"Ini handuknya," kata Amel setelah meletakkan laptopnya ke samping, kemudian bangkit untuk mengambil handuk mandi dari lemari dan membawanya ke pintu kamar mandi.Amel khawatir dia akan melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat, jadi dia memalingkan wajahnya. Dimas menjulurkan kepalanya dan tidak bisa menahan senyum ketika melihat tampang Amel."Kenapa? Kita sudah menjadi pasangan yang sah, apa kamu masih malu?" canda Dimas."Ini untukmu, cepat ambil.""Sayang, terakhir kali kamu nggak sengaja memperlihatkan dirimu di hadapanku, kenapa kamu nggak memperlihatkannya lagi," goda Dimas. Dia sengaja menyebutkan hal yang terjadi beberapa hari yang lalu.Wajah Amel menjadi lebih merah, dia berbalik dan menatap Dimas dengan marah sambil menolak, "Nggak mau."Setelah berkata demikian, Amel menyadari bahwa Dimas sedang berdiri di depannya dalam keadaan telanjang. Amel merasa bahwa kepalanya berdenyut sejenak, lalu dia segera menutup matanya dan membalikkan badan."Kamu .... Perhatikan diri
"Astaga, bagaimana aku bisa keluar dan bertemu orang-orang dengan tampang seperti ini?" gumam Amel saat melihat ada beberapa bekas ciuman di lehernya. Dia akan merasa sangat malu jika orang-orang di luar melihatnya seperti ini.Amel buru-buru mandi, kemudian mencari kemeja berkerah tinggi di lemari. Memakai kemeja ini bisa menutupi cupang yang ada di lehernya, tetapi Amel merasa panas dan berkeringat setelah memakainya selama setengah menit.Jika Amel mengenakan kemeja berkerah tinggi di musim kemarau, dia mungkin akan terkena sengatan panas, jadi Amel tidak punya pilihan selain melepasnya."Sayang, aku sudah beli makan siang. Ayo kita makan!" panggil Dimas setelah meletakkan makan siang yang dibelinya di atas meja. Namun, Amel menghampirinya dengan marah."Ada apa? Apakah ada orang yang membuatmu marah lagi?" tanya Dimas tanpa mengetahui alasannya."Lihat apa yang sudah kamu lakukan, bagaimana aku bisa keluar seperti ini?" tanya Amel dengan kesal sambil menunjuk ke lehernya."Maaf, se
"Aku nggak bermaksud menyalahkanmu. Tutupi saja dengan concealer, sudah cukup bagus ini bisa membuat nggak kentara."Amel berinisiatif untuk memegang tangan Dimas. Jelas-jelas Amel yang marah, tetapi pada akhirnya dialah yang membujuk Dimas."Baguslah kalau kamu nggak menyalahkanku."Amel mengoleskan concealer beberapa kali lagi, lalu pergi bersama Dimas.Baru saja Dimas mengantar Amel ke pintu toko, Lidya tiba-tiba datang."Sayang, aku pergi ke lokasi konstruksi dulu.""Pergilah, hati-hati jalan," sahut Amel dengan enggan sambil melihat ke arah kepergian Dimas.Lidya memutar bola matanya pada Amel, kemudian berkata, "Lihat betapa putus asanya dirimu. Kalian berdua cuma bekerja di tempat yang berbeda, bukannya dipisahkan oleh maut.""Kamu nggak mengerti ini. Lidya, saat aku menelepon ibuku dalam perjalanan, aku dengar Bibi Mirna mengatur kencan buta lagi untukmu?"Lidya mengangguk dengan cemas sembari menjawab, "Ya begitulah, aku kesal sekali. Aku masih muda, tapi Ibu sudah nggak sabar
Lidya masuk ke dalam toko dan makan dua gigitan kue dengan enggan, lalu bergegas pergi ke tempat yang sesuai dengan alamat yang dikirimkan Mirna."Kak, Ibu memintaku membawakan ini untukmu," kata Andi yang tiba-tiba datang membawa termos makanan tidak lama setelah Lidya pergi."Andi, Ibu menyuruhmu membawakan apa untukku?""Ini ada iga rebus, daging rebus dan sup ayam tulang hitam yang Ibu masak siang ini. Ibu membawakan setiap porsi untukmu, cepat makanlah. Sup ayam tulang hitam ini dimasak oleh Nenek sepanjang pagi, rasanya enak sekali," sambung Andi sambil meletakkan termos makanan itu di atas meja."Benarkah? Kebetulan siang ini aku nggak makan banyak. Aku ingin mencicipi makanan yang enak-enak. Clara, ayo kemari, kita makan bersama," tawar Amel sambil memanggil Clara yang sedang membersihkan rak."Kak Amel, nggak perlu. Aku sudah makan siang," tolak Clara dengan sopan seraya tersenyum."Nggak masalah kalau kamu sudah makan, coba sedikit saja. Masakan ibu dan nenekku sangat lezat.
Mereka berdua sama-sama terdiam. Keduanya dipaksa oleh keluarga mereka untuk kencan buta. Oleh karena itu, suasananya agak canggung.Lidya tidak tahan lagi. Dia angkat bicara duluan untuk memecah keheningan. "Sejujurnya, aku datang kemari untuk berkencan denganmu benar-benar karena dipaksa oleh ibuku. Kalau aku nggak mau datang, ibuku nggak mau menganggapku sebagai anak lagi. Aku rasa, kamu datang kemari juga bukan atas kemauanmu sendiri, 'kan?"Pria itu tertawa pelan mendengar kejujuran Lidya dan kemudian menggelengkan kepalanya."Kita berdua senasib. Lagi pula, aku masih muda dan belum ingin menikah. Menurutku, sebaiknya begini saja. Saat kita kembali nanti, kita beri tahu keluarga masing-masing kalau kita nggak saling menyukai. Dengan begitu, kita nggak perlu tersiksa lagi. Bagaimana menurutmu?" tanya Lidya sambil mengangkat alisnya. Dia merasa ide yang diusulkannya tersebut cukup bagus.Bima menatap Lidya dan merasa ragu-ragu selama sesaat. "Sebenarnya, aku rasa usulmu itu nggak te
"Kamu pergi kencan buta?" Begitu telepon terhubung, terdengar suara tanya Andi yang penuh amarah dari ujung telepon."Andi, jangan marah dulu. Mari kita bertemu dan bicara." Lidya menyadari kesalahannya. Dia pun melembutkan nada bicaranya."Sekarang kamu ada di mana? Beritahukan lokasinya padaku. Aku akan segera menjemputmu." Nada suara Andi terdengar acuh tak acuh."Oke, aku akan kirimkan lokasinya padamu." Setelah menutup telepon, Lidya langsung mengirimkan lokasi tempatnya berada pada Andi.Tak lama kemudian, Andi pun tiba di tempat tersebut. Begitu masuk ke dalam mobil, Lidya melihat wajah Andi tampak kesal. Dia pun merendahkan sikapnya dan memeluk lengan Andi. "Apa kamu cemburu?""Nggak," jawab Andi dengan dingin."Ayolah, jangan keras kepala seperti itu. Aku tahu kamu cemburu. Jangan marah, ya, Andi? Aku juga terpaksa ke sini. Kamu juga tahu sendiri kalau ibuku terus memaksaku untuk pergi kencan buta. Kalau aku nggak mau pergi, dia pasti akan terus mengomel." Nada bicara Lidya te
"Kegiatan isi saldo dimulai besok dan berakhir tanggal 20 bulan depan.""Oke." Keduanya langsung sepakat untuk mengadakan kegiatan tersebut."Kak Amel, hari ini aku harus pulang lebih awal. Nenekku nggak enak badan. Aku ingin membawanya ke puskesmas untuk membeli obat.""Kesehatan orang tua itu penting. Cepatlah pergi. Kalau kamu kekurangan uang, katakan padaku sebelumnya. Aku bisa memberikan gajimu lebih awal." Amel langsung menyetujuinya. Dia bisa dianggap sebagai bos yang sangat sempurna."Kak Amel, aku punya cukup uang. Jadi, nggak perlu membayarkan gajiku lebih awal. Kalau begitu, aku pulang dulu." Clara langsung membereskan barang-barangnya dan buru-buru pergi.Amel duduk di meja kasir dan menjaga toko sendirian. Melihat langit di luar makin gelap, Amel memperkirakan jika Dimas seharusnya sudah selesai bekerja. Dia pun menelepon Dimas."Malam ini kamu nggak perlu menjemputku dari tempat kerja. Kamu bisa pulang dan makan sendiri. Aku harus menjaga toko sebentar malam ini.""Di man
Ketika mereka berdua baru saja duduk dan bersiap untuk makan, seorang wanita yang mengenakan seragam petugas kebersihan masuk ke dalam toko sambil membawa seorang anak laki-laki.Begitu masuk, anak laki-laki itu langsung berlari menuju etalase kue. Matanya berbinar saat melihat kue-kue di dalamnya. "Wow, kue-kue ini sangat cantik. Coba lihatlah ini, Bu."Anak laki-laki itu terlihat begitu antusias dan gembira.Wanita itu tersenyum penuh kasih sayang. Kemudian, dia mencuri pandang untuk meminta maaf pada Dimas dan Amel."Maaf, apa tokonya masih buka?" tanya wanita itu dengan takut-takut."Masih buka. Kalian mau beli apa?" Amel buru-buru berdiri untuk melayani pelanggan."Hari ini adalah hari ulang tahun anakku. Aku ingin membelikannya kue ulang tahun." Senyum di wajah wanita itu makin mengembang saat membicarakan putranya."Kue-kue di atas ini lebih cocok untuk anak-anak. Ini juga kue-kue yang paling laris di toko kami." Amel menunjukkan deretan kue di atas etalase sambil menjelaskannya