Home / Romansa / Terjerat Pesona Kakak Ipar / Awal baru di hari yang sibuk

Share

Awal baru di hari yang sibuk

Author: Arsyla Adiba
last update Last Updated: 2025-03-24 17:41:16

Pagi mulai menyinari rumah, cahaya lembut menembus tirai jendela, dan Alexa terbangun dari tidurnya yang tidak terlalu nyenyak. Mata yang masih mengantuk, ia menghela napas panjang sebelum bergegas bangkit dari sofa ruang tamu. Ia merasa sedikit canggung, mengingat malam sebelumnya, tetapi mencoba menepis perasaan itu. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Setelah selesai mandi, Alexa mulai menyiapkan sarapan. Sebagai istri Gavin dan tuan rumah yang baik, ia ingin memastikan hari pertama Liam bekerja bersama Gavin di rumah ini berjalan lancar. Ia membuatkan dua cangkir kopi panas, roti panggang, dan telur dadar yang sederhana namun lezat. Sambil mempersiapkan makanan, ia melirik ke jam dinding, memastikan semuanya siap sebelum mereka turun untuk sarapan.

Ketika sarapan sudah siap, Alexa meletakkan piring-piring di meja makan, memastikan semuanya tertata rapi. Ia mendengar suara langkah kaki dari lantai atas, tanda bahwa Gavin dan Liam sudah bangun. Dengan senyum kecil, ia menunggu mereka untuk bergabung, meski hatinya terasa sedikit cemas.

Gavin dan Liam turun bersamaan dari tangga, keduanya mengenakan setelan jas yang rapi dan tampak siap menghadapi hari. Mereka berjalan berdampingan, langkah mereka teratur dan penuh percaya diri, menunjukkan sikap profesional yang biasa mereka tunjukkan di tempat kerja.

"Jadi, siap untuk hari pertama di kantor?" tanya Gavin dengan senyum tipis, meski nada suaranya terdengar sedikit santai.

Liam mengangguk, sedikit tersenyum. "Siap, meskipun ini agak baru bagi aku. Semoga bisa mengikuti ritme kalian di sana," jawabnya, sedikit canggung namun berusaha tampak percaya diri.

Percakapan mereka terhenti sejenak ketika Gavin meraih ponselnya dari saku jas dan mulai memeriksa beberapa pesan yang masuk. Mata Gavin terfokus pada layar ponselnya, membuat Liam merasa seolah-olah percakapan mereka sudah berakhir begitu saja.

Liam tersenyum kecil, mencoba untuk tidak merasa tersinggung. "Jadi, ada proyek besar hari ini?" Liam bertanya lagi, meskipun dia tahu Gavin lebih tertarik pada pesan-pesan di ponselnya.

Gavin hanya mengangkat bahunya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. "Biasa, banyak pekerjaan yang harus ditangani, seperti biasanya," jawabnya singkat, masih terfokus pada layar ponselnya. "Kita bisa ngobrol lebih lanjut nanti di kantor."

Liam mengangguk pelan, mencoba menahan rasa kecewa yang muncul. Ia mengerti bahwa Gavin memang sangat sibuk, tetapi tetap merasa sedikit terabaikan. Namun, ia tahu, ini adalah dunia kerja, dan Gavin tidak pernah bisa jauh dari pekerjaan.

Dengan suasana yang sedikit canggung, mereka melanjutkan langkah menuju ruang makan.

Sesampainya di ruang makan, Gavin langsung duduk di kursinya, masih fokus dengan ponselnya yang tak berhenti bergetar. Ia terlihat sibuk mengecek email dan beberapa pesan yang masuk, tak terlalu memperhatikan sekelilingnya.

Sementara itu, Liam, yang baru saja memasuki ruangan, melemparkan senyum ke arah Alexa yang sedang sibuk menata makanan di meja. “Selamat pagi, Alexa,” sapanya dengan nada ramah, matanya menyentuh wajah Alexa sejenak sebelum akhirnya duduk di kursi yang berdekatan dengan Gavin.

Alexa tersenyum ringan, merasa sedikit lega melihat Liam yang lebih ramah pagi itu. "Pagi, Liam. Sarapan sudah siap, semoga kalian suka," jawabnya dengan suara lembut, mencoba membuat suasana sedikit lebih nyaman.

Liam mengangguk, matanya sempat melirik ke arah ponsel Gavin yang tak berhenti berbunyi. "Sepertinya Gavin sudah sibuk dari pagi, ya?" ujarnya dengan nada santai, meskipun ada sedikit candaan di balik kata-katanya.

Alexa tertawa kecil. "Seperti biasa, pekerjaan tidak pernah meninggalkannya," jawabnya, sambil menaruh roti panggang di depan Liam.

Gavin hanya melirik sekilas, tanpa mengalihkan perhatian dari ponselnya. “Iya, ada banyak hal yang harus diselesaikan,” jawabnya datar, masih fokus pada layar ponselnya.

Liam mengambil secangkir kopi dan meneguknya, merasakan kehangatan pagi itu mengalir. "Tapi sarapan seperti ini selalu bisa sedikit membantu memulai hari yang panjang," ujarnya, mencoba mengarahkan perhatian ke makanan di depannya.

Alexa merasa sedikit lebih tenang dengan percakapan ringan ini, meskipun dia tahu bahwa atmosfer di antara mereka berdua tetap terasa agak canggung. Namun, setidaknya saat ini, dia merasa sedikit lebih dekat dengan Liam dibandingkan Gavin yang masih terbenam dalam dunia digitalnya.

Gavin akhirnya meletakkan ponselnya di meja, sedikit kesal karena banyaknya pekerjaan yang menuntut perhatian. "Baiklah, cukup untuk sekarang. Mari kita makan," ucapnya, meski suaranya masih terdengar sedikit terburu-buru.

Alexa, yang merasa suasana sarapan kini sedikit lebih cair, mengangguk dan melanjutkan menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga, mencoba menikmati momen pagi bersama.

Setelah sarapan selesai, suasana ruang makan mulai terasa lebih tenang. Gavin dan Liam bersiap untuk berangkat. Gavin berdiri terlebih dahulu, menyusul langkah cepat ke pintu sambil meraih jas yang terletak di kursi dekat pintu masuk. Liam mengikuti, sedikit lebih santai, meskipun dia tahu hari pertama bekerja di perusahaan Gavin akan cukup sibuk.

“Jangan lupa cek email, ada beberapa hal yang perlu dibahas nanti,” ujar Gavin, masih dengan wajah serius, sambil mengambil jaketnya.

Liam mengangguk, berusaha tersenyum meski sedikit gugup. “Tenang, aku sudah siap untuk mulai,” jawabnya. Pikirannya sedikit mengembara, membayangkan bagaimana hari pertamanya akan berjalan.

Alexa, yang sudah membersihkan meja, ikut mengangguk dan tersenyum. "Semoga hari kalian berjalan lancar," ucapnya. "Hati-hati di jalan."

Gavin hanya memberikan anggukan singkat, masih lebih sibuk dengan pikirannya yang penuh tugas. "Terima kasih, Alexa," jawabnya, dan kemudian keluar terlebih dahulu menuju mobilnya.

Liam menyusul, melirik Alexa dengan senyum tipis, lalu berjalan menuju mobilnya. "Sampai nanti, Alexa. Kita akan ngobrol lebih banyak nanti," katanya sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin.

Keduanya pun meninggalkan rumah, masing-masing menuju tempat kerja mereka, dengan pikiran yang mungkin sudah dipenuhi dengan hal-hal yang harus diselesaikan. Di dalam mobil, Gavin kembali sibuk dengan ponselnya, sementara Liam memulai perjalanan dengan lebih tenang, meski di dalam hatinya masih ada perasaan campur aduk tentang hari pertama di perusahaan adiknya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Hari yang menyenangkan

    Setelah mereka pergi bekerja, Alexa mulai membereskan meja makan yang masih penuh dengan sisa sarapan. Piring-piring bekas digunakan Gavin dan Liam ia kumpulkan dengan hati-hati, lalu dibawa ke wastafel.Ia melirik ke jam dinding di dapur, memastikan masih ada waktu sebelum ia pergi ke gym bersama sahabatnya, Naomi. Rutinitas ke gym setiap pagi Rabu adalah hal yang selalu dinantikannya.Setelah selesai mencuci piring dan memastikan dapur dalam keadaan rapi, Alexa melangkah ke kamar untuk berganti pakaian. Ia memilih setelan olahraga favoritnya—kaus longgar berwarna pastel dan legging hitam—kemudian mengambil botol minum dan handuk kecil dari rak di sudut kamar.Saat Alexa hendak masuk ke mobil, ponselnya yang diletakkan di atas dashboard berdering. Nama Naomi muncul di layar, membuat Alexa segera mengangkatnya."Udah berangkat belum, Lex?" suara ceria Naomi terdengar dari seberang."Baru mau berangkat," jawab Alexa sambil membuka pintu mobil."Jemput aku di rumah, ya? Mobil aku lagi d

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Pertengkaran di malam sunyi

    Malam telah tiba, dan keheningan menyelimuti rumah. Alexa duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong, sesekali melirik ke arah jam dinding. Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Gavin belum juga pulang.Liam sudah tiba di rumah sejak dua jam lalu. Namun, Gavin masih saja belum terlihat batang hidungnya. Alexa mencoba mengusir kecemasan dengan membuka ponselnya, tetapi pikirannya tetap tak bisa lepas dari rasa gelisah yang menghantuinya."Mungkin dia lembur lagi," gumam Alexa pelan, mencoba memberi alasan pada dirinya sendiri.Namun, di sudut hatinya, Alexa tahu ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Gavin. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini terus mengendap di antara mereka tak lagi bisa dibiarkan begitu saja.Alexa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah, tetapi ia merasa perlu melakukannya demi hubungan mereka. Sambil menunggu, ia merapikan selimut dan memastikan kamar dalam keadaan rapi, seolah itu bisa mengu

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Dalam dekapan malam

    Alexa berlari menaiki tangga dengan napas terengah-engah, air mata membasahi wajahnya. Sesampainya di kamar, ia langsung menutup pintu dan memutarnya hingga terkunci. Tubuhnya gemetar hebat, bukan hanya karena rasa sakit yang masih terasa di pipinya, tetapi juga karena hatinya yang remuk.Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya erat-erat. Suaranya tercekat saat mencoba menenangkan diri. Di dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan tanpa jawaban. Bagaimana mungkin Gavin, pria yang selama ini ia percayai sepenuhnya, bisa melukai dirinya seperti ini?Di lantai bawah, Gavin masih berdiri kaku. Tangannya yang baru saja melayangkan tamparan kini terasa dingin dan kosong. Napasnya berat, matanya menatap lantai tanpa fokus. Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tetapi ia tak tahu harus bagaimana untuk memperbaiki kesalahan ini.Setelah beberapa menit, Gavin memberanikan diri untuk naik ke lantai atas. Ia berdiri di depan pintu kamar Alexa, mengetuk pelan sambil berkata dengan suara serak

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Jejak yang hilang

    Alexa terbangun dengan kepala yang terasa berat, bekas tangis semalam masih membekas di wajahnya. Matanya terasa bengkak dan perih, sementara pikirannya mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai. Ia mengerjap beberapa kali, mengusir rasa kantuk yang masih tersisa.Pandangan Alexa tertuju pada jam dinding kamar. Pukul tujuh pagi. Ia menghela napas panjang. "Apa Gavin nggak pulang semalam? Kemana dia?" pikirnya dengan gelisah. Hati kecilnya menolak untuk menebak apa yang mungkin dilakukan Gavin di luar sana.Namun, tiba-tiba ingatan semalam muncul dengan jelas di benaknya. Tangisan yang tak terbendung. Pelukan yang terasa menenangkan. Alexa menahan napas sejenak, wajahnya memerah seketika."Aku... aku menangis di pelukan Kak Liam?" gumamnya pelan, menunduk sambil memegang wajahnya sendiri. Malu menyeruak dalam dadanya, membuatnya merasa canggung hanya dengan memikirkannya. "Astaga, kenapa aku bisa kayak gitu? Aku nggak tahu harus ngomong apa ka

    Last Updated : 2025-03-28
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang panas

    Malam semakin larut, udara dingin menusuk kulit ketika Liam masih terus mencari keberadaan Gavin. Ia sudah menghubungi beberapa teman dekat Gavin, bahkan mendatangi tempat-tempat yang biasanya sering dikunjungi Gavin, tetapi hasilnya nihil. Gavin seolah menghilang tanpa jejak.Liam menghela napas panjang, rasa lelah mulai terasa di tubuhnya. Setelah sekian lama berkeliling tanpa hasil, ia memutuskan untuk menyerah untuk sementara waktu. "Mungkin dia butuh waktu sendiri," gumam Liam pelan pada dirinya sendiri.Dalam perjalanan pulang, pikiran Liam dipenuhi berbagai kemungkinan. Kekhawatiran mulai merayap di hatinya, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Setibanya di rumah, Liam melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ia menduga Alexa masih menunggunya.Liam masuk dengan langkah perlahan, berusaha tidak membuat suara. Namun, Alexa ternyata masih terjaga, duduk di sofa dengan pandangan lelah."Kamu belum tidur?" tanya Liam sambil menatapnya."Aku nunggu Kakak," jawab Alexa pelan.Liam

    Last Updated : 2025-03-29
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ikatan terlarang

    Pagi telah tiba, namun Alexa masih merasa lelah. Matanya sembab, menunjukkan betapa sedikit tidur yang berhasil ia dapatkan. Kejadian semalam terus menghantui pikirannya, membuatnya gelisah sepanjang malam. Ia menggeliat pelan di tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong."Kenapa aku bisa sampai seperti ini?" gumamnya pada diri sendiri, suaranya hampir tak terdengar. Perasaan bersalah dan bimbang bercampur menjadi satu di dadanya. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan kekacauan dalam pikirannya.Namun, di balik semua itu, ada perasaan lain yang tidak bisa ia abaikan. Perasaan nyaman dan hangat yang muncul ketika bersama Liam. "Tapi... entah kenapa, bersama Kak Liam, aku merasa nyaman," bisiknya pelan, seolah mencoba mencari pembenaran untuk apa yang telah terjadi.Alexa mengingat senyum lembut Liam, cara pria itu memperlakukannya dengan penuh perhatian, berbeda dari Gavin yang akhir-akhir ini semakin jauh darinya. "Aku merasakan sesuatu yang nggak pernah a

    Last Updated : 2025-03-29
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Keindahan senja di pantai

    Alexa dan Liam duduk di sebuah meja kafe kecil, menikmati sarapan bersama di pagi yang cerah. Suasana ringan mengalir di antara mereka, diselingi canda tawa yang membuat suasana menjadi lebih hangat. Alexa, yang biasanya terlihat murung dan penuh beban, kini tampak lebih santai. Senyum yang jarang terlihat akhirnya muncul di wajahnya."Jadi, Kak Liam," ujar Alexa sambil menusuk potongan pancake di piringnya, "Kakak serius mau masak buat aku tadi pagi? Aku nggak kebayang dapur bakal berantakan seperti apa kalau itu benar-benar terjadi."Liam tertawa kecil. "Hah, kamu nggak percaya banget sama kemampuan masak Kakak, ya? Aku kan pernah bikin omelet yang nggak gosong waktu itu!"Alexa terkekeh. "Iya, tapi jangan lupa waktu itu Kakak hampir bakar wajan juga."Percakapan mereka terus mengalir ringan. Candaan Liam berhasil membuat Alexa tertawa lepas, melupakan sejenak rasa sakit yang selama ini menghantuinya karena Gavin. Ia merasa lebih nyaman, seperti menemukan kembali bagian dari dirinya

    Last Updated : 2025-03-29
  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang tak terduga

    Sebelum memutuskan untuk pulang, Liam mengajak Alexa untuk makan malam di restoran kecil dekat pantai. Restoran itu memiliki suasana yang hangat, dengan lampu-lampu kuning redup yang menggantung di sekitar, menciptakan nuansa romantis yang sempurna."Tempatnya bagus," kata Alexa sambil tersenyum, matanya menyapu dekorasi sederhana namun menenangkan di sekitar mereka.Liam tersenyum lega. "Syukurlah kalau kamu suka. Kita makan dulu sebelum pulang, ya."Mereka makan dengan tenang, menikmati hidangan laut segar yang disajikan hangat. Percakapan ringan di antara mereka membuat suasana semakin santai. Tawa Alexa dan candaan Liam menjadi penutup yang manis setelah seharian di pantai.Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan, Alexa menyandarkan kepalanya di jendela mobil, menatap jalanan malam yang lengang. Ketika mereka sampai di rumah, keadaan rumah tampak gelap."Kayaknya Gavin belum pulang, ya," ujar Alexa sambil melirik jam di tangannya yang menunjukkan pu

    Last Updated : 2025-03-30

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang tenang

    "Jangan lakukan itu lagi saat aku di rumah, Alexa," ucap Liam dengan nada tegas, matanya menyorot tajam, menunjukkan kekecewaan yang mendalam.Alexa menunduk dalam. Suaranya tercekat saat berkata, "Aku minta maaf, Kak Liam."Liam menghela napas berat, raut wajahnya melembut, lalu menatap Alexa dalam. "Baiklah, aku akan memaafkanmu. Kamu tahu aku mencintaimu, Alexa," ucapnya dengan suara yang penuh kasih sayang, meskipun ada sedikit nada lelah di sana.Alexa terkejut mendengar kata-kata itu, matanya membelalak, tetapi juga lega karena Liam sudah kembali ke sifatnya yang semula. "Aku tahu," jawabnya pelan, suaranya hampir tak terdengar."Kamu mau pergi?" tanya Liam, nada suaranya sudah jauh lebih lembut."Aku mau beli bahan dapur, Kak. Stoknya hampir habis," jawab Alexa."Mau Kakak antar?" tanya Liam, menatapnya dengan tatapan penuh perhatian."Aku bisa sendiri naik mobil," jawab Alexa, mencoba meyakinkan Liam.

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ketegangan di siang hari

    Alexa menatap wajah Gavin yang tertidur lelap di sampingnya, lengannya masih melingkar di pinggangnya. Napasnya teratur, wajahnya terlihat lebih tenang dibanding biasanya. Semalam, setelah semua yang terjadi, mereka langsung tertidur dalam kelelahan, tanpa ada sehelai kain pun yang menutupi tubuh mereka selain selimut yang membungkus mereka berdua.Perlahan, Alexa mencoba melepaskan diri dari pelukan Gavin tanpa membangunkannya.Namun, begitu ia berdiri, pandangannya tanpa sadar tertuju ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka. Jantungnya berdegup lebih kencang. Apakah… Liam sudah bangun? Apakah dia mendengar sesuatu semalam?Alexa menggigit bibirnya, berusaha mengusir pikiran itu. Ia tidak bisa membayangkan apa yang ada di kepala Liam saat ini.Alexa melangkah pelan menuju kamar mandi, merasakan hawa dingin menyentuh kulitnya saat ia melepaskan selimut yang membalut tubuhnya. Air hangat dari shower mengalir membasahi kulitnya, namun pikirann

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang tak terduga

    Sebelum memutuskan untuk pulang, Liam mengajak Alexa untuk makan malam di restoran kecil dekat pantai. Restoran itu memiliki suasana yang hangat, dengan lampu-lampu kuning redup yang menggantung di sekitar, menciptakan nuansa romantis yang sempurna."Tempatnya bagus," kata Alexa sambil tersenyum, matanya menyapu dekorasi sederhana namun menenangkan di sekitar mereka.Liam tersenyum lega. "Syukurlah kalau kamu suka. Kita makan dulu sebelum pulang, ya."Mereka makan dengan tenang, menikmati hidangan laut segar yang disajikan hangat. Percakapan ringan di antara mereka membuat suasana semakin santai. Tawa Alexa dan candaan Liam menjadi penutup yang manis setelah seharian di pantai.Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan, Alexa menyandarkan kepalanya di jendela mobil, menatap jalanan malam yang lengang. Ketika mereka sampai di rumah, keadaan rumah tampak gelap."Kayaknya Gavin belum pulang, ya," ujar Alexa sambil melirik jam di tangannya yang menunjukkan pu

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Keindahan senja di pantai

    Alexa dan Liam duduk di sebuah meja kafe kecil, menikmati sarapan bersama di pagi yang cerah. Suasana ringan mengalir di antara mereka, diselingi canda tawa yang membuat suasana menjadi lebih hangat. Alexa, yang biasanya terlihat murung dan penuh beban, kini tampak lebih santai. Senyum yang jarang terlihat akhirnya muncul di wajahnya."Jadi, Kak Liam," ujar Alexa sambil menusuk potongan pancake di piringnya, "Kakak serius mau masak buat aku tadi pagi? Aku nggak kebayang dapur bakal berantakan seperti apa kalau itu benar-benar terjadi."Liam tertawa kecil. "Hah, kamu nggak percaya banget sama kemampuan masak Kakak, ya? Aku kan pernah bikin omelet yang nggak gosong waktu itu!"Alexa terkekeh. "Iya, tapi jangan lupa waktu itu Kakak hampir bakar wajan juga."Percakapan mereka terus mengalir ringan. Candaan Liam berhasil membuat Alexa tertawa lepas, melupakan sejenak rasa sakit yang selama ini menghantuinya karena Gavin. Ia merasa lebih nyaman, seperti menemukan kembali bagian dari dirinya

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Ikatan terlarang

    Pagi telah tiba, namun Alexa masih merasa lelah. Matanya sembab, menunjukkan betapa sedikit tidur yang berhasil ia dapatkan. Kejadian semalam terus menghantui pikirannya, membuatnya gelisah sepanjang malam. Ia menggeliat pelan di tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong."Kenapa aku bisa sampai seperti ini?" gumamnya pada diri sendiri, suaranya hampir tak terdengar. Perasaan bersalah dan bimbang bercampur menjadi satu di dadanya. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan kekacauan dalam pikirannya.Namun, di balik semua itu, ada perasaan lain yang tidak bisa ia abaikan. Perasaan nyaman dan hangat yang muncul ketika bersama Liam. "Tapi... entah kenapa, bersama Kak Liam, aku merasa nyaman," bisiknya pelan, seolah mencoba mencari pembenaran untuk apa yang telah terjadi.Alexa mengingat senyum lembut Liam, cara pria itu memperlakukannya dengan penuh perhatian, berbeda dari Gavin yang akhir-akhir ini semakin jauh darinya. "Aku merasakan sesuatu yang nggak pernah a

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Malam yang panas

    Malam semakin larut, udara dingin menusuk kulit ketika Liam masih terus mencari keberadaan Gavin. Ia sudah menghubungi beberapa teman dekat Gavin, bahkan mendatangi tempat-tempat yang biasanya sering dikunjungi Gavin, tetapi hasilnya nihil. Gavin seolah menghilang tanpa jejak.Liam menghela napas panjang, rasa lelah mulai terasa di tubuhnya. Setelah sekian lama berkeliling tanpa hasil, ia memutuskan untuk menyerah untuk sementara waktu. "Mungkin dia butuh waktu sendiri," gumam Liam pelan pada dirinya sendiri.Dalam perjalanan pulang, pikiran Liam dipenuhi berbagai kemungkinan. Kekhawatiran mulai merayap di hatinya, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. Setibanya di rumah, Liam melihat lampu di ruang tamu masih menyala. Ia menduga Alexa masih menunggunya.Liam masuk dengan langkah perlahan, berusaha tidak membuat suara. Namun, Alexa ternyata masih terjaga, duduk di sofa dengan pandangan lelah."Kamu belum tidur?" tanya Liam sambil menatapnya."Aku nunggu Kakak," jawab Alexa pelan.Liam

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Jejak yang hilang

    Alexa terbangun dengan kepala yang terasa berat, bekas tangis semalam masih membekas di wajahnya. Matanya terasa bengkak dan perih, sementara pikirannya mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai. Ia mengerjap beberapa kali, mengusir rasa kantuk yang masih tersisa.Pandangan Alexa tertuju pada jam dinding kamar. Pukul tujuh pagi. Ia menghela napas panjang. "Apa Gavin nggak pulang semalam? Kemana dia?" pikirnya dengan gelisah. Hati kecilnya menolak untuk menebak apa yang mungkin dilakukan Gavin di luar sana.Namun, tiba-tiba ingatan semalam muncul dengan jelas di benaknya. Tangisan yang tak terbendung. Pelukan yang terasa menenangkan. Alexa menahan napas sejenak, wajahnya memerah seketika."Aku... aku menangis di pelukan Kak Liam?" gumamnya pelan, menunduk sambil memegang wajahnya sendiri. Malu menyeruak dalam dadanya, membuatnya merasa canggung hanya dengan memikirkannya. "Astaga, kenapa aku bisa kayak gitu? Aku nggak tahu harus ngomong apa ka

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Dalam dekapan malam

    Alexa berlari menaiki tangga dengan napas terengah-engah, air mata membasahi wajahnya. Sesampainya di kamar, ia langsung menutup pintu dan memutarnya hingga terkunci. Tubuhnya gemetar hebat, bukan hanya karena rasa sakit yang masih terasa di pipinya, tetapi juga karena hatinya yang remuk.Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya erat-erat. Suaranya tercekat saat mencoba menenangkan diri. Di dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan tanpa jawaban. Bagaimana mungkin Gavin, pria yang selama ini ia percayai sepenuhnya, bisa melukai dirinya seperti ini?Di lantai bawah, Gavin masih berdiri kaku. Tangannya yang baru saja melayangkan tamparan kini terasa dingin dan kosong. Napasnya berat, matanya menatap lantai tanpa fokus. Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tetapi ia tak tahu harus bagaimana untuk memperbaiki kesalahan ini.Setelah beberapa menit, Gavin memberanikan diri untuk naik ke lantai atas. Ia berdiri di depan pintu kamar Alexa, mengetuk pelan sambil berkata dengan suara serak

  • Terjerat Pesona Kakak Ipar   Pertengkaran di malam sunyi

    Malam telah tiba, dan keheningan menyelimuti rumah. Alexa duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong, sesekali melirik ke arah jam dinding. Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Gavin belum juga pulang.Liam sudah tiba di rumah sejak dua jam lalu. Namun, Gavin masih saja belum terlihat batang hidungnya. Alexa mencoba mengusir kecemasan dengan membuka ponselnya, tetapi pikirannya tetap tak bisa lepas dari rasa gelisah yang menghantuinya."Mungkin dia lembur lagi," gumam Alexa pelan, mencoba memberi alasan pada dirinya sendiri.Namun, di sudut hatinya, Alexa tahu ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Gavin. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini terus mengendap di antara mereka tak lagi bisa dibiarkan begitu saja.Alexa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah, tetapi ia merasa perlu melakukannya demi hubungan mereka. Sambil menunggu, ia merapikan selimut dan memastikan kamar dalam keadaan rapi, seolah itu bisa mengu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status