Ibu dan anak itu mulai saling menyalahkan satu sama lain."Nggak, menurutku masalah ini nggak sesederhana itu. Ibu nggak bisa melihat Amel menderita," sahut Mirna setelah berpikir sejenak dan merasa bahwa Dimas bukanlah orang yang mudah."Bu, menurutku Ibu harus berhenti terlalu khawatir," jawab Lidya. Begitu mendengar perkataan anak perempuannya itu, Mirna mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Lidya."Dasar gadis nakal, bagaimana kamu bisa bicara seperti itu padaku? Kuberi tahu ya, sore hari ini kamu harus pergi kencan buta, kalau nggak jangan panggil aku 'ibu' lagi. Ibu akan mengirimkanmu alamat kencan buta dan juga foto pria itu sekarang," ucap Mirna sambil mengeluarkan ponselnya dan mengirimkannya pada Lidya.Lidya duduk terdiam dengan ekspresi tidak senang."Kakek, Nenek, malam ini kalian bisa tidur di kamar yang aku tempati sebelumnya," kata Amel. Dia dan Gibran sudah selesai berkemas."Ya. Aku dan kakekmu bisa tinggal di mana saja.""Bu, malam ini aku akan mengajak kalian
"Ini handuknya," kata Amel setelah meletakkan laptopnya ke samping, kemudian bangkit untuk mengambil handuk mandi dari lemari dan membawanya ke pintu kamar mandi.Amel khawatir dia akan melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat, jadi dia memalingkan wajahnya. Dimas menjulurkan kepalanya dan tidak bisa menahan senyum ketika melihat tampang Amel."Kenapa? Kita sudah menjadi pasangan yang sah, apa kamu masih malu?" canda Dimas."Ini untukmu, cepat ambil.""Sayang, terakhir kali kamu nggak sengaja memperlihatkan dirimu di hadapanku, kenapa kamu nggak memperlihatkannya lagi," goda Dimas. Dia sengaja menyebutkan hal yang terjadi beberapa hari yang lalu.Wajah Amel menjadi lebih merah, dia berbalik dan menatap Dimas dengan marah sambil menolak, "Nggak mau."Setelah berkata demikian, Amel menyadari bahwa Dimas sedang berdiri di depannya dalam keadaan telanjang. Amel merasa bahwa kepalanya berdenyut sejenak, lalu dia segera menutup matanya dan membalikkan badan."Kamu .... Perhatikan diri
"Astaga, bagaimana aku bisa keluar dan bertemu orang-orang dengan tampang seperti ini?" gumam Amel saat melihat ada beberapa bekas ciuman di lehernya. Dia akan merasa sangat malu jika orang-orang di luar melihatnya seperti ini.Amel buru-buru mandi, kemudian mencari kemeja berkerah tinggi di lemari. Memakai kemeja ini bisa menutupi cupang yang ada di lehernya, tetapi Amel merasa panas dan berkeringat setelah memakainya selama setengah menit.Jika Amel mengenakan kemeja berkerah tinggi di musim kemarau, dia mungkin akan terkena sengatan panas, jadi Amel tidak punya pilihan selain melepasnya."Sayang, aku sudah beli makan siang. Ayo kita makan!" panggil Dimas setelah meletakkan makan siang yang dibelinya di atas meja. Namun, Amel menghampirinya dengan marah."Ada apa? Apakah ada orang yang membuatmu marah lagi?" tanya Dimas tanpa mengetahui alasannya."Lihat apa yang sudah kamu lakukan, bagaimana aku bisa keluar seperti ini?" tanya Amel dengan kesal sambil menunjuk ke lehernya."Maaf, se
"Aku nggak bermaksud menyalahkanmu. Tutupi saja dengan concealer, sudah cukup bagus ini bisa membuat nggak kentara."Amel berinisiatif untuk memegang tangan Dimas. Jelas-jelas Amel yang marah, tetapi pada akhirnya dialah yang membujuk Dimas."Baguslah kalau kamu nggak menyalahkanku."Amel mengoleskan concealer beberapa kali lagi, lalu pergi bersama Dimas.Baru saja Dimas mengantar Amel ke pintu toko, Lidya tiba-tiba datang."Sayang, aku pergi ke lokasi konstruksi dulu.""Pergilah, hati-hati jalan," sahut Amel dengan enggan sambil melihat ke arah kepergian Dimas.Lidya memutar bola matanya pada Amel, kemudian berkata, "Lihat betapa putus asanya dirimu. Kalian berdua cuma bekerja di tempat yang berbeda, bukannya dipisahkan oleh maut.""Kamu nggak mengerti ini. Lidya, saat aku menelepon ibuku dalam perjalanan, aku dengar Bibi Mirna mengatur kencan buta lagi untukmu?"Lidya mengangguk dengan cemas sembari menjawab, "Ya begitulah, aku kesal sekali. Aku masih muda, tapi Ibu sudah nggak sabar
Lidya masuk ke dalam toko dan makan dua gigitan kue dengan enggan, lalu bergegas pergi ke tempat yang sesuai dengan alamat yang dikirimkan Mirna."Kak, Ibu memintaku membawakan ini untukmu," kata Andi yang tiba-tiba datang membawa termos makanan tidak lama setelah Lidya pergi."Andi, Ibu menyuruhmu membawakan apa untukku?""Ini ada iga rebus, daging rebus dan sup ayam tulang hitam yang Ibu masak siang ini. Ibu membawakan setiap porsi untukmu, cepat makanlah. Sup ayam tulang hitam ini dimasak oleh Nenek sepanjang pagi, rasanya enak sekali," sambung Andi sambil meletakkan termos makanan itu di atas meja."Benarkah? Kebetulan siang ini aku nggak makan banyak. Aku ingin mencicipi makanan yang enak-enak. Clara, ayo kemari, kita makan bersama," tawar Amel sambil memanggil Clara yang sedang membersihkan rak."Kak Amel, nggak perlu. Aku sudah makan siang," tolak Clara dengan sopan seraya tersenyum."Nggak masalah kalau kamu sudah makan, coba sedikit saja. Masakan ibu dan nenekku sangat lezat.
Mereka berdua sama-sama terdiam. Keduanya dipaksa oleh keluarga mereka untuk kencan buta. Oleh karena itu, suasananya agak canggung.Lidya tidak tahan lagi. Dia angkat bicara duluan untuk memecah keheningan. "Sejujurnya, aku datang kemari untuk berkencan denganmu benar-benar karena dipaksa oleh ibuku. Kalau aku nggak mau datang, ibuku nggak mau menganggapku sebagai anak lagi. Aku rasa, kamu datang kemari juga bukan atas kemauanmu sendiri, 'kan?"Pria itu tertawa pelan mendengar kejujuran Lidya dan kemudian menggelengkan kepalanya."Kita berdua senasib. Lagi pula, aku masih muda dan belum ingin menikah. Menurutku, sebaiknya begini saja. Saat kita kembali nanti, kita beri tahu keluarga masing-masing kalau kita nggak saling menyukai. Dengan begitu, kita nggak perlu tersiksa lagi. Bagaimana menurutmu?" tanya Lidya sambil mengangkat alisnya. Dia merasa ide yang diusulkannya tersebut cukup bagus.Bima menatap Lidya dan merasa ragu-ragu selama sesaat. "Sebenarnya, aku rasa usulmu itu nggak te
"Kamu pergi kencan buta?" Begitu telepon terhubung, terdengar suara tanya Andi yang penuh amarah dari ujung telepon."Andi, jangan marah dulu. Mari kita bertemu dan bicara." Lidya menyadari kesalahannya. Dia pun melembutkan nada bicaranya."Sekarang kamu ada di mana? Beritahukan lokasinya padaku. Aku akan segera menjemputmu." Nada suara Andi terdengar acuh tak acuh."Oke, aku akan kirimkan lokasinya padamu." Setelah menutup telepon, Lidya langsung mengirimkan lokasi tempatnya berada pada Andi.Tak lama kemudian, Andi pun tiba di tempat tersebut. Begitu masuk ke dalam mobil, Lidya melihat wajah Andi tampak kesal. Dia pun merendahkan sikapnya dan memeluk lengan Andi. "Apa kamu cemburu?""Nggak," jawab Andi dengan dingin."Ayolah, jangan keras kepala seperti itu. Aku tahu kamu cemburu. Jangan marah, ya, Andi? Aku juga terpaksa ke sini. Kamu juga tahu sendiri kalau ibuku terus memaksaku untuk pergi kencan buta. Kalau aku nggak mau pergi, dia pasti akan terus mengomel." Nada bicara Lidya te
"Kegiatan isi saldo dimulai besok dan berakhir tanggal 20 bulan depan.""Oke." Keduanya langsung sepakat untuk mengadakan kegiatan tersebut."Kak Amel, hari ini aku harus pulang lebih awal. Nenekku nggak enak badan. Aku ingin membawanya ke puskesmas untuk membeli obat.""Kesehatan orang tua itu penting. Cepatlah pergi. Kalau kamu kekurangan uang, katakan padaku sebelumnya. Aku bisa memberikan gajimu lebih awal." Amel langsung menyetujuinya. Dia bisa dianggap sebagai bos yang sangat sempurna."Kak Amel, aku punya cukup uang. Jadi, nggak perlu membayarkan gajiku lebih awal. Kalau begitu, aku pulang dulu." Clara langsung membereskan barang-barangnya dan buru-buru pergi.Amel duduk di meja kasir dan menjaga toko sendirian. Melihat langit di luar makin gelap, Amel memperkirakan jika Dimas seharusnya sudah selesai bekerja. Dia pun menelepon Dimas."Malam ini kamu nggak perlu menjemputku dari tempat kerja. Kamu bisa pulang dan makan sendiri. Aku harus menjaga toko sebentar malam ini.""Di man
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,