Selama makan, Dimas terus mengambilkan makanan untuk Amel dengan penuh perhatian, keduanya tampak memiliki hubungan yang sangat baik."Dimas, kalian berdua sudah menikah. Saat Amel pulang, juga dianggap seperti kunjungan ke rumah orang tuanya. Kamu ini memang masih belum dewasa, bahkan saat pulang dengan Amel, kamu kembali dengan tangan kosong. Kamu bahkan enggan mengeluarkan sedikit uang pun, kelak nggak pasti apakah kamu bisa memperlakukan Amel dengan murah hati atau nggak," sindir Mirna seraya melirik Dimas."Kita semua adalah satu keluarga, kenapa kita harus bersikap seperti orang asing," sahut Lili sambil tersenyum dan menetralkan suasana.Dimas menghormati Mirna sebagai orang yang lebih tua, dia pun mengangkat bibirnya dengan sopan dan berkata, "Bibi Mirna, tentu saja kami nggak pulang dengan tangan kosong. Aku memesan beberapa sarang burung walet dan tanduk rusa untuk Ayah dan Ibu. Aku rasa barangnya akan segera sampai."Begitu Dimas selesai berbicara, bel pintu rumah berbunyi.
Dimas yang entah sejak kapan berdiri di belakang Amel, tiba-tiba berkata, "Bibi Mirna, daripada khawatir Amel ditipu olehku, lebih baik pikirkan dulu tentang pernikahan anak Bibi. Meskipun aku dan Amel menjalani pernikahan kilat, aku benar-benar tulus padanya. Aku juga berjanji nggak akan pernah mengecewakannya."Dimas memandang Amel dengan penuh kasih sayang, kata-katanya tidak hanya ditujukan kepada Mirna, tetapi juga merupakan janjinya kepada Amel."Huh, sebaiknya kamu menepati janjimu," jawab Mirna sambil mendengus frustrasi."Ibu, Ayah, Bibi Mirna, ini sudah larut, kami pulang dulu," ucap Amel yang merasa bahwa ada yang tidak beres dengan suasana di rumah. Setelah berpamitan, dia langsung pergi bersama Dimas."Amel, kenapa Bibi Mirna selalu mencari-cari kesalahanku? Apa dia sangat membenciku?" tanya Dimas dalam perjalanan pulang, nada bicaranya terdengar sangat terluka.Amel berinisiatif untuk meraih tangan Dimas, kemudian menyahut, "Nggak begitu, Bibi Mirna memang orang yang berl
"Karena pelanggannya nggak banyak, carilah lebih banyak orang. Apa kamu bisa menyelesaikan masalah ini?""Bisa," sahut Irfan. Bukankah hanya mencari pelanggan palsu? Masalah sekecil ini tidak akan menyulitkan Irfan!Keesokan harinya, karena dengan bantuan Dimas, arus pelanggan di toko makanan penutup Amel meningkat pesat. Toko jadi dipenuhi banyak orang.Amel sangat sibuk, tetapi benar-benar merasa sangat bahagia. Jika terus seperti ini, dia pasti akan menjadi wanita kaya raya!"Bu, apa kue durian krispinya masih ada? Aku mau dua puluh buah," ucap seorang pria paruh baya dengan nada arogan sambil berdiri di depan konter."Masih ada, aku akan membungkusnya untukmu sekarang.""Bu, roti cokelat ini kelihatannya enak, aku mau tiga."Tidak lama kemudian terbentuk antrean panjang di meja kasir. Mirna yang semula ingin datang untuk mendukung Amel, sedikit terkejut saat melihat antrean tersebut.Wanita itu tidak menyangka toko makanan penutup Amel akan menjadi populer seperti ini."Amel, bisni
"Bibi Mirna, mendengar apa yang Bibi katakan, menurutku juga ada sesuatu yang salah. Kalau dipikir-pikir, mereka memang tampak seperti pelanggan palsu.""Kamu memang nggak akan mengundang banyak pelanggan palsu, Dimas juga nggak mungkin melakukannya, 'kan? Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengundang banyak pelanggan palsu dan juga membeli makanan penutupnya? Bagaimana mungkin dia punya uang sebanyak itu?" tandas Mirna dengan antusias."Bibi Mirna, apa Bibi saja yang terlalu banyak berpikir? Aku saja nggak tahu berapa banyak uang yang dimiliki Dimas. Omong-omong, aku ingat adik Dimas adalah seorang selebriti internet. Kemarin dia datang ke tokoku untuk mencoba makanan penutupku, dia juga membantu mempromosikan toko makanan penutupku di internet."Mereka berdua tidak menyadari bahwa Dimas sudah berdiri di dalam toko. Dimas mendengar apa yang mereka berdua katakan, lalu segera mengirimkan pesan kepada Yunita dengan kening berkerut."Amel, apa yang sedang kamu bicarakan dengan Bib
Mirna yang sudah ditolak, langsung bicara dengan agak blak-blakan. Dimas melirik Amel dengan sedih, menunggu wanita itu mengambil tindakan untuk membela dirinya."Bibi Mirna, Dimas sudah banyak membantuku untuk membuka toko ini. Dia juga bisa dianggap sebagai setengah dari pemegang saham toko makanan penutupku.""Amel, jadi kamu bermaksud untuk menolak Bibi?" tandas Mirna dengan ekspresi yang terlihat sangat terluka.Amel berada dalam dilema. Bibi Mirna sudah memperlakukannya dengan baik sejak lama dan sudah menganggapnya seperti putrinya sendiri. Jika sekarang Amel menolak Bibi Mirna, bukankah dia terlalu tidak berperasaan?"Bibi Mirna, bagaimana mungkin aku menolakmu? Kalau toko makanan penutupku mempekerjakan pegawai, pasti akan membutuhkan lebih banyak dana operasional. Bagaimana kalau Bibi berinvestasi sedikit di saham lebih dulu? Tunggu sampai toko makanan penutupku menjadi lebih besar, Bibi bisa berinvestasi lebih banyak lagi, bagaimana?" tawar Amel yang ragu-ragu sejenak sebelu
Amel menggelengkan kepala sambil berkata, "Nggak usah."Setelah selesai berbicara, Amel mengambil dua piama dari lemari, lalu buru-buru berlari ke kamar mandi.Saat melihat ekspresi panik Amel, Dimas menggelengkan kepala dengan penuh sayang, lalu tersenyum sembari berkata, "Istriku sangat imut!"Amel berendam dengan nyaman di bak mandi, membuatnya langsung merasa jauh lebih rileks. Meskipun menjalankan toko makanan penutup itu melelahkan, dia merasa semua itu sepadan.Amel baru saja selesai mandi ketika dia menerima telepon dari Lili. Dia pun menjawab telepon, "Bu, kalian belum tidur?""Ayahmu sedang mendiskusikan suatu topik dengan murid andalannya di telepon. Amel, kudengar Bibi Mirna bilang kalau dia berencana menginvestasikan sejumlah uang lagi pada toko makanan penutupmu?" tanya Lili dengan ragu.Meski Mirna berasal dari keluarga kaya, dia sangat berhati-hati dalam berinvestasi."Ya, Bibi Mirna datang ke toko makanan penutup kami hari ini. Dia melihat kalau bisnis toko makanan pen
"Kamu sangat bodoh, nggak tahu apa-apa." Dimas mengeluarkan kata-kata ini dengan gigi terkatup."Pak Dimas, apa maksudmu? Kenapa aku nggak tahu apa-apa?""Sebagian besar orang yang kamu atur hari ini membeli banyak makanan penutup dengan jenis yang sama segera setelah mereka masuk. Tujuan mereka bisa terlihat dengan sangat jelas. Siapa pun dengan mata yang tajam akan tahu apa yang sedang terjadi. Kalau kamu nggak bisa menangani hal semacam ini dengan baik, aku jamin gajimu bulan depan akan aku potong," kata Dimas dengan nada dingin. Setelah itu, dia langsung menutup telepon.Entah kenapa, Dimas merasa Irfan menjadi jauh lebih bodoh setelah tidak berada di sampingnya.Di sisi lain, Irfan mengentakkan kaki dengan penuh penyesalan. Saat itu, dia hanya berpikir untuk menyuruh orang-orang membeli semua kue yang ada di toko makanan penutup tanpa memertimbangkan aspek ini.Saat Dimas kembali ke kamar tidur, dia menemukan bahwa Amel sudah tertidur. Dia pun berjingkat ke tempat tidur, lalu deng
Begitu keluar, Dimas membuka payungnya, lalu menggoyangkan lengannya yang memegang payung untuk memberi isyarat agar Amel memeluknya."Kita berdua harus lebih dekat agar nggak basah." Dimas memegang payung, lalu memiringkannya ke arah Amel, membuat bahunya sendiri menjadi basah."Bukannya kita punya dua payung? Sebaiknya kita pakai payung masing-masing agar nggak ada yang basah."Dimas menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Nggak apa-apa kalau aku basah. Selama aku ada di sini, aku akan memegang payung untukmu."Pasangan muda yang sedang dimabuk cinta itu berjalan bersama di bawah hujan. Hal ini juga merupakan momen yang bahagia dan romantis."Oke, janji ya." Amel mengingat kata-kata Dimas.Saat duduk di dalam mobil dan melihat gerimis di luar, Amel merasa sangat nyaman."Oh ya, nanti kamu bisa memarkir mobilmu di perempatan depan. Di sana nggak jauh dari toko makanan penutupku, hanya berjarak beberapa langkah saja. Hari ini hujan, pasti ada banyak orang yang naik taksi ke tempat ke