"Halo, Kak Amel. Halo, Paman dan Bibi. Paman dan Bibi, nanti aku akan memberikan nomor teleponku. Kalau lain kali kalian mau makan malam di sini, hubungi aku terlebih dulu. Aku pasti akan menyediakan tempat duduk untuk kalian dan mengatur semuanya dengan baik." Mendengar Bagas berkata seperti itu, Mirna menjadi makin kesal.Saat mereka baru saja datang ke tempat ini dan duduk untuk menunggu makanan disajikan, Mirna mengeluh kepada Lili mengenai betapa sulitnya memesan ruang pribadi di restoran ini. Mirna berusaha keras untuk memesannya satu bulan sebelumnya. Akhirnya dia berhasil membuat reservasi pada hari ulang tahunnya.Namun, Lili dan yang lainnya sekarang memiliki koneksi dengan Bagas. Oleh sebab itu, kelak mereka tidak akan kesulitan untuk memesan ruang pribadi."Baik, baik, lain kali kalau makan di sini, kami pasti akan menghubungimu terlebih dulu. Karena kita semua ini teman, Pak Bagas juga harus ikut makan bersama kami," ajak Lili dengan hangat.Ketika Bagas berbalik untuk mem
"Tenang saja, ruangan itu kedap suaranya sangat bagus. Pasti nggak ada yang bisa mendengar percakapan kita," kata Andi sambil menggenggam tangan Lidya.Mirna baru saja mengatakan di meja makan bahwa dirinya sudah meminta Lidya untuk membawa pacarnya datang. Andi pun merasa tidak sabar untuk segera mengumumkan hubungannya dengan Lidya di depan semua orang.Ketika keluar dari toilet, Lidya melihat Andi sudah berdiri menunggunya di depan pintu."Cantik sekali. Cepat, biarkan aku menciummu." Andi mengerucutkan bibirnya dan mendekati Lidya.Lidya tersenyum manis. Tiba-tiba saja, dia melihat Amel berjalan ke arah mereka. Lidya pun buru-buru mendorong Andi agar menjauh."Amel, kamu juga mau ke toilet?" tanya Lidya dengan gugup."Bukan. Bibi Mirna bilang, dia sudah mau pulang. Tapi, dia melihat kalian berdua belum kembali. Itu sebabnya, aku keluar untuk mencari kalian.""Tadi aku mengobrol sebentar dengan petugas yang membersihkan toilet. Ayo kita pergi," kata Lidya sambil menggandeng tangan A
Setelah kembali ke rumah, Dimas melepas kain kasa di dahi Amel dengan ekspresi khawatir sambil berkata, "Aku akan mengoleskan obat untukmu."Dimas melihat luka di dahi Amel dengan hati-hati, memang benar lukanya tidak serius. Namun, mereka tetap harus berhati-hati. Lagi pula, luka di dahi ada kemungkinan akan meninggalkan bekas luka di kemudian hari. Jadi, mereka harus berhati-hati."Ini mungkin akan sedikit sakit. Tahan sebentar." Dimas mengambil kapas, merendamnya di cairan obat, lalu membersihkan luka Amel dengan lembut. Kemudian, dia mengoleskan obat anti-inflamasi.Amel mengerutkan kening. Dia bisa merasakan rasa sakit yang membakar di dahinya. Namun, dia menahan rasa sakit itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun."Apa dokter mengatakan kapan kamu harus datang untuk pemeriksaan lanjutan?""Nggak perlu pemeriksaan ulang untuk luka ringan seperti ini. Lukanya mungkin akan kering besok," kata Amel sambil mengemas obat-obatan yang baru saja digunakan."Baiklah kalau begitu. Aku akan be
"Selamat datang, ada yang bisa aku .... Kenapa kamu?" Amel mendongak, melihat bahwa itu adalah Jessica."Amel, dasar kamu wanita jalang. Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah denganmu hari ini. Kenapa kamu menghalangi rumah sakit untuk menerimaku?" tanya Jessica sambil memelototi Amel dengan marah.Jika tatapan bisa membunuh, Amel mungkin sudah mati dengan tragis sekarang."Apa yang kamu bicarakan? Aku nggak mengerti." Amel bingung dengan apa yang dikatakan wanita itu."Jangan berpura-pura bodoh di sini. Kalau bukan karena kamu, bagaimana mungkin aku diusir dari rumah sakit? Perban di kakiku bahkan belum dilepas, kamu sangat kejam." Semakin berbicara, Jessica semakin emosional.Jessica melemparkan semua kue di etalase yang baru saja dipanggang Clara ke lantai, menyebabkan kekacauan di toko."Berhenti, aku memperingatkanmu untuk nggak membuat masalah di sini. Ini bukan tempat bagimu untuk berbuat onar." Amel segera berjalan keluar dari meja kasir."Jessica, aku nggak pernah mem
Ketika Mirna bertemu pria itu di pusat perbelanjaan, dia mengira pria itu telah mengkhianati putrinya. Dia pun mendatangi pria itu, memarahi pria itu dengan begitu keras, bahkan hampir saja memukul pria itu!"Ibu, Ibu, tolong tenanglah. Aku tahu aku salah. Bukankah aku melakukan ini hanya untuk membuatmu bahagia? Aku berjanji nggak akan pernah melakukan ini lagi di masa depan." Lidya tahu bahwa tidak peduli betapa banyak alasan yang dia berikan, dia tidak akan bisa menutupi masalah ini. Jadi, dia hanya bisa mengakuinya."Biar kuberi tahu, kamu harus pergi kencan buta sore ini. Usahakan untuk menikah dalam waktu dua bulan. Kalau kamu nggak bisa melakukannya, kamu nggak perlu kembali ke rumah lagi. Ayahmu dan aku juga akan memblokir semua kartu ATM-mu. Aku mau lihat apa yang bisa kamu lakukan." Mirna sangat marah sehingga dia ingin segera mengusir Lidya dari rumah.Saat mendengar itu, Lidya merasa tidak senang. Dia berujar, "Bu, meskipun aku nggak menikah, aku juga nggak mengganggu Ibu,
"Keterlaluan sekali. Ibuku benar-benar keterlaluan!" gumam Lidya dengan marah, lalu berjalan masuk ke dalam toko."Ada apa? Apakah kamu bertengkar lagi dengan Bibi Mirna?""Hah, jangan bicarakan hal ini. Ibuku tahu kalau aku membayar seseorang untuk berpura-pura menjadi pacarku. Dia meneleponku, menyuruhku pulang, lalu memarahiku. Hampir saja atap rumah kami terbang karena omelannya." Lidya mulai mengeluh."Saat kamu membayar seseorang untuk berpura-pura menjadi pacarmu, kamu harusnya sudah tahu kalau suatu hari kebohonganmu akan terungkap. Apa kamu nggak tahu seperti apa sifat Bibi Mirna?""Amel, ini juga karena kamu, kenapa kamu menikah begitu cepat? Kalau bukan karena kamu menikah secepat ini, ibuku nggak akan terus mendesakku. Bagaimana kalau kamu bercerai saja? Kita berdua bisa menjalani hidup lajang bersama. Bukankah itu menyenangkan?"Sudut mulut Amel berkedut. Dia berkata, "Hubungan kami sangat baik, aku nggak akan bercerai. Tapi kamu memang sudah nggak muda lagi, sudah saatnya
Dimas tidak menganggap hal ini aneh karena memang dia yang mengaturnya.Dimas berkendara menjauh dari pusat kota."Kita mau ke mana? Sepertinya aku belum pernah pergi ke tempat ini," kata Amel sambil melihat pemandangan asing di luar jendela."Kamu akan tahu setelah kita sampai." Dimas tetap bersikap penuh rahasia.Amel pun berhenti bertanya lebih lanjut. Lagi pula, kalau kejutan itu terungkap, itu namanya bukan kejutan lagi.Setelah sekitar setengah jam perjalanan, Dimas berhenti di depan sebuah hotel di pinggiran kota."Kita sudah sampai." Dimas memarkir mobil di tempat parkir.Amel memandang lingkungan sekitar dengan mata terbelalak. Hotel ini terletak di pinggiran kota, lingkungan sekitarnya sangat bagus dengan area yang sangat luas. Hotel ini terlihat sangat mewah.Dimas melangkah cepat menuju pintu hotel. Sementara itu, Amel mengejar Dimas, lalu menahannya dan bertanya, "Kenapa kamu membawaku ke tempat seperti ini? Dilihat dari dekorasinya, biaya di sini pasti nggak murah. Ayo ce
Ketika mendengar perkataan Dimas, Amel tiba-tiba merasa seolah dia telah melakukan kejahatan besar."Sudah, sudah. Sebenarnya, kamu sangat penting di hatiku, jangan berpikir macam-macam," bujuk Amel dengan cepat. Dia benar-benar takut Dimas akan menangis di depan banyak orang!"Baiklah kalau begitu, aku akan memaafkanmu kali ini." Setelah selesai mengatakan ini, Dimas tersenyum lagi.Pelayan mulai menyajikan hidangan satu per satu."Steik di restoran ini rasanya cukup enak," kata Dimas sambil dengan hati-hati memotong steik untuk Amel.Amel menggigit steiknya dengan penuh antisipasi. Sambil makan, dia melihat pemandangan di kejauhan, benar-benar merasa sangat senang."Indah sekali!""Setelah makan malam nanti, aku akan mengajakmu ke danau untuk menikmati pemandangan malam. Ada taman kecil di tepi danau, kudengar ada banyak kunang-kunang di sana." Mendengar itu, Amel semakin menantikannya."Apakah benar ada kunang-kunang? Sejujurnya, aku belum pernah melihatnya seumur hidupku." Amel ber