Ketika melihat apa yang Amel katakan sebagai balasannya, jantung Dimas berdetak kencang.Gadis kecil ini ... sama sekali tidak menyembunyikan fakta bahwa dia sudah menikah.Sebagai pimpinan Grup Angkasa, situasi macam apa yang belum pernah Dimas lihat sebelumnya? Keunggulannya sudah cukup untuk menandingi kebanyakan orang. Dia juga cukup percaya diri. Namun, ketika bisa mendapat pengakuan secara terbuka, Dimas tidak bisa menahan gelombang emosi di dalam hatinya.Setelah membalas pesan tersebut, Amel tidak bisa menahan diri untuk mendongak menatap Dimas, lalu bertanya sambil tersenyum, "Apa yang ingin kamu makan malam ini? Kamu mau makan sup labu dan kerang? Makan siang di rumah Bibi Mirna tadi terlalu pedas, jadi kita buat sesuatu yang ringan saja malam ini, oke?"Bibir merah muda Amel yang lembut itu membuat orang sulit menahan diri untuk tidak menciumnya.Dimas tersenyum lembut, lalu berkata, "Oke, aku setuju. Orang yang nggak bisa masak nggak berhak pilih-pilih makanan."Kalimat itu
Ckckck, awalnya Yunita mengira bahwa kakak sepupunya itu hanya ingin bermain-main. Namun, kalau Dimas bisa membeberkan masalah itu pada Nenek, berarti kakak sepupunya itu memang serius!Tentu saja, sebagai istri dari pemimpin tertinggi Grup Angkasa, karakter wanita itu juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, selain bergosip, Yunita juga melakukan pengintaian untuk neneknya.Meskipun begitu, Yunita merasa IQ Amel seperti kelinci putih kecil. Amel sangat polos dan bodoh.Sedangkan kakak sepupunya adalah serigala jahat.Dalam dongeng, serigala jahat jatuh cinta pada kelinci putih kecil, sungguh cinta terlarang! Bukankah ini gila?Yunita memandangi dua orang yang menawan di foto itu. Dia merasa sangat bersemangat seperti dia sendiri yang sedang berkencan.Irfan memutar bola matanya, menunjukkan bahwa dia tidak memercayai kata-kata Yunita. Wanita itu jelas-jelas sedang mengirimkan foto ke grup keluarganya.Yunita mengirimkan emotikon menyeringai sambil berkata, "Mengejutkan! Pemimpin dari
Beraninya Yunita memegang tangan istrinya?Dimas menatap Yunita dengan tidak senang sambil mengerutkan kening, lalu berkata dengan nada datar, "Kamu bilang kamu datang ke sini karena ada perjalanan bisnis? Kamu juga menyewa rumah di dekat sini?"Hanya orang bodoh yang akan memercayai kata-kata gadis menyebalkan ini.Semua orang di Keluarga Cahyadi tahu bahwa Yunita tidak suka bekerja. Oleh karena itu pula, Yunita jatuh cinta dengan perdagangan saham.Terlebih lagi, Yunita mampu meraih hasil yang luar biasa setiap kali dia bermain saham. Dia menyisihkan sebagian uang yang diperolehnya dari bermain saham, lalu sisanya digunakan untuk bersenang-senang. Kemudian, dia akan melanjutkan bermain saham lagi.Oleh karena itu, tidak ada yang namanya perjalanan bisnis."Ya. Uh ... hehe Kak, apakah kalian menyukai hadiah yang kuberikan pada Kak Amel?"Yunita mengedipkan mata pada Dimas, memberikan isyarat yang sangat jelas."Ahem." Dimas memikirkan tentang pakaian dalam seksi itu. Dia awalnya beren
Nama ini sangat lucu, haha.Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Yunita, Amel tidak bisa tidak memuji sikap lucu dan lugas Yunita."Sangat suka membuat masalah."Menghadapi pujian Amel, Dimas hanya mengangkat alisnya tanpa berkomentar.Tampaknya di mata istrinya, apa yang dianggap kekurangan oleh orang lain dianggap sebagai kelebihan olehnya.Amel tersenyum lebar, lalu berkata, "Di usia ini, kita harus lebih blak-blakan. Kenapa harus begitu serius? Yunita masih muda.""Dia dua tahun lebih tua darimu, bodoh."Dimas tersenyum tak berdaya. Gadis konyol ini terkadang begitu dewasa hingga melupakan usianya sendiri."Benarkah? Tapi dia terlihat masih sangat muda."Amel mengedipkan matanya yang besar dan polos, lalu berkata dengan sedikit nada iri, "Yunita sangat cantik. Dia punya alis tebal, mata besar, hidung macung, serta bibir yang berkilau. Dia jujur, sangat antusias, juga ramah."Apakah di mata Amel, sepupunya adalah orang seperti ini?Dimas mengerutkan kening. Kenapa di matanya, Yu
Saat mendengar itu, Amel terkejut, kemudian merasa agak sedih.Benar saja, masih ada sisi buruk dalam dirinya. Kata-kata Dimas tadi hanya untuk menghiburnya, 'kan?Dimas berkata dengan nada rendah, "Kamu nggak cukup percaya padaku, juga nggak menganggapku sebagai suamimu yang sebenarnya.""Selain ini, kamu hampir nggak memiliki kekurangan."Eh? Apakah ini saja kekurangannya?Amel tiba-tiba menatap Dimas, tidak bisa menahan diri untuk membela diri, "Aku selalu memercayaimu dan memperlakukanmu sebagai keluarga ....""Ya, sebagai anggota keluarga, bukan kekasihmu." Dimas tidak menyangkalnya.Apakah ada perbedaan di antara keduanya?"Tapi ...."Namun, Amel sangat memercayai Dimas."Tapi itu bukan masalah. Suatu hari nanti semua akan berubah, 'kan?"Dimas tersenyum, memegang tangan Ambil sambil berjalan pulang.Saat melihat Dimas tersenyum menghibur, Amel merasa sedikit bersalah. Sepertinya, setiap kali mereka membicarakan perasaan, Amel tidak memiliki keberanian untuk menjawab dengan tegas
"Lalu apa? Mungkinkah Bibi Mirna mentransfer sejumlah uang padamu?"Jika tidak, apa lagi yang bisa membuat Lidya begitu bersemangat?"Ahhh! Kamu memang sahabatku! Bagaimana kamu bisa begitu mengenalku? Aku mencintaimu! Muah! Muah!"Lidya tertawa keras, seakan dia sedang terbang.Dia memang seperti ini. Kebahagiaannya sangat sederhana. Dia akan menghabiskan uang dan bermain ketika dia bisa.Amel merasa semua ini sedikit lucu. Dia bertanya sambil memanaskan panci, "Jadi, apakah Bibi Mirna mengirimkan uang padamu karena khawatir kamu nggak punya uang untuk makan setelah berhenti dari pekerjaanmu?""Tentu nggak," kata Lidya sambil menggigit boba di mulutnya."Lalu kenapa?""Dia bilang dia memberiku uang untuk memulai bisnis.""Itu bagus." Amel mengangguk setuju sambil memasukkan kentang yang sudah dipotong ke dalam wajan. Di sisi lain, dia mulai membersihkan kerang, juga memotong labu."Lagi pula, kamu nggak mau mencari pekerjaan, jadi kenapa nggak memulai bisnismu sendiri?""Apa kamu bodo
"Hei kalian berdua, bisakah melihatku juga? Kalian menganggapku udara, ya?" cerca Lidya seraya menatap dengan geram pada kedua orang yang ada di seberang panggilan video, yang tampak penuh cinta dan benar-benar membuat Lidya merasa iri.Kenapa sahabatnya yang begitu baik itu, membiarkan pria buruk seperti Dimas untuk menghancurkannya?Meskipun Dimas terlihat cukup baik, sejak pria itu menghubungi Andi, Lidya selalu merasa bahwa Dimas adalah orang yang suka melakukan hal buruk secara diam-diam.Bagaimanapun, Dimas itu licik!Benar, Andi yang menyebalkan itu pasti sudah belajar dari kakak iparnya. Melihat penampilan Dimas saat makan siang, pria itu jelas tampak seperti pria yang licik.Memikirkan hal ini, Lidya memandang Dimas dengan tatapan yang semakin tidak menyenangkan.Amel tersipu mendengar kata-kata sahabatnya, dia pun tidak tahan untuk membantah dengan gugup, "Bukan begitu, tadi aku hampir saja menjatuhkan pancinya. Bukankah kamu juga sudah melihat semuanya?"Lidya cemberut, kemu
Dari Dimas, Amel benar-benar bisa merasakan rasa hormat Dimas terhadap dirinya dan wanita lain.Amel tersenyum lembut, kemudian menyahut, "Benar, Lidya dan aku tumbuh besar bersama. Karena hubungan Paman Kelvin dan Bibi Mirna nggak terlalu baik, jadi Bibi Mirna mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayangnya kepada Lidya. Lidya terkadang merasa keberatan karena sering diatur. Lidya sering bilang padaku kalau dia iri dengan keharmonisan di keluargaku. Aku juga bilang kalau aku iri dengan kekayaan keluarganya, tapi anehnya kita berdua nggak pernah terpikirkan untuk bertukar kehidupan."Dimas mengangguk, kemudian menjawab, "Nggak ada yang bisa menukar kehidupan, tapi akan selalu ada orang yang bisa mengerti."Apa yang dikatakan oleh Dimas sangat bagus, Amel bahkan tidak bisa menahan sorot matanya yang sontak berbinar.Amel hanya bisa menghela napas sambil menyahut, "Dimas, terkadang kamu terlihat sangat transparan. Sepertinya aku selalu bisa belajar sesuatu darimu.""Ini bukan belajar,
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,