Namun, Amel menarik tangan Dimas. "Kamu masih harus menyetir nanti. Memangnya benar-benar nggak apa-apa kalau kamu minum alkohol?""Nggak apa-apa.""Oke, oke, nggak usah minum. Kalian cepatlah duduk." Melihat hal tersebut, Mirna pun tidak mempersulit Dimas lagi."Bibi Mirna, sebagai orang yang lebih muda, yang datang ke pesta ulang tahunmu, aku nggak tahu apa yang Bibi suka. Oleh karena itu, aku menyiapkan batu merah delima untuk Bibi. Aku harap Bibi menyukainya." Dimas menyerahkan kotak kecil yang sangat indah kepada Mirna.Mirna tertegun untuk sesaat. Dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan."Batu merah delima?" gumam Mirna tak percaya."Benar, Bibi Mirna."Mirna langsung meletakkan sendok di tangannya. Dengan sigap, Mirna membuka hadiah yang diberikan Dimas kepadanya. Di dalamnya, memang terdapat batu merah delima dengan warna yang cerah."Dimas, dari mana kamu mendapatkan begitu banyak uang untuk memberikan hadiah semahal itu kepada Bibi Mirna?" tanya Lili dengan terk
"Sayang, kepalamu ...?""Aku baik-baik saja. Nggak sengaja terbentur. Ayo, cepat makan." Amel langsung memotong kata-kata Dimas sebelum Dimas menyelesaikan perkataannya.Amel hanya mengalami luka kecil di dahinya. Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian malam ini. Siapa pun yang melihatnya pasti akan menanyakan luka tersebut. Terlebih lagi, hari ini adalah hari ulang tahun Mirna. Mirna yang harusnya menjadi pusat perhatian malam ini.Dimas mengerutkan kening dengan tatapan pedih. Dia ingin bertanya lebih lanjut. Namun, melihat Amel benar-benar tidak ingin membicarakannya, Dimas pun tidak melanjutkan pertanyaannya lagi.Restoran tempat mereka makan bernama Restoran Selera Otentik. Restoran tersebut merupakan restoran bintang lima yang cukup terkenal di Kota Nataya. Dengan penghasilannya, Kelvin dapat dengan mudah membayar semua makanan dan minuman yang dijual di restoran tersebut.Ketika pemilik Restoran Selera Otentik dan teman-temannya datang untuk makan, tanpa sengaja mereka melihat
"Halo, Kak Amel. Halo, Paman dan Bibi. Paman dan Bibi, nanti aku akan memberikan nomor teleponku. Kalau lain kali kalian mau makan malam di sini, hubungi aku terlebih dulu. Aku pasti akan menyediakan tempat duduk untuk kalian dan mengatur semuanya dengan baik." Mendengar Bagas berkata seperti itu, Mirna menjadi makin kesal.Saat mereka baru saja datang ke tempat ini dan duduk untuk menunggu makanan disajikan, Mirna mengeluh kepada Lili mengenai betapa sulitnya memesan ruang pribadi di restoran ini. Mirna berusaha keras untuk memesannya satu bulan sebelumnya. Akhirnya dia berhasil membuat reservasi pada hari ulang tahunnya.Namun, Lili dan yang lainnya sekarang memiliki koneksi dengan Bagas. Oleh sebab itu, kelak mereka tidak akan kesulitan untuk memesan ruang pribadi."Baik, baik, lain kali kalau makan di sini, kami pasti akan menghubungimu terlebih dulu. Karena kita semua ini teman, Pak Bagas juga harus ikut makan bersama kami," ajak Lili dengan hangat.Ketika Bagas berbalik untuk mem
"Tenang saja, ruangan itu kedap suaranya sangat bagus. Pasti nggak ada yang bisa mendengar percakapan kita," kata Andi sambil menggenggam tangan Lidya.Mirna baru saja mengatakan di meja makan bahwa dirinya sudah meminta Lidya untuk membawa pacarnya datang. Andi pun merasa tidak sabar untuk segera mengumumkan hubungannya dengan Lidya di depan semua orang.Ketika keluar dari toilet, Lidya melihat Andi sudah berdiri menunggunya di depan pintu."Cantik sekali. Cepat, biarkan aku menciummu." Andi mengerucutkan bibirnya dan mendekati Lidya.Lidya tersenyum manis. Tiba-tiba saja, dia melihat Amel berjalan ke arah mereka. Lidya pun buru-buru mendorong Andi agar menjauh."Amel, kamu juga mau ke toilet?" tanya Lidya dengan gugup."Bukan. Bibi Mirna bilang, dia sudah mau pulang. Tapi, dia melihat kalian berdua belum kembali. Itu sebabnya, aku keluar untuk mencari kalian.""Tadi aku mengobrol sebentar dengan petugas yang membersihkan toilet. Ayo kita pergi," kata Lidya sambil menggandeng tangan A
Setelah kembali ke rumah, Dimas melepas kain kasa di dahi Amel dengan ekspresi khawatir sambil berkata, "Aku akan mengoleskan obat untukmu."Dimas melihat luka di dahi Amel dengan hati-hati, memang benar lukanya tidak serius. Namun, mereka tetap harus berhati-hati. Lagi pula, luka di dahi ada kemungkinan akan meninggalkan bekas luka di kemudian hari. Jadi, mereka harus berhati-hati."Ini mungkin akan sedikit sakit. Tahan sebentar." Dimas mengambil kapas, merendamnya di cairan obat, lalu membersihkan luka Amel dengan lembut. Kemudian, dia mengoleskan obat anti-inflamasi.Amel mengerutkan kening. Dia bisa merasakan rasa sakit yang membakar di dahinya. Namun, dia menahan rasa sakit itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun."Apa dokter mengatakan kapan kamu harus datang untuk pemeriksaan lanjutan?""Nggak perlu pemeriksaan ulang untuk luka ringan seperti ini. Lukanya mungkin akan kering besok," kata Amel sambil mengemas obat-obatan yang baru saja digunakan."Baiklah kalau begitu. Aku akan be
"Selamat datang, ada yang bisa aku .... Kenapa kamu?" Amel mendongak, melihat bahwa itu adalah Jessica."Amel, dasar kamu wanita jalang. Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah denganmu hari ini. Kenapa kamu menghalangi rumah sakit untuk menerimaku?" tanya Jessica sambil memelototi Amel dengan marah.Jika tatapan bisa membunuh, Amel mungkin sudah mati dengan tragis sekarang."Apa yang kamu bicarakan? Aku nggak mengerti." Amel bingung dengan apa yang dikatakan wanita itu."Jangan berpura-pura bodoh di sini. Kalau bukan karena kamu, bagaimana mungkin aku diusir dari rumah sakit? Perban di kakiku bahkan belum dilepas, kamu sangat kejam." Semakin berbicara, Jessica semakin emosional.Jessica melemparkan semua kue di etalase yang baru saja dipanggang Clara ke lantai, menyebabkan kekacauan di toko."Berhenti, aku memperingatkanmu untuk nggak membuat masalah di sini. Ini bukan tempat bagimu untuk berbuat onar." Amel segera berjalan keluar dari meja kasir."Jessica, aku nggak pernah mem
Ketika Mirna bertemu pria itu di pusat perbelanjaan, dia mengira pria itu telah mengkhianati putrinya. Dia pun mendatangi pria itu, memarahi pria itu dengan begitu keras, bahkan hampir saja memukul pria itu!"Ibu, Ibu, tolong tenanglah. Aku tahu aku salah. Bukankah aku melakukan ini hanya untuk membuatmu bahagia? Aku berjanji nggak akan pernah melakukan ini lagi di masa depan." Lidya tahu bahwa tidak peduli betapa banyak alasan yang dia berikan, dia tidak akan bisa menutupi masalah ini. Jadi, dia hanya bisa mengakuinya."Biar kuberi tahu, kamu harus pergi kencan buta sore ini. Usahakan untuk menikah dalam waktu dua bulan. Kalau kamu nggak bisa melakukannya, kamu nggak perlu kembali ke rumah lagi. Ayahmu dan aku juga akan memblokir semua kartu ATM-mu. Aku mau lihat apa yang bisa kamu lakukan." Mirna sangat marah sehingga dia ingin segera mengusir Lidya dari rumah.Saat mendengar itu, Lidya merasa tidak senang. Dia berujar, "Bu, meskipun aku nggak menikah, aku juga nggak mengganggu Ibu,
"Keterlaluan sekali. Ibuku benar-benar keterlaluan!" gumam Lidya dengan marah, lalu berjalan masuk ke dalam toko."Ada apa? Apakah kamu bertengkar lagi dengan Bibi Mirna?""Hah, jangan bicarakan hal ini. Ibuku tahu kalau aku membayar seseorang untuk berpura-pura menjadi pacarku. Dia meneleponku, menyuruhku pulang, lalu memarahiku. Hampir saja atap rumah kami terbang karena omelannya." Lidya mulai mengeluh."Saat kamu membayar seseorang untuk berpura-pura menjadi pacarmu, kamu harusnya sudah tahu kalau suatu hari kebohonganmu akan terungkap. Apa kamu nggak tahu seperti apa sifat Bibi Mirna?""Amel, ini juga karena kamu, kenapa kamu menikah begitu cepat? Kalau bukan karena kamu menikah secepat ini, ibuku nggak akan terus mendesakku. Bagaimana kalau kamu bercerai saja? Kita berdua bisa menjalani hidup lajang bersama. Bukankah itu menyenangkan?"Sudut mulut Amel berkedut. Dia berkata, "Hubungan kami sangat baik, aku nggak akan bercerai. Tapi kamu memang sudah nggak muda lagi, sudah saatnya
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,