Home / Romansa / Terjerat Pesona Kakak Ipar / Bayang-bayang Masa Lalu

Share

Bayang-bayang Masa Lalu

Author: Arsyla Adiba
last update Last Updated: 2025-03-14 02:12:11

Pov Liam

Suara mobil yang terdengar dari luar jendela membangunkan aku dari lamunan. Aku mendekat ke jendela kamar dan melihat Gavin baru saja tiba, tampak lelah namun tetap sigap dengan pekerjaannya. Aku menggelengkan kepala, tak heran dengan sikapnya yang selalu gila kerja. Berbeda denganku, yang lebih memilih menikmati hidup dan waktu yang ada.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu kamar tertutup. Aku tahu, Gavin pasti sudah masuk ke kamar bersama Alexa. Sesaat, aku merasa canggung, entah mengapa, meski aku tak tahu harus merasa apa. Bagaimana pun juga, aku adalah kakak ipar, dan Alexa adalah istrinya.

Aku menghela napas pelan dan berbalik dari jendela. Jika sudah seperti ini, mungkin lebih baik aku keluar untuk mencari udara segar. Aku turun ke lantai bawah, berusaha mengusir ketegangan yang ada di tubuhku. Aku ingin membuat secangkir teh atau kopi, sesuatu yang bisa menenangkan pikiranku.

Malam ini aku tidak bisa tidur, mungkin karena di pesawat tadi aku sudah tertidur cukup lelap. Atau mungkin karena otakku terus terjaga oleh berbagai perasaan yang muncul begitu saja sejak aku kembali ke rumah ini. Perasaan yang tidak mudah untuk dijelaskan, apalagi dengan kehadiran Alexa di sekitarku.

Aku berdiri di dapur, merenung sejenak. Entah mengapa, perasaan cemas dan gelisah tiba-tiba muncul begitu saja. Ada sesuatu yang mulai terasa berbeda, terutama dengan Alexa.

Saat aku melihat Alexa, entah mengapa hatiku tiba-tiba berdebar. Dia benar-benar cantik, lebih dari yang aku kira. Matanya yang penuh ekspresi, kulitnya yang halus, dan senyumnya yang manis… semuanya membuat aku terpesona. Senyumnya yang ringan, penuh kelembutan, itu yang membuatku merasa canggung sekaligus tertarik.

Aku tahu aku harus menjaga jarak, bahwa dia adalah istri dari Gavin, adikku. Tetapi entah mengapa, ada sesuatu dalam diriku yang sulit untuk dipahami. Setiap kali dia tersenyum atau berbicara, seolah dunia sekitar kami hilang begitu saja. Aku merasa tertarik, lebih dari sekadar rasa simpati yang seharusnya aku miliki sebagai kakak ipar.

Aku meneguk kopi yang baru saja kuredam, mencoba mengalihkan perhatian dari perasaan yang tiba-tiba muncul. Aku tahu ini salah. Aku tidak bisa membiarkan perasaan ini berkembang lebih jauh. Dia adalah bagian dari hidup Gavin, dan aku harus menghormati itu.

sedang asyik memikirkan Alexa, terlarut dalam kebingunganku sendiri, ketika tiba-tiba mataku tertuju padanya. Ia turun dari tangga, mengenakan pakaian yang, sejujurnya, membuatku merasa tergoda. Seketika, pikiranku terhenti. Apa dia sudah lupa kalau ada lelaki asing, selain suaminya, yang tinggal di sini sekarang?

Aku merasa tidak nyaman dengan perasaan ini, namun tubuhku seakan tidak bisa mengabaikan penampilannya. Pakaian yang dia kenakan terasa begitu ringan dan tak terduga, mengungkapkan sisi dirinya yang lebih memikat. Rambutnya yang tergerai, tubuhnya yang ramping, dan tatapan matanya yang penuh ketenangan, semuanya hanya membuat diriku semakin gelisah.

Seketika itu juga aku menyadari betapa sulitnya mengendalikan perasaanku, terutama ketika Alexa ada di dekatku. Aku tahu ini salah, sangat salah. Tetapi, aku tidak bisa menutup mata dari kenyataan bahwa setiap gerakannya selalu menarik perhatian. Aku mencoba menahan diri dan berpikir rasional, tapi perasaan yang muncul begitu kuat, hampir memaksaku untuk melangkah lebih jauh.

Aku mengikuti Alexa dari belakang, menikmati setiap inci tubuhnya, semakin dekat kini aku tepat berdiri di belakangnya.

"Kamu belum tidur Alexa?" Tanya Ku sambil melihat Alexa yang terkejut, mataku tak lepas dari tubuhnya meskipun aku mencoba mengontrol tapi tubuh Alexa seperti candu yang ingin aku pandangi.

"Ah aku cuman mau ambil air," jawab Alex terdengar bergetar, sambil merapikan rambutnya yang terlihat lucu di mataku.

Aku mengganguk pelan,tapi mataku tak.lepas dari tubuhnya "Kamu tahu malam ini terasa dingin,"ucapku sambil menahan hasrat pada diriku.

"Aku baik-baik saja,"jawabnya.

"Kamu baik-baik saja, sepertinya ada yang mengganggu pikiran mu?" Ucap ku pelan dan tenang terus memperhatikan Alexa yang salah tingkah karena tatapan ku.

Alexa terdiam sejenak, "Aku hanya lelah dan kesal," jawab alexa ragu.

"Kamu tahu," kata ku lagi, lebih lembut sekarang, "Kamu nggak perlu menahan semuanya sendiri, Alexa. Terkadang, berbicara tentang itu bisa membantu."

Alexa tanpak gusar, ia melihat ku dengan tatapn tak nyaman,"Kak Liam mau apa ke dapur?"

Aku sedikit terkejut, mendengar pertanyaan dari Alexa yang sengaja mengubah topik pembicaraan, aku tersenyum tipis ke arah nya "Oh, aku cuma lewat saja. Tidak ada yang spesial," jawab ku.

"Kalau begitu, aku kembali ke kamar dulu," kata Alexa.

Aku mengangguk, memberikan senyum terbaik ku padanya." Kamu istirahat saja Alexa jangan memikirkan hal-hal yang bikin pusing" ucapku sedikit memberi perhatian padanya.

Aku memperhatikan Alexa menaiki tangga dengan langkah pelan. Gerakannya memancarkan sesuatu yang tak terdefinisikan—mungkin anggun, mungkin sederhana. Dari sudut ini, aku bisa melihatnya dengan jelas, tapi aku memutuskan untuk tidak berlama-lama. Kuletakkan cangkir kopi di meja, membiarkan aromanya menguar, lalu beranjak kembali ke kamar.

Sampai di tangga, langkahku terhenti sejenak saat melihat pintu ruang kerja Gavin terbuka. Dari dalam, Gavin keluar perlahan, dengan raut wajah yang memancarkan kelelahan. Lingkaran gelap di bawah matanya dan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk menceritakan semuanya—ia jelas sudah menghabiskan terlalu banyak waktu di balik layar komputernya.

Dia menyadari kehadiranku dan menatap sekilas, sebelum menghela napas panjang. "Kamu belum tidur?" tanyanya dengan suara serak, sambil menyandarkan tubuhnya di kusen pintu.

"Aku baru saja mau kembali tidur,"

"Jangan terlalu gila kerja, Vin. Tubuhmu juga butuh istirahat," ucapku, suaraku lebih lembut dari biasanya.

Gavin mengangguk pelan, seolah mengerti tapi tetap tak sepenuhnya yakin. "Iya, baiklah, Kak," jawabnya sambil menegakkan tubuh. "Aku sekarang akan tidur."

Gavin berjalan perlahan menuju kamarnya, bahunya tampak sedikit merosot, mungkin karena kelelahan. Aku memperhatikannya sampai pintu kamarnya tertutup rapat, suara kecil dari engsel pintu bergema di lorong yang sepi.

Setelah memastikan dia masuk, aku berbalik dan melangkah menuju kamarku sendiri yang berada di ujung lorong. Langkahku terdengar pelan di atas lantai.

Aku membuka pintu kamar dengan lelah, membiarkan udara dingin malam menyambutku. Tubuhku langsung kurebahkan di atas ranjang, berharap rasa kantuk segera membawaku pergi. Namun, suara ponsel yang berdering tiba-tiba memecah keheningan, membuat kepalaku berdenyut karena kesal.

Mataku melirik layar yang bersinar, dan nama "Merry" terpampang di sana. Aku menghela napas panjang, terlalu lelah untuk meladeni apa pun yang ingin dia katakan malam ini. Tanpa berpikir panjang, aku membalikkan ponsel tersebut dan menyimpannya agak jauh di meja samping ranjang.

Aku menarik selimut, mencoba menutup mata dan membiarkan dunia luar memudar, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Awal baru di hari yang sibuk

    Pagi mulai menyinari rumah, cahaya lembut menembus tirai jendela, dan Alexa terbangun dari tidurnya yang tidak terlalu nyenyak. Mata yang masih mengantuk, ia menghela napas panjang sebelum bergegas bangkit dari sofa ruang tamu. Ia merasa sedikit canggung, mengingat malam sebelumnya, tetapi mencoba menepis perasaan itu. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.Setelah selesai mandi, Alexa mulai menyiapkan sarapan. Sebagai istri Gavin dan tuan rumah yang baik, ia ingin memastikan hari pertama Liam bekerja bersama Gavin di rumah ini berjalan lancar. Ia membuatkan dua cangkir kopi panas, roti panggang, dan telur dadar yang sederhana namun lezat. Sambil mempersiapkan makanan, ia melirik ke jam dinding, memastikan semuanya siap sebelum mereka turun untuk sarapan.Ketika sarapan sudah siap, Alexa meletakkan piring-piring di meja makan, memastikan semuanya tertata rapi. Ia mendengar suara langkah kaki dari lantai atas, tanda bahwa Gavin dan Liam sudah bangu

    Last Updated : 2025-03-24
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Hari yang menyenangkan

    Setelah mereka pergi bekerja, Alexa mulai membereskan meja makan yang masih penuh dengan sisa sarapan. Piring-piring bekas digunakan Gavin dan Liam ia kumpulkan dengan hati-hati, lalu dibawa ke wastafel.Ia melirik ke jam dinding di dapur, memastikan masih ada waktu sebelum ia pergi ke gym bersama sahabatnya, Naomi. Rutinitas ke gym setiap pagi Rabu adalah hal yang selalu dinantikannya.Setelah selesai mencuci piring dan memastikan dapur dalam keadaan rapi, Alexa melangkah ke kamar untuk berganti pakaian. Ia memilih setelan olahraga favoritnya—kaus longgar berwarna pastel dan legging hitam—kemudian mengambil botol minum dan handuk kecil dari rak di sudut kamar.Saat Alexa hendak masuk ke mobil, ponselnya yang diletakkan di atas dashboard berdering. Nama Naomi muncul di layar, membuat Alexa segera mengangkatnya."Udah berangkat belum, Lex?" suara ceria Naomi terdengar dari seberang."Baru mau berangkat," jawab Alexa sambil membuka pintu mobil."Jemput aku di rumah, ya? Mobil aku lagi d

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Pertengkaran di malam sunyi

    Malam telah tiba, dan keheningan menyelimuti rumah. Alexa duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong, sesekali melirik ke arah jam dinding. Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Gavin belum juga pulang.Liam sudah tiba di rumah sejak dua jam lalu. Namun, Gavin masih saja belum terlihat batang hidungnya. Alexa mencoba mengusir kecemasan dengan membuka ponselnya, tetapi pikirannya tetap tak bisa lepas dari rasa gelisah yang menghantuinya."Mungkin dia lembur lagi," gumam Alexa pelan, mencoba memberi alasan pada dirinya sendiri.Namun, di sudut hatinya, Alexa tahu ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Gavin. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini terus mengendap di antara mereka tak lagi bisa dibiarkan begitu saja.Alexa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah, tetapi ia merasa perlu melakukannya demi hubungan mereka. Sambil menunggu, ia merapikan selimut dan memastikan kamar dalam keadaan rapi, seolah itu bisa mengu

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Dalam dekapan malam

    Alexa berlari menaiki tangga dengan napas terengah-engah, air mata membasahi wajahnya. Sesampainya di kamar, ia langsung menutup pintu dan memutarnya hingga terkunci. Tubuhnya gemetar hebat, bukan hanya karena rasa sakit yang masih terasa di pipinya, tetapi juga karena hatinya yang remuk.Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya erat-erat. Suaranya tercekat saat mencoba menenangkan diri. Di dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan tanpa jawaban. Bagaimana mungkin Gavin, pria yang selama ini ia percayai sepenuhnya, bisa melukai dirinya seperti ini?Di lantai bawah, Gavin masih berdiri kaku. Tangannya yang baru saja melayangkan tamparan kini terasa dingin dan kosong. Napasnya berat, matanya menatap lantai tanpa fokus. Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tetapi ia tak tahu harus bagaimana untuk memperbaiki kesalahan ini.Setelah beberapa menit, Gavin memberanikan diri untuk naik ke lantai atas. Ia berdiri di depan pintu kamar Alexa, mengetuk pelan sambil berkata dengan suara serak

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Jejak yang hilang

    Alexa terbangun dengan kepala yang terasa berat, bekas tangis semalam masih membekas di wajahnya. Matanya terasa bengkak dan perih, sementara pikirannya mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai. Ia mengerjap beberapa kali, mengusir rasa kantuk yang masih tersisa.Pandangan Alexa tertuju pada jam dinding kamar. Pukul tujuh pagi. Ia menghela napas panjang. "Apa Gavin nggak pulang semalam? Kemana dia?" pikirnya dengan gelisah. Hati kecilnya menolak untuk menebak apa yang mungkin dilakukan Gavin di luar sana.Namun, tiba-tiba ingatan semalam muncul dengan jelas di benaknya. Tangisan yang tak terbendung. Pelukan yang terasa menenangkan. Alexa menahan napas sejenak, wajahnya memerah seketika."Aku... aku menangis di pelukan Kak Liam?" gumamnya pelan, menunduk sambil memegang wajahnya sendiri. Malu menyeruak dalam dadanya, membuatnya merasa canggung hanya dengan memikirkannya. "Astaga, kenapa aku bisa kayak gitu? Aku nggak tahu harus ngomong apa ka

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang panas

    Malam semakin larut, udara dingin menusuk kulit ketika Liam masih terus mencari keberadaan Gavin. Ia sudah menghubungi beberapa teman dekat Gavin, bahkan mendatangi tempat-tempat yang biasanya sering dikunjungi Gavin, tetapi hasilnya nihil. Gavin seolah menghilang tanpa jejak.Liam menghela napas panjang, rasa lelah mulai terasa di tubuhnya. Setelah sekian lama berkeliling tanpa hasil, ia memutuskan untuk menyerah untuk sementara waktu. "Mungkin dia butuh waktu sendiri," gumam Liam pelan pada dirinya sendiri.Dalam perjalanan pulang, pikiran Liam dipenuhi berbagai kemungkinan. Kekhawatiran mulai merayap di hatinya, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Setibanya di rumah, Liam melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ia menduga Alexa masih menunggunya.Liam masuk dengan langkah perlahan, berusaha tidak membuat suara. Namun, Alexa ternyata masih terjaga, duduk di sofa dengan pandangan lelah."Kamu belum tidur?" tanya Liam sambil menatapnya."Aku nunggu Kakak," jawab Alexa pelan.Liam

    Last Updated : 2025-03-29
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ikatan terlarang

    Pagi telah tiba, namun Alexa masih merasa lelah. Matanya sembab, menunjukkan betapa sedikit tidur yang berhasil ia dapatkan. Kejadian semalam terus menghantui pikirannya, membuatnya gelisah sepanjang malam. Ia menggeliat pelan di tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong."Kenapa aku bisa sampai seperti ini?" gumamnya pada diri sendiri, suaranya hampir tak terdengar. Perasaan bersalah dan bimbang bercampur menjadi satu di dadanya. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan kekacauan dalam pikirannya.Namun, di balik semua itu, ada perasaan lain yang tidak bisa ia abaikan. Perasaan nyaman dan hangat yang muncul ketika bersama Liam. "Tapi... entah kenapa, bersama Kak Liam, aku merasa nyaman," bisiknya pelan, seolah mencoba mencari pembenaran untuk apa yang telah terjadi.Alexa mengingat senyum lembut Liam, cara pria itu memperlakukannya dengan penuh perhatian, berbeda dari Gavin yang akhir-akhir ini semakin jauh darinya. "Aku merasakan sesuatu yang nggak pernah a

    Last Updated : 2025-03-29
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Keindahan senja di pantai

    Alexa dan Liam duduk di sebuah meja kafe kecil, menikmati sarapan bersama di pagi yang cerah. Suasana ringan mengalir di antara mereka, diselingi canda tawa yang membuat suasana menjadi lebih hangat. Alexa, yang biasanya terlihat murung dan penuh beban, kini tampak lebih santai. Senyum yang jarang terlihat akhirnya muncul di wajahnya."Jadi, Kak Liam," ujar Alexa sambil menusuk potongan pancake di piringnya, "Kakak serius mau masak buat aku tadi pagi? Aku nggak kebayang dapur bakal berantakan seperti apa kalau itu benar-benar terjadi."Liam tertawa kecil. "Hah, kamu nggak percaya banget sama kemampuan masak Kakak, ya? Aku kan pernah bikin omelet yang nggak gosong waktu itu!"Alexa terkekeh. "Iya, tapi jangan lupa waktu itu Kakak hampir bakar wajan juga."Percakapan mereka terus mengalir ringan. Candaan Liam berhasil membuat Alexa tertawa lepas, melupakan sejenak rasa sakit yang selama ini menghantuinya karena Gavin. Ia merasa lebih nyaman, seperti menemukan kembali bagian dari dirinya

    Last Updated : 2025-03-29

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang tenang

    "Jangan lakukan itu lagi saat aku di rumah, Alexa," ucap Liam dengan nada tegas, matanya menyorot tajam, menunjukkan kekecewaan yang mendalam.Alexa menunduk dalam. Suaranya tercekat saat berkata, "Aku minta maaf, Kak Liam."Liam menghela napas berat, raut wajahnya melembut, lalu menatap Alexa dalam. "Baiklah, aku akan memaafkanmu. Kamu tahu aku mencintaimu, Alexa," ucapnya dengan suara yang penuh kasih sayang, meskipun ada sedikit nada lelah di sana.Alexa terkejut mendengar kata-kata itu, matanya membelalak, tetapi juga lega karena Liam sudah kembali ke sifatnya yang semula. "Aku tahu," jawabnya pelan, suaranya hampir tak terdengar."Kamu mau pergi?" tanya Liam, nada suaranya sudah jauh lebih lembut."Aku mau beli bahan dapur, Kak. Stoknya hampir habis," jawab Alexa."Mau Kakak antar?" tanya Liam, menatapnya dengan tatapan penuh perhatian."Aku bisa sendiri naik mobil," jawab Alexa, mencoba meyakinkan Liam.

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ketegangan di siang hari

    Alexa menatap wajah Gavin yang tertidur lelap di sampingnya, lengannya masih melingkar di pinggangnya. Napasnya teratur, wajahnya terlihat lebih tenang dibanding biasanya. Semalam, setelah semua yang terjadi, mereka langsung tertidur dalam kelelahan, tanpa ada sehelai kain pun yang menutupi tubuh mereka selain selimut yang membungkus mereka berdua.Perlahan, Alexa mencoba melepaskan diri dari pelukan Gavin tanpa membangunkannya.Namun, begitu ia berdiri, pandangannya tanpa sadar tertuju ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka. Jantungnya berdegup lebih kencang. Apakah… Liam sudah bangun? Apakah dia mendengar sesuatu semalam?Alexa menggigit bibirnya, berusaha mengusir pikiran itu. Ia tidak bisa membayangkan apa yang ada di kepala Liam saat ini.Alexa melangkah pelan menuju kamar mandi, merasakan hawa dingin menyentuh kulitnya saat ia melepaskan selimut yang membalut tubuhnya. Air hangat dari shower mengalir membasahi kulitnya, namun pikirann

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang tak terduga

    Sebelum memutuskan untuk pulang, Liam mengajak Alexa untuk makan malam di restoran kecil dekat pantai. Restoran itu memiliki suasana yang hangat, dengan lampu-lampu kuning redup yang menggantung di sekitar, menciptakan nuansa romantis yang sempurna."Tempatnya bagus," kata Alexa sambil tersenyum, matanya menyapu dekorasi sederhana namun menenangkan di sekitar mereka.Liam tersenyum lega. "Syukurlah kalau kamu suka. Kita makan dulu sebelum pulang, ya."Mereka makan dengan tenang, menikmati hidangan laut segar yang disajikan hangat. Percakapan ringan di antara mereka membuat suasana semakin santai. Tawa Alexa dan candaan Liam menjadi penutup yang manis setelah seharian di pantai.Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan, Alexa menyandarkan kepalanya di jendela mobil, menatap jalanan malam yang lengang. Ketika mereka sampai di rumah, keadaan rumah tampak gelap."Kayaknya Gavin belum pulang, ya," ujar Alexa sambil melirik jam di tangannya yang menunjukkan pu

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Keindahan senja di pantai

    Alexa dan Liam duduk di sebuah meja kafe kecil, menikmati sarapan bersama di pagi yang cerah. Suasana ringan mengalir di antara mereka, diselingi canda tawa yang membuat suasana menjadi lebih hangat. Alexa, yang biasanya terlihat murung dan penuh beban, kini tampak lebih santai. Senyum yang jarang terlihat akhirnya muncul di wajahnya."Jadi, Kak Liam," ujar Alexa sambil menusuk potongan pancake di piringnya, "Kakak serius mau masak buat aku tadi pagi? Aku nggak kebayang dapur bakal berantakan seperti apa kalau itu benar-benar terjadi."Liam tertawa kecil. "Hah, kamu nggak percaya banget sama kemampuan masak Kakak, ya? Aku kan pernah bikin omelet yang nggak gosong waktu itu!"Alexa terkekeh. "Iya, tapi jangan lupa waktu itu Kakak hampir bakar wajan juga."Percakapan mereka terus mengalir ringan. Candaan Liam berhasil membuat Alexa tertawa lepas, melupakan sejenak rasa sakit yang selama ini menghantuinya karena Gavin. Ia merasa lebih nyaman, seperti menemukan kembali bagian dari dirinya

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ikatan terlarang

    Pagi telah tiba, namun Alexa masih merasa lelah. Matanya sembab, menunjukkan betapa sedikit tidur yang berhasil ia dapatkan. Kejadian semalam terus menghantui pikirannya, membuatnya gelisah sepanjang malam. Ia menggeliat pelan di tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong."Kenapa aku bisa sampai seperti ini?" gumamnya pada diri sendiri, suaranya hampir tak terdengar. Perasaan bersalah dan bimbang bercampur menjadi satu di dadanya. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan kekacauan dalam pikirannya.Namun, di balik semua itu, ada perasaan lain yang tidak bisa ia abaikan. Perasaan nyaman dan hangat yang muncul ketika bersama Liam. "Tapi... entah kenapa, bersama Kak Liam, aku merasa nyaman," bisiknya pelan, seolah mencoba mencari pembenaran untuk apa yang telah terjadi.Alexa mengingat senyum lembut Liam, cara pria itu memperlakukannya dengan penuh perhatian, berbeda dari Gavin yang akhir-akhir ini semakin jauh darinya. "Aku merasakan sesuatu yang nggak pernah a

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang panas

    Malam semakin larut, udara dingin menusuk kulit ketika Liam masih terus mencari keberadaan Gavin. Ia sudah menghubungi beberapa teman dekat Gavin, bahkan mendatangi tempat-tempat yang biasanya sering dikunjungi Gavin, tetapi hasilnya nihil. Gavin seolah menghilang tanpa jejak.Liam menghela napas panjang, rasa lelah mulai terasa di tubuhnya. Setelah sekian lama berkeliling tanpa hasil, ia memutuskan untuk menyerah untuk sementara waktu. "Mungkin dia butuh waktu sendiri," gumam Liam pelan pada dirinya sendiri.Dalam perjalanan pulang, pikiran Liam dipenuhi berbagai kemungkinan. Kekhawatiran mulai merayap di hatinya, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Setibanya di rumah, Liam melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ia menduga Alexa masih menunggunya.Liam masuk dengan langkah perlahan, berusaha tidak membuat suara. Namun, Alexa ternyata masih terjaga, duduk di sofa dengan pandangan lelah."Kamu belum tidur?" tanya Liam sambil menatapnya."Aku nunggu Kakak," jawab Alexa pelan.Liam

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Jejak yang hilang

    Alexa terbangun dengan kepala yang terasa berat, bekas tangis semalam masih membekas di wajahnya. Matanya terasa bengkak dan perih, sementara pikirannya mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai. Ia mengerjap beberapa kali, mengusir rasa kantuk yang masih tersisa.Pandangan Alexa tertuju pada jam dinding kamar. Pukul tujuh pagi. Ia menghela napas panjang. "Apa Gavin nggak pulang semalam? Kemana dia?" pikirnya dengan gelisah. Hati kecilnya menolak untuk menebak apa yang mungkin dilakukan Gavin di luar sana.Namun, tiba-tiba ingatan semalam muncul dengan jelas di benaknya. Tangisan yang tak terbendung. Pelukan yang terasa menenangkan. Alexa menahan napas sejenak, wajahnya memerah seketika."Aku... aku menangis di pelukan Kak Liam?" gumamnya pelan, menunduk sambil memegang wajahnya sendiri. Malu menyeruak dalam dadanya, membuatnya merasa canggung hanya dengan memikirkannya. "Astaga, kenapa aku bisa kayak gitu? Aku nggak tahu harus ngomong apa ka

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Dalam dekapan malam

    Alexa berlari menaiki tangga dengan napas terengah-engah, air mata membasahi wajahnya. Sesampainya di kamar, ia langsung menutup pintu dan memutarnya hingga terkunci. Tubuhnya gemetar hebat, bukan hanya karena rasa sakit yang masih terasa di pipinya, tetapi juga karena hatinya yang remuk.Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya erat-erat. Suaranya tercekat saat mencoba menenangkan diri. Di dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan tanpa jawaban. Bagaimana mungkin Gavin, pria yang selama ini ia percayai sepenuhnya, bisa melukai dirinya seperti ini?Di lantai bawah, Gavin masih berdiri kaku. Tangannya yang baru saja melayangkan tamparan kini terasa dingin dan kosong. Napasnya berat, matanya menatap lantai tanpa fokus. Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tetapi ia tak tahu harus bagaimana untuk memperbaiki kesalahan ini.Setelah beberapa menit, Gavin memberanikan diri untuk naik ke lantai atas. Ia berdiri di depan pintu kamar Alexa, mengetuk pelan sambil berkata dengan suara serak

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Pertengkaran di malam sunyi

    Malam telah tiba, dan keheningan menyelimuti rumah. Alexa duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong, sesekali melirik ke arah jam dinding. Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Gavin belum juga pulang.Liam sudah tiba di rumah sejak dua jam lalu. Namun, Gavin masih saja belum terlihat batang hidungnya. Alexa mencoba mengusir kecemasan dengan membuka ponselnya, tetapi pikirannya tetap tak bisa lepas dari rasa gelisah yang menghantuinya."Mungkin dia lembur lagi," gumam Alexa pelan, mencoba memberi alasan pada dirinya sendiri.Namun, di sudut hatinya, Alexa tahu ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Gavin. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini terus mengendap di antara mereka tak lagi bisa dibiarkan begitu saja.Alexa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah, tetapi ia merasa perlu melakukannya demi hubungan mereka. Sambil menunggu, ia merapikan selimut dan memastikan kamar dalam keadaan rapi, seolah itu bisa mengu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status