"Aku memilihnya untuk bibiku, bukan untuk aku sendiri. Apakah ada warna lain untuk tas ini?" Amel melihat tas di tangannya dengan cermat. Dia merasa cukup puas dengan tas ini."Ada juga warna hitam klasik.""Aku nggak mau warna hitam. Berapa harga tas ini?" Amel merasa bahwa tas ini cukup bagus. Namun, dia samar-samar merasa bahwa tas itu pasti tidaklah murah."Hanya tersisa satu tas warna putih susu dan satu warna hitam. Harga asli tas ini adalah 9.372.000. Karena hanya tersisa dua, aku akan memberi diskon 30%. Jadi, harganya 6.468.000 saja. Kamu nggak akan rugi kalau membelinya sekarang." Setelah mendengar perkataan penjual, Amel sedikit ragu.Tas-tas yang biasa dipakai Amel semuanya dibeli di pasar. Harganya juga hanya sekitar 150 ribu. Amel merenung sejenak, lalu akhirnya tetap memutuskan untuk membeli tas itu. "Aku mau tas ini. Tolong bungkuskan untukku.""Nona, silakan ke sini untuk melakukan pembayaran."Amel mengeluarkan kartu ATM-nya. Saat menggesek kartunya, dia merasa sangat
"Bibi Mirna, cepat lihat apakah kamu menyukai hadiah yang kubelikan untukmu atau nggak." Amel mengganti topik pembicaraan sambil berkata dengan manja.Mirna pun mengambil hadiah itu, lalu membukanya. Ketika dia melihat tas putih susu itu, dia langsung tersenyum."Amel memang pandai memilih. Tas ini sangat cocok untukku." Mirna mencoba tas itu dengan senang hati. Dia merasa sangat puas dengan hadiah dari Amel."Selera putriku tentu saja bagus," kata Lili sedikit cemburu."Kakak, apakah Kak Dimas benar-benar nggak memukulmu?" tanya Andi dengan suara pelan di telinga Amel."Tentu saja nggak. Apakah kamu belum pernah melihat betapa baiknya Dimas kepadaku? Kami berdua saling mencintai. Bagaimana mungkin kami bertengkar? Aku sudah bilang padamu kalau aku nggak sengaja terbentur. Jangan tanya lagi, oke?" Amel menjadi tidak sabaran karena terus menjelaskan.Andi melihat hal ini dan memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Menurut pengamatannya selama ini, Dimas memang sangat baik pada kak
Namun, Amel menarik tangan Dimas. "Kamu masih harus menyetir nanti. Memangnya benar-benar nggak apa-apa kalau kamu minum alkohol?""Nggak apa-apa.""Oke, oke, nggak usah minum. Kalian cepatlah duduk." Melihat hal tersebut, Mirna pun tidak mempersulit Dimas lagi."Bibi Mirna, sebagai orang yang lebih muda, yang datang ke pesta ulang tahunmu, aku nggak tahu apa yang Bibi suka. Oleh karena itu, aku menyiapkan batu merah delima untuk Bibi. Aku harap Bibi menyukainya." Dimas menyerahkan kotak kecil yang sangat indah kepada Mirna.Mirna tertegun untuk sesaat. Dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan."Batu merah delima?" gumam Mirna tak percaya."Benar, Bibi Mirna."Mirna langsung meletakkan sendok di tangannya. Dengan sigap, Mirna membuka hadiah yang diberikan Dimas kepadanya. Di dalamnya, memang terdapat batu merah delima dengan warna yang cerah."Dimas, dari mana kamu mendapatkan begitu banyak uang untuk memberikan hadiah semahal itu kepada Bibi Mirna?" tanya Lili dengan terk
"Sayang, kepalamu ...?""Aku baik-baik saja. Nggak sengaja terbentur. Ayo, cepat makan." Amel langsung memotong kata-kata Dimas sebelum Dimas menyelesaikan perkataannya.Amel hanya mengalami luka kecil di dahinya. Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian malam ini. Siapa pun yang melihatnya pasti akan menanyakan luka tersebut. Terlebih lagi, hari ini adalah hari ulang tahun Mirna. Mirna yang harusnya menjadi pusat perhatian malam ini.Dimas mengerutkan kening dengan tatapan pedih. Dia ingin bertanya lebih lanjut. Namun, melihat Amel benar-benar tidak ingin membicarakannya, Dimas pun tidak melanjutkan pertanyaannya lagi.Restoran tempat mereka makan bernama Restoran Selera Otentik. Restoran tersebut merupakan restoran bintang lima yang cukup terkenal di Kota Nataya. Dengan penghasilannya, Kelvin dapat dengan mudah membayar semua makanan dan minuman yang dijual di restoran tersebut.Ketika pemilik Restoran Selera Otentik dan teman-temannya datang untuk makan, tanpa sengaja mereka melihat
"Halo, Kak Amel. Halo, Paman dan Bibi. Paman dan Bibi, nanti aku akan memberikan nomor teleponku. Kalau lain kali kalian mau makan malam di sini, hubungi aku terlebih dulu. Aku pasti akan menyediakan tempat duduk untuk kalian dan mengatur semuanya dengan baik." Mendengar Bagas berkata seperti itu, Mirna menjadi makin kesal.Saat mereka baru saja datang ke tempat ini dan duduk untuk menunggu makanan disajikan, Mirna mengeluh kepada Lili mengenai betapa sulitnya memesan ruang pribadi di restoran ini. Mirna berusaha keras untuk memesannya satu bulan sebelumnya. Akhirnya dia berhasil membuat reservasi pada hari ulang tahunnya.Namun, Lili dan yang lainnya sekarang memiliki koneksi dengan Bagas. Oleh sebab itu, kelak mereka tidak akan kesulitan untuk memesan ruang pribadi."Baik, baik, lain kali kalau makan di sini, kami pasti akan menghubungimu terlebih dulu. Karena kita semua ini teman, Pak Bagas juga harus ikut makan bersama kami," ajak Lili dengan hangat.Ketika Bagas berbalik untuk mem
"Tenang saja, ruangan itu kedap suaranya sangat bagus. Pasti nggak ada yang bisa mendengar percakapan kita," kata Andi sambil menggenggam tangan Lidya.Mirna baru saja mengatakan di meja makan bahwa dirinya sudah meminta Lidya untuk membawa pacarnya datang. Andi pun merasa tidak sabar untuk segera mengumumkan hubungannya dengan Lidya di depan semua orang.Ketika keluar dari toilet, Lidya melihat Andi sudah berdiri menunggunya di depan pintu."Cantik sekali. Cepat, biarkan aku menciummu." Andi mengerucutkan bibirnya dan mendekati Lidya.Lidya tersenyum manis. Tiba-tiba saja, dia melihat Amel berjalan ke arah mereka. Lidya pun buru-buru mendorong Andi agar menjauh."Amel, kamu juga mau ke toilet?" tanya Lidya dengan gugup."Bukan. Bibi Mirna bilang, dia sudah mau pulang. Tapi, dia melihat kalian berdua belum kembali. Itu sebabnya, aku keluar untuk mencari kalian.""Tadi aku mengobrol sebentar dengan petugas yang membersihkan toilet. Ayo kita pergi," kata Lidya sambil menggandeng tangan A
Setelah kembali ke rumah, Dimas melepas kain kasa di dahi Amel dengan ekspresi khawatir sambil berkata, "Aku akan mengoleskan obat untukmu."Dimas melihat luka di dahi Amel dengan hati-hati, memang benar lukanya tidak serius. Namun, mereka tetap harus berhati-hati. Lagi pula, luka di dahi ada kemungkinan akan meninggalkan bekas luka di kemudian hari. Jadi, mereka harus berhati-hati."Ini mungkin akan sedikit sakit. Tahan sebentar." Dimas mengambil kapas, merendamnya di cairan obat, lalu membersihkan luka Amel dengan lembut. Kemudian, dia mengoleskan obat anti-inflamasi.Amel mengerutkan kening. Dia bisa merasakan rasa sakit yang membakar di dahinya. Namun, dia menahan rasa sakit itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun."Apa dokter mengatakan kapan kamu harus datang untuk pemeriksaan lanjutan?""Nggak perlu pemeriksaan ulang untuk luka ringan seperti ini. Lukanya mungkin akan kering besok," kata Amel sambil mengemas obat-obatan yang baru saja digunakan."Baiklah kalau begitu. Aku akan be
"Selamat datang, ada yang bisa aku .... Kenapa kamu?" Amel mendongak, melihat bahwa itu adalah Jessica."Amel, dasar kamu wanita jalang. Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah denganmu hari ini. Kenapa kamu menghalangi rumah sakit untuk menerimaku?" tanya Jessica sambil memelototi Amel dengan marah.Jika tatapan bisa membunuh, Amel mungkin sudah mati dengan tragis sekarang."Apa yang kamu bicarakan? Aku nggak mengerti." Amel bingung dengan apa yang dikatakan wanita itu."Jangan berpura-pura bodoh di sini. Kalau bukan karena kamu, bagaimana mungkin aku diusir dari rumah sakit? Perban di kakiku bahkan belum dilepas, kamu sangat kejam." Semakin berbicara, Jessica semakin emosional.Jessica melemparkan semua kue di etalase yang baru saja dipanggang Clara ke lantai, menyebabkan kekacauan di toko."Berhenti, aku memperingatkanmu untuk nggak membuat masalah di sini. Ini bukan tempat bagimu untuk berbuat onar." Amel segera berjalan keluar dari meja kasir."Jessica, aku nggak pernah mem