang pintu. "Siap, Papa."Jawaban Putri yang mantap membuat Dewa tersenyum puas. Rasanya, semakin mengenal Putri, dia makin bangga. Meski lahir dan dibesarkan ditengah kaum jelata, puterinya bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dewa tak tahu saja bila semua yang diraih Putri saat ini merupakan hasil kerja keras selama bertahun-tahun, termasuklah didalamnya pelatihan etika dan kepribadian. Ruang pertemuan sudah dihadiri semua petinggi perusahaan, hingga Putri yang tadinya sudah siap nyaris gugup. " .... untuk selanjutnya Putri Maharani akan menjabat sebagai presiden direktur yang baru dari Mayapada Beauty." Dewa Mahendra menutup sambutannya dan tepukan riuh langsung bergema memenuhi ruangan. Perbe
Satu minggu kemudian, keluarga Mahendra mengumumkan kembalinya puteri kandung mereka yang hilang. "... seperti yang kalian tahu selama ini kami mengadopsi Putri Marion dari mantan istri almarhum adikku, Marion Shelby. Sebabnya tak lain karena puteri kandung kami hilang akibat tipu muslihat yang keji ... waktu itu dia masih orok yang baru keluar dari rahim istriku. Gara-gara ini pula, istriku tak berani lagi mengandung. Kehilangan puteri bungsu membuatnya trauma. Siapa sangka, pertemuan tak disengaja akhirnya membuat kami bisa bertemu lagi ... ."Sambutan ini diucapkan dengan penuh haru bahkan sampai menitikkan air mata. Putri yang diminta berdiri di salah satu sudut tersembunyi hanya bisa menatap takjub kemampuan akting kedua manusia di depan sana. Puteri yang hilang katanya? Padahal untuk memaksa nyonya Mahendra agar mau mengangkat dirinya sebagai puteri yang hilang itu, Dewa harus memberi kompensasi. Deva akan tetap jadi satu-satunya pewaris
Walau suaranya terdengar mantap, sejujurnya Putri sangat hancur di dalam. Kalau bukan karena memaksa diri agar kuat, dia sudah pasti menangis detik ini. Dewa menarik nafas panjang dan menatap Putri serius, "sesudah itu apa? Kamu mau kembali hidup luntang-lantung sendirian? Jadi objek hinaan semua orang? Putri, aku tak akan membiarkan darah Mahendra diinjak-injak begitu saja."Putri tertawa sangat keras. Ya! Apa yang penting bagi Dewa bukanlah dirinya atau ibunya atau siapapun melainkan nama keluarganya, Mahendra. "Persetan dengan namamu! Aku bahkan jijik harus memiliki DNA-mu dalam tubuhku," sahutnya begitu tawa pahit itu usai. "Kalau begitu, manfaatkan aku. Kamu membenciku, kan? Kenapa harus membiarkan aku hidup tanpa beban setelah menghadirkanmu ke dunia?"Sekarang Putri makin bingung. Sejak tadi dirinya sudah bertindak sangat kurang ajar namun Dewa tidak murka sedikit pun. Dia justru memberikan persuasi yang masuk akal. La
"Kamu yakin mau pergi begitu saja, Putri?"Suara Claudia menarik Putri kembali ke dunia nyata. Sejak tadi dia memang masih gamang, tapi mau bagaimana lagi? Rasanya sudah terlalu lelah dengan semua masalahnya di sini. "Ya, Kak. Mungkin saja, suasana kampung bakal bikin hidupku lebih happy. Aku sudah muak dengan kekejaman ibu kota. Sepertinya, takdirku memang jadi orang desa," sahut Putri dengan seulas senyum getir di bibirnya. Claudia hanya bisa mendesah pasrah. Setelah memastikan semua bawaan Putri siap, dia pun memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti adik itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Kamu orang baik, hidup tak akan selamanya kejam."Air mata Putri kembali menitik. Dengan rasa haru dia merangkul sahabatnya dan berpamitan. Sejurus kemudian, dia sudah duduk di dalam taksi menuju stasiun bus. Semalam, setelah melarikan diri dari Arya, Putri langsung menuju kontrakan Claudia. Usai menghabiskan waktu berpikir s
Akhirnya, hari yang mendebarkan itu pun tiba. Arya mengajak Putri bertandang ke kediaman utama keluarga Bharata yang terletak di bilangan elit ibu kota. Begitu mereka sudah di ambang pintu, nyonya Bharata beserta Andini menyambut mereka. "Wah, akhirnya bisa ketemu langsung dengan aktris tenar kita," nyonya Bharata berkata sambil menempelkan pipinya ke wajah Putri. Tak jauh berbeda, Andini juga menyambut ramah mantan mahasiswanya itu. Segera, setelah basa-basi singkat usai, nyonya Bharata langsung menghela mereka semua ke ruang makan. Kesan pertama yang didapat Putri soal nyonya Bharata adalah beliau pribadi yang hangat dan cerdas, persis puterinya, Andini. Sementara tuan Bharata sendiri adalah pengamat yang baik. Sejak tadi beliau tak banyak bicara, namun matanya kedapatan menyorot Putri beberapa kali. Bukan tatapan genit melainkan meneliti. "Jadi, bagaimana perasaanmu setelah memenangkan award di festival film Asia?" Andini yang dud
Kontan idenya ini ditolak Johan mentah-mentah. "Mengapa jadi begitu? Ada lima aktris yang akan audisi untuk peran ini dan kita harus menyaksikan kemampuan mereka berlima."Meski agak cemberut, pria muda itu akhirnya menuruti perkataan sang paman. Ketika Marion sudah selesai dengan aktingnya, Putri yang didaulat untuk maju. Berbeda dengan Marion, Putri memulai adegannya dengan merapikan rok dan seragam, lalu mengusap mata. Setelahnya, dia membuka pintu seolah di tangannya ada anak kunci, lalu menyapa seseorang yang dipanggilnya ibu. Setelah itu, dia membuka pintu yang lain dan berpura-pura menyalakan keran, lalu mengusap tubuhnya berulang-ulang. Matanya dipenuhi keputus-asaan namun tak bisa bercerita pada siapapun. Sebagai gantinya, dia cuma terisak sambil menutup mulut agar ibunya yang sedang duduk di luar ruangan, tidak mendengar apa-apa. Hebatnya, semua lakon Putri ini hanya bermodal imajinasi. Didepannya tak ada pintu, tak ada Ibu, tak ada a
Sesuai janjinya pada Arya mengenai konsep setara, Putri mulai berbenah. Untuk langkah awal, dia mendirikan perusahaan akuntan publik pertamanya, dan sebagai bentuk dukungan, Arya merelakan Arda Pictures sebagai klien pertama. Bila itu belum cukup, dia juga mempengaruhi rekan-rekannya agar mempercayakan laporan keuangan dan masalah perpajakan mereka ke perusahaan pacarnya. Hal ini membuat perusahaan milik Putri langsung mencicip laba di bulan pertama setelah launching. "Wah, ternyata ini enaknya punya kenalan orang dalam," gurau Putri ketika Arya tengah bertandang ke ruang kerjanya. "Itu sudah pasti. Silakan manfaatkan aku sesukamu, Sweetheart." Seperti biasa, Arya langsung menyahut dengan mulut manisnya. Putri mencibir dan tetap fokus menekuni laporan di atas mejanya. Sebagai perusahaan baru, dia belum berani mempercayakan masalah finansial sepenuhnya pada orang lain. "Putri, sekarang bagaimana? Kamu sudah merasa 'sejajar' belum sam