"Baiklah."Setelah Amel mengganti pakaiannya, dia keluar dari kamar tidur bersama Dimas."Kak Amel, ini pertama kalinya aku bertemu denganmu. Aku nggak tahu apa yang kamu suka, jadi aku membelikanmu satu set produk perawatan kulit. Aku harap kamu menyukainya." Martha dengan cepat mengeluarkan hadiah yang dia bawa.Amel buru-buru menerima satu set produk perawatan kulit itu, lalu berkata, "Terima kasih. Kamu jadi repot."Rangkaian produk perawatan kulit ini tidak mungkin berharga di bawah 16 juta."Aku nggak tahu sebelumnya kalau kamu akan datang, jadi aku nggak menyiapkan apa-apa." Amel menggigit bibirnya dengan malu. Dia merasa sungkan karena sudah menerima hadiah dari Martha, tapi dia tidak menyiapkan hadiah sebagai balasannya."Kak Amel, kamu nggak perlu menyiapkan apa pun. Kak Dimas selalu menjagaku sejak aku masih kecil, jadi wajar kalau aku datang menemui kalian dengan membelikan beberapa barang," ujar Martha menenangkan Amel."Martha, kamu suka makan apa? Aku akan pergi ke pasar
"Ada apa denganmu akhir-akhir ini? Kenapa kamu selalu datang membawakanku makanan?" tanya Amel dengan bingung."Nenek membuat makanan enak hari ini. Jadi, Ayah dan Ibu memintaku untuk membawakanmu sedikit," kata Andi sambil mengerutkan bibirnya."Jadi begitu. Coba aku lihat makanan apa itu." Begitu Amel membuka kotak makan, aroma makanan yang harum langsung menyergap hidungnya."Wah, iga panggang, ayam kola dan ayam rebus." Amel tidak bisa menahan diri untuk menelan ludah. Semua ini adalah makanan favoritnya. Ketika dia hendak mengundang Clara untuk makan bersama setelah menyelesaikan pekerjaan, dia menyadari bahwa Clara sudah menghilang. Sepertinya Clara sudah pergi untuk membeli makanan."Kak, aku berencana untuk pindah dari tempat Kak Lidya," kata Andi dengan berat hati."Aku tahu. Lidya sudah memberitahuku kemarin," jawab Amel sambil makan.Andi mengerutkan kening, lalu bertanya, "Lalu, apa lagi yang dia katakan padamu?""Nggak ada. Lidya sudah punya pasangan sekarang, kamu seharus
"Pak Dimas, kita melakukan semuanya dengan sangat tegas sekarang. Apa hal ini nggak akan menimbulkan kecurigaannya?""Saat ini, dia sudah sangat sibuk dengan proyek pembangunan pusat perbelanjaan. Dia nggak akan punya banyak waktu untuk memikirkan hal lain.""Aku mengerti. Pak Dimas, aku akan melanjutkan pekerjaan dulu."Di sisi lain, Amel mengobrol sebentar dengan orang-orang di dalam grup sebelum kembali bekerja. Saat sedang menata etalase, panggilan telepon dari Lili tiba-tiba masuk."Amel, ada masalah, ada masalah. Tolong segera datang ke rumah sakit," kata Lili sambil terisak di telepon."Bu, tenangkan dirimu. Beri tahu aku apa yang terjadi.""Amel, nenekmu masuk rumah sakit. Kata dokter, ada masalah dengan jantungnya." Saat mengatakan ini, Lili menangis lebih keras."Bukankah dokter sudah mengatakan sebelumnya kalau Nenek minum obat, dia akan baik-baik saja? Kenapa bisa tiba-tiba masuk rumah sakit?""Beberapa waktu lalu, Kakek dan nenekmu pergi jalan-jalan, 'kan? Mungkin dia kele
"Bu, Amel, biarkan dokter membawa Nenek ke bangsal dulu. Jangan berdiri mengalangi di sini," ingat Dimas. Kedua wanita itu pun melepaskan tangan mereka.Wati didorong masuk ke unit perawatan intensif."Bu, jangan menangis lagi. Bukankah Nenek sudah keluar dari bahaya sekarang?" Amel menahan air matanya sambil menyeka air mata di wajah Lili."Halo, keluarga Bu Wati. Aku adalah dokter yang merawatnya. Silakan ikut ke kantorku." Dokter memanggil mereka ke kantor.Lili dan Amel tiba-tiba merasa cemas, seakan merasakan firasat buruk."Kondisi pasien agak rumit. Saat ini ada dua pilihan pengobatan. Yang pertama adalah pengobatan konservatif, di mana pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur. Pilihan lainnya adalah melakukan operasi bypass jantung. Tapi, risiko operasi ini sangat tinggi," kata dokter dengan serius sambil menutup pintu kantornya."Kalau operasinya berjalan lancar, apakah nenekku nggak akan merasakan sakit seperti sekarang?""Ya. Kalau operasi dilakukan, kondisi pasien akan l
Dimas baru saja membuka mulutnya, tapi Amel dan Lili membuka pintu, lalu berjalan keluar."Dimas, apa yang kamu lakukan di depan pintu?" tanya Lili dengan bingung."Aku bertemu dengan seorang kenalan lama. Ibu, Sayang, izinkan aku memperkenalkan kalian. Ini adalah Liana Hariono. Dia mantan tetanggaku, sekaligus teman bermain masa kecilku.""Halo, Nona Liana. Namaku Amel, aku adalah istrinya Dimas.""Halo. Dimas, kamu nggak mengatakan apa-apa tentang pernikahanmu. Aku harusnya memberimu hadiah!""Apakah ada anggota keluargamu yang sedang sakit di rumah sakit ini?" tanya Liana lagi.Dimas mengangguk, lalu menjawab, "Nenek istriku menderita penyakit jantung. Dia sedang dirawat di rumah sakit ini."Begitu Dimas selesai berbicara, dokter yang merawat Wati berlari ke arah Liana, kemudian berkata, "Dokter Liana, aku sedang mencarimu.""Ada apa mencariku?""Dokter Liana, aku mencarimu karena masalah pasien di bangsal ini. Kondisinya saat ini agak rumit, ditambah dengan usianya yang sudah tua,
"Bu, kamu dan Kakek pulang dan istirahatlah. Terus di sini juga nggak ada gunanya. Nenek membutuhkan seseorang untuk menemaninya setelah operasi. Kalian pulang dan istirahatlah dulu. Nanti kalian bisa kembali lagi saat diperlukan." Kata-kata Dimas dengan cepat meyakinkan keduanya."Baiklah kalau begitu. Amel, Dimas, tolong jaga Nenek di sini. Aku akan membawa Kakek pulang lebih dulu." Lili menyeka air mata di wajahnya, lalu memapah Toni pergi dari rumah sakit.Amel duduk di depan ranjang rumah sakit neneknya dengan air mata berlinang. Dia menggenggam tangan neneknya erat-erat karena takut jika dia melepaskannya, dia akan kehilangan neneknya."Nenek, kamu pasti akan baik-baik saja."Dimas dengan lembut memeluk bahu Amel sembari berkata, "Jangan khawatir. Nenek pasti akan baik-baik saja. Keterampilan medis Dokter Liana sangat bagus."Amel mengangguk dengan berat."Sayang, kamu sudah di sini sepanjang sore, belum makan apa pun dari siang sampai malam hari. Aku akan membelikanmu sesuatu un
"Bibi, ini sudah tugasku. Oh ya, nanti akan seseorang yang datang untuk memeriksa Nenek secara menyeluruh. Malam ini, aku akan bekerja sama dengan dokter lain untuk membuat rencana operasi. Operasinya bisa dilakukan besok atau lusa. Mohon persiapkan mental kalian," jelas Liana sebelum pergi dari tempat itu.Tubuh Lili gemetar, Amel langsung memeluknya sambil menenangkan, "Bu, Nenek akan baik-baik saja, jangan takut."Amel berpura-pura kuat untuk menghibur ibunya karena dalam hatinya dia juga merasa sangat ketakutan.Dimas keluar dari bangsal secara diam-diam, kemudian berdiri di luar pintu kantor Liana dan mengetuk dengan lembut."Masuk."Setelah mendapat izin dari dalam, Dimas membuka pintu dan segera masuk."Dimas, apakah kamu ada perlu mencariku?" tanya Liana sambil tersenyum ke arah Dimas.Dimas mengeluarkan kartu bank miliknya, lalu menaruhnya di atas meja Liana.Liana menyentuhnya sebentar, lalu tertawa keras sambil berkata, "Hei, Dimas. Kamu nggak mungkin memberiku kartu bank mi
Amel baru membuka matanya saat langit sudah terang. Dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat jam, ternyata dia benar-benar tidur sampai jam enam pagi.Amel segera duduk dan melihat sekeliling bangsal, tetapi dia tidak melihat bayangan Dimas.'Aneh, dia pergi ke mana?' gumam Amel dalam hati.Tidak lama setelah itu, Dimas masuk ke bangsal sambil membawa termos air panas dan berseru, "Sayang, kamu sudah bangun!""Kamu pergi mengambil air sepagi ini?" tanya Amel sambil mengambil termos dari tangan Dimas."Ya, aku masih bisa mendapat air panas kalau pergi sekarang. Kalau aku pergi nanti, takutnya air panasnya sudah habis.""Kenapa semalam kamu nggak membangunkanku? Aku tidur sangat lama dan nggak membiarkanmu istirahat," ucap Amel sambil menggigit bibirnya dengan perasaan bersalah."Saat melihatmu tidur nyenyak, aku benar-benar nggak tega membangunkanmu. Lagi pula, aku nggak terlalu mengantuk, jadi aku nggak membangunkanmu," balas Dimas seraya mencubit pipi Amel dengan gemas.Amel bersandar