"Apa katamu?" Mirna tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Menurutnya, saat ini Amel hanya sedang berdalih untuk membenarkan tindakannya."Kamu sedang cari mati? Baru berapa lama kamu bekerja? Berapa banyak tabunganmu? Kamu tahu nggak, berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk memulai usaha? Benar-benar naif!"Melihat hal tersebut, Lili sendiri juga tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerutkan kening dan membujuk putrinya, "Ya benar, Amel. Kata-kata Bibi Mirna memang kasar, tapi itu nggak salah. Membuka toko nggak semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak hal yang harus dilakukan. Kamu bilang punya modal. Selama bertahun-tahun ini, apa kamu pikir Ibu nggak tahu berapa banyak uang yang sudah kamu hasilkan? Kamu mana punya modal untuk membuka toko, kecuali kamu menang lotre."Amel memang memenangkan hadiah, tetapi bukan hadiah lotre."Aku ...." Amel tidak bisa berkata-kata."Modal awal untuk membuka toko berasal dari tabungan kami berdua. Meski nggak banyak, tetap sudah
"Berani-beraninya kamu bicara seperti itu?"Mirna selalu ditindas dan mengalami perlakuan tidak adil di mana pun. Tanpa diduga, putrinya sendiri malah berani memperburuk keadaan.Lantaran temperamennya yang keras itu, Mirna langsung mengalihkan amarahnya pada Lidya. Dia menunjuk putrinya sambil memarahi, "Lihatlah Amel. Meski mengundurkan diri, seenggaknya dia punya niat untuk membuka usaha. Apa yang kamu lakukan? Setelah lulus, kamu hanya menghabiskan hari-harimu di perusahaan ayahmu dan nggak punya ambisi. Setiap hari, selain menonton drama dan belanja online, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Lidya merasa diperlakukan dengan tidak adil. "Apa yang Ibu lakukan? Kenapa Ibu tiba-tiba mengataiku? Kenapa Ibu memarahiku?""Kamu masih berani berdebat denganku? Kamu nggak berhasil dalam karier dan nggak berhasil dalam percintaan. Sampai sekarang, aku belum pernah melihat ada pria di sisimu! Lihatlah Amel. Kalian berdua tumbuh bersama. Kenapa perbedaannya bisa begitu besar? Amel sudah menikah
"Huh, lihat saja sikapnya. Siapa yang tahu pemuda macam apa itu? Aku sudah memperkenalkannya pada pemuda yang baik, tapi dia malah menolak. Aku nggak tahu dia akan tertarik pada pemuda macam apa. Sekarang, dia bahkan nggak berani membawa pemuda itu ke rumah untuk diperkenalkan denganku."Mirna merasa kesal saat melihat putrinya yang tampak ragu-ragu dan tidak percaya diri. Dia sendiri adalah wanita yang kuat dan tegas. Itu sebabnya Mirna tidak mengerti bagaimana dia bisa melahirkan putri seperti ini.Kata-kata ibunya sangat menusuk hati Lidya. Dia paling tidak tahan dibuat jengkel oleh ibunya. Apa-apaan ibunya itu? Pria itu hanya orang yang sedikit kekanak-kanakan saja ...."Kenapa nggak berani? Aku akan membawanya menemui Ibu minggu depan."Lidya merasa marah dan langsung melompat berdiri. Tanpa ragu, dia mengatakan bahwa dia akan membawa pacarnya ke rumah untuk bertemu orang tuanya.Amel terkejut dan agak berpikiran picik.Sahabatnya sendiri ternyata diam-diam pacaran di belakangnya.
"Bu, ini sudah malam. Aku dan Dimas mau pulang dulu."Begitu melihat jam, ternyata sudah hampir jam 10 malam.Sebenarnya, Amel masih sangat merindukan ibunya. Sebelumnya, Amel dan ibunya sering mengobrol secara diam-diam di bawah selimut. Namun, sekarang Amel sudah menikah. Dia tidak bisa mengabaikan perasaan Dimas.Meskipun Lili merasa sangat berat hati, dia juga tahu jika putrinya itu sudah menikah dan sudah menjadi milik suaminya. Lili tidak boleh menghalangi kebahagiaan putrinya.Beberapa hari ini, Gibran harus pergi ke luar kota untuk memberikan kuliah dan baru kembali dalam beberapa hari. Lili pun tinggal sendirian di rumah dan merasa sangat kesepian.Lili memberi nasihat dengan lembut, "Baiklah, hati-hati di jalan. Sering-seringlah pulang ke rumah. Ayah dan Ibu sangat merindukan kalian.""Ya, aku mengerti."Amel dan Dimas berpamitan kepada Lili, kemudian bersiap untuk pulang.Dalam perjalanan pulang, Amel tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas. "Malam ini jauh lebih
"Dimas, aku sudah mandi. Cepatlah mandi."Amel keluar dengan mengenakan pakaian tidur dan rambut yang masih basah. Saat ini, dia sedang mengeringkannya dengan handuk.Dimas menyimpan ponselnya, lalu berkata sambil tersenyum pada Amel, "Aku akan segera mandi."Hanya saja, Amel yang barusan keluar dari kamar mandi tampak seperti apel yang dicuci dengan air, segar dan lezat.Dia membuat orang tidak bisa menahan diri untuk mencicipinya.Dimas menunduk untuk melirik sesuatu di bawahnya yang tidak mau menurut. Tampak kilatan bahaya di matanya. Namun, Dimas menyembunyikan emosinya dengan baik.Tubuh Dimas jelas menginginkan Amel. Namun, sepertinya Amel tidak paham.Dimas berjalan mendekat. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengambil handuk dari tangan Amel dan berkata dengan lembut, "Biar kubantu mengeringkan rambutmu. Rambutmu terlalu panjang, sampai-sampai membasahi pakaian tidurmu.""Ah, nggak ... nggak usah."Keintiman yang mendadak membuat Amel merasa agak kurang nyaman.Namun, Dim
Dimas mengalihkan pandangannya dan berkata, "Yunita bilang, dia ingin memberikan hadiah pernikahan untuk kita. Tapi, barang-barang lainnya terlalu mahal. Dia baru saja mulai bekerja dan nggak punya banyak uang. Bagaimana kalau aku bilang padanya untuk membelikan kita pakaian tidur saja?""Ah, apa ini pantas? Barang seperti itu mendingan nggak usah saja."Dimas merendahkan suaranya, "Kalau begitu, aku hanya bisa menyuruhnya memilih kosmetik. Dia sangat ingin memberikannya padamu. Sebagai anggota keluarga di Kota Nataya ini, setelah menikah, kita belum sempat bertemu dengan orang tua. Kita berdua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hadiah dari Yunita ini mewakili pengakuan Keluarga Cahyadi kepada kamu. Kalau kamu nggak mau menerimanya, aku rasa Yunita pasti akan sangat sedih."Raut wajah Dimas yang tampak begitu menyedihkan, meluluhkan hati Amel.Selain itu, Dimas sudah mengatakan jika hadiah dari Yunita mewakili sikap Keluarga Cahyadi. Jika Amel terus menolaknya, dia justru malah akan
"Uhuk, uhuk." Tiba-tiba, Dimas batuk dengan keras.Amel bergegas memberikan segelas air dan menepuk punggung Dimas dengan pelan, "Ada apa? Apa kamu masuk angin?"Dimas menerima gelas dan meminum airnya, kemudian berkata, "Bukan, aku hanya sedikit terkejut. Aku akan mengenalkan kalian kalau ada kesempatan lain."Amel tersenyum dan mengangguk, "Baiklah. Kita memang harus mentraktirnya makan karena dia sudah membantu kita.""Ya," jawab Dimas. Namun, dia sedang memikirkan cara untuk mengatasi hal tersebut dalam hatinya."Apa yang sedang kamu tulis?""Rencana pembukaan toko, aku berencana ...."Sebelum sempat selesai bicara, tiba-tiba Amel mendapatkan panggilan video WhatsApp.Begitu dilihat, ternyata orang yang menelepon adalah Lidya."Huh, ternyata dia masih ingat padaku, kupikir dia sudah lupa pada teman baiknya ini." Meski berkata demikian, Amel tetap menyunggingkan senyuman.Bagaimanapun juga, Amel sudah menikah, jadi dia juga sangat senang melihat teman baiknya punya pacar.Amel pun m
Loh? Kenapa ini berbeda dengan yang dikatakan Lidya sebelumnya?Sebelumnya, Lidya berkata bahwa Markus adalah pria tampan yang tinggi dan punya otot perut, selain itu juga pandai bicara.Padahal belum lama, tapi Lidya sudah memanggilnya dari si tampan menjadi pria itu?Awalnya, Amel mengira bahwa pacar Lidya adalah orang yang dijodohkan dengannya terakhir kali."Aduh, jangan bahas soal dia lagi. Senin nanti aku harus bagaimana? Aku sudah menyetujui ibuku untuk membawa pacar ke rumah. Dia bahkan bilang ingin mengundang keluargamu untuk datang makan! Benar-benar memusingkan!"Ekspresi Lidya cemberut.Bagaimanapun juga, dia tidak mungkin bisa mencari pacar dalam waktu sesingkat ini.Amel pun melambaikan tangannya sambil berkata, "Aku juga nggak tahu, lebih baik kamu langsung mengaku saja pada Bibi Mirna.""Baiklah, kalau kamu merasa aku bisa hidup dengan lebih baik setelah kartu kreditku dimatikan, bilang saja pada ibuku kalau aku nggak punya pacar."Demi uang, masalah ini harus diatasi.