Melihat kekhawatiran Amel, Dimas kurang lebih bisa menebak alasannya. Dia mengusap kepala Amel sambil berkata, "Jangan khawatir. Kalau orang tuamu bertanya, kamu bisa menyerahkan semua tanggung jawab padaku."Amel melirik Dimas. Dia merasa khawatir sekaligus geli.Apa pria ini tidak takut orang tuanya akan menyalahkannya?"Lidah Ibuku cukup tajam. Kemarin kita berjanji pada mereka untuk membeli rumah. Kalau aku menyerahkan tanggung jawab tentang masalah mengundurkan diri ini padamu, apa kamu nggak takut orang tuaku akan menyalahkanmu?"Dimas menggelengkan kepala saat menjawab, "Ayah dan Ibu adalah orang yang bijaksana. Selain itu, menurutku nggak ada salahnya kamu mewujudkan impianmu. Anak muda harus berusaha mewujudkan mimpi mereka."Yang terpenting, Dimas punya kemampuan dan sumber daya finansial. Dia bisa melepas identitas sementara ini jika diperlukan.Dengan kata-kata Dimas, Amel seakan memiliki keberanian di dalam hatinya. Dia tersenyum, lalu berkata, "Nggak apa-apa. Aku sudah be
Terlebih lagi, wajah Dimas yang tanpa ekspresi terlihat sedikit menakutkan. Dia buru-buru berkata, "Sejak kapan kalian sampai? Kenapa nggak mengatakan apa-apa? Ayo duduk dulu.""Kami sudah mendengarnya sejak beberapa saat yang lalu."Amel juga terlihat tidak senang. Meski dia tahu Bibi Mirna melakukan semua ini demi kebaikannya sendiri dan mempertimbangkan masalah dari sudut pandangnya, apa yang wanita itu katakan benar-benar membuat orang tidak senang.Lili buru-buru menjelaskan, "Aku dan Bibi Mirna hanya mengobrol santai, jangan dianggap serius.""Bagus kalau sudah datang."Mirna meletakkan cangkir tehnya di atas meja dengan keras, lalu berkata dengan serius, "Amel, Bibi bukan bermaksud mengkritikmu. Kamu masih muda, ini adalah waktu di mana kamu seharusnya bekerja keras dan membuat kemajuan. Hanya ketika seorang wanita punya uang, dia baru bisa memiliki kepercayaan diri! Dengan pendapatan 10 sampai 12 juta per bulan, setidaknya kamu nggak perlu minta uang pada orang lain!"Dia menun
"Apa katamu?" Mirna tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Menurutnya, saat ini Amel hanya sedang berdalih untuk membenarkan tindakannya."Kamu sedang cari mati? Baru berapa lama kamu bekerja? Berapa banyak tabunganmu? Kamu tahu nggak, berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk memulai usaha? Benar-benar naif!"Melihat hal tersebut, Lili sendiri juga tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerutkan kening dan membujuk putrinya, "Ya benar, Amel. Kata-kata Bibi Mirna memang kasar, tapi itu nggak salah. Membuka toko nggak semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak hal yang harus dilakukan. Kamu bilang punya modal. Selama bertahun-tahun ini, apa kamu pikir Ibu nggak tahu berapa banyak uang yang sudah kamu hasilkan? Kamu mana punya modal untuk membuka toko, kecuali kamu menang lotre."Amel memang memenangkan hadiah, tetapi bukan hadiah lotre."Aku ...." Amel tidak bisa berkata-kata."Modal awal untuk membuka toko berasal dari tabungan kami berdua. Meski nggak banyak, tetap sudah
"Berani-beraninya kamu bicara seperti itu?"Mirna selalu ditindas dan mengalami perlakuan tidak adil di mana pun. Tanpa diduga, putrinya sendiri malah berani memperburuk keadaan.Lantaran temperamennya yang keras itu, Mirna langsung mengalihkan amarahnya pada Lidya. Dia menunjuk putrinya sambil memarahi, "Lihatlah Amel. Meski mengundurkan diri, seenggaknya dia punya niat untuk membuka usaha. Apa yang kamu lakukan? Setelah lulus, kamu hanya menghabiskan hari-harimu di perusahaan ayahmu dan nggak punya ambisi. Setiap hari, selain menonton drama dan belanja online, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Lidya merasa diperlakukan dengan tidak adil. "Apa yang Ibu lakukan? Kenapa Ibu tiba-tiba mengataiku? Kenapa Ibu memarahiku?""Kamu masih berani berdebat denganku? Kamu nggak berhasil dalam karier dan nggak berhasil dalam percintaan. Sampai sekarang, aku belum pernah melihat ada pria di sisimu! Lihatlah Amel. Kalian berdua tumbuh bersama. Kenapa perbedaannya bisa begitu besar? Amel sudah menikah
"Huh, lihat saja sikapnya. Siapa yang tahu pemuda macam apa itu? Aku sudah memperkenalkannya pada pemuda yang baik, tapi dia malah menolak. Aku nggak tahu dia akan tertarik pada pemuda macam apa. Sekarang, dia bahkan nggak berani membawa pemuda itu ke rumah untuk diperkenalkan denganku."Mirna merasa kesal saat melihat putrinya yang tampak ragu-ragu dan tidak percaya diri. Dia sendiri adalah wanita yang kuat dan tegas. Itu sebabnya Mirna tidak mengerti bagaimana dia bisa melahirkan putri seperti ini.Kata-kata ibunya sangat menusuk hati Lidya. Dia paling tidak tahan dibuat jengkel oleh ibunya. Apa-apaan ibunya itu? Pria itu hanya orang yang sedikit kekanak-kanakan saja ...."Kenapa nggak berani? Aku akan membawanya menemui Ibu minggu depan."Lidya merasa marah dan langsung melompat berdiri. Tanpa ragu, dia mengatakan bahwa dia akan membawa pacarnya ke rumah untuk bertemu orang tuanya.Amel terkejut dan agak berpikiran picik.Sahabatnya sendiri ternyata diam-diam pacaran di belakangnya.
"Bu, ini sudah malam. Aku dan Dimas mau pulang dulu."Begitu melihat jam, ternyata sudah hampir jam 10 malam.Sebenarnya, Amel masih sangat merindukan ibunya. Sebelumnya, Amel dan ibunya sering mengobrol secara diam-diam di bawah selimut. Namun, sekarang Amel sudah menikah. Dia tidak bisa mengabaikan perasaan Dimas.Meskipun Lili merasa sangat berat hati, dia juga tahu jika putrinya itu sudah menikah dan sudah menjadi milik suaminya. Lili tidak boleh menghalangi kebahagiaan putrinya.Beberapa hari ini, Gibran harus pergi ke luar kota untuk memberikan kuliah dan baru kembali dalam beberapa hari. Lili pun tinggal sendirian di rumah dan merasa sangat kesepian.Lili memberi nasihat dengan lembut, "Baiklah, hati-hati di jalan. Sering-seringlah pulang ke rumah. Ayah dan Ibu sangat merindukan kalian.""Ya, aku mengerti."Amel dan Dimas berpamitan kepada Lili, kemudian bersiap untuk pulang.Dalam perjalanan pulang, Amel tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas. "Malam ini jauh lebih
"Dimas, aku sudah mandi. Cepatlah mandi."Amel keluar dengan mengenakan pakaian tidur dan rambut yang masih basah. Saat ini, dia sedang mengeringkannya dengan handuk.Dimas menyimpan ponselnya, lalu berkata sambil tersenyum pada Amel, "Aku akan segera mandi."Hanya saja, Amel yang barusan keluar dari kamar mandi tampak seperti apel yang dicuci dengan air, segar dan lezat.Dia membuat orang tidak bisa menahan diri untuk mencicipinya.Dimas menunduk untuk melirik sesuatu di bawahnya yang tidak mau menurut. Tampak kilatan bahaya di matanya. Namun, Dimas menyembunyikan emosinya dengan baik.Tubuh Dimas jelas menginginkan Amel. Namun, sepertinya Amel tidak paham.Dimas berjalan mendekat. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengambil handuk dari tangan Amel dan berkata dengan lembut, "Biar kubantu mengeringkan rambutmu. Rambutmu terlalu panjang, sampai-sampai membasahi pakaian tidurmu.""Ah, nggak ... nggak usah."Keintiman yang mendadak membuat Amel merasa agak kurang nyaman.Namun, Dim
Dimas mengalihkan pandangannya dan berkata, "Yunita bilang, dia ingin memberikan hadiah pernikahan untuk kita. Tapi, barang-barang lainnya terlalu mahal. Dia baru saja mulai bekerja dan nggak punya banyak uang. Bagaimana kalau aku bilang padanya untuk membelikan kita pakaian tidur saja?""Ah, apa ini pantas? Barang seperti itu mendingan nggak usah saja."Dimas merendahkan suaranya, "Kalau begitu, aku hanya bisa menyuruhnya memilih kosmetik. Dia sangat ingin memberikannya padamu. Sebagai anggota keluarga di Kota Nataya ini, setelah menikah, kita belum sempat bertemu dengan orang tua. Kita berdua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hadiah dari Yunita ini mewakili pengakuan Keluarga Cahyadi kepada kamu. Kalau kamu nggak mau menerimanya, aku rasa Yunita pasti akan sangat sedih."Raut wajah Dimas yang tampak begitu menyedihkan, meluluhkan hati Amel.Selain itu, Dimas sudah mengatakan jika hadiah dari Yunita mewakili sikap Keluarga Cahyadi. Jika Amel terus menolaknya, dia justru malah akan
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,