Jadi, Amel tetap memutuskan untuk meminta tolong pada seniornya itu.Segera, Amel tersenyum dengan manis dan berkata, "Kalau begitu, aku akan memasak masakan enak untuk Kakak sebagai bayarannya."Gila juga anak ini. Lili memandang ekspresi putrinya yang licik dan membatin bahwa dulu Amel tidak seperti itu."Terima kasih, Amel.""Nggak apa-apa."Selesai bicara, Amel menarik ibunya untuk pergi ke pasar sambil melihat bahan-bahan seperti keramik di toko dekorasi yang mereka lewati.Lili pun bertanya pada Amel, kenapa sekarang dia jadi begitu pandai, padahal dulunya dia tidak pernah mau mengambil keuntungan dari orang lain."Bu, orang bisa saja berubah. Sekarang aku mau buka toko, tabunganku juga nggak banyak. Apalagi kalian menyuruh Dimas untuk membeli rumah, tabungannya juga nggak seberapa. Setengah dari uang untuk membuka toko ini juga darinya, tentu saja aku harus memikirkannya dengan baik demi keluarga kecil kami," jawab Amel sambil cemberut.Hidup memang begini. Karena sudah berkelua
"Hah?"Amel tertegun. Dia merasa seperti tiba-tiba ada yang membongkar hubungannya dengan Dimas, wajahnya pun menjadi sedikit merona."Nggak. Nggak ada."Amel memang tidak berpacaran. Dia langsung menikah."Uhuk, uhuk." Lili buru-buru menyela perkataan putrinya dan menanyakan pekerjaan Billy sambil tersenyum.Billy menggaruk-garuk kepalanya. Sambil tersenyum polos, dia berkata, "Saya lulus tes di sebuah lembaga pemerintah di sini dan mulai bekerja Senin depan."Mendengar Billy akan bekerja di sebuah lembaga pemerintah, Lili tidak bisa menahan diri untuk memujinya, "Lembaga pemerintah itu bagus. Pekerjaannya stabil dan bisa libur dua hari setiap minggu. Yang terpenting ada struktur kepegawaiannya. Bagus sekali.""Bu Lili terlalu memuji. Saya sudah berumur dan ingin mencari pekerjaan yang stabil. Semua ini bisa dianggap sebagai pertanggungjawaban saya kepada calon istri saya nanti."Mendengar hal tersebut, Lili tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dengan rasa ingin tahu, "Kamu su
Lili merasa kesal. "Dengan sikapmu yang memandang enteng masalah ini, tunggu dan lihat saja nanti. Bagian mana dari diri Amel yang nggak baik? Kamu hanya tahu bagaimana memuji murid-muridmu yang hebat itu, huh."Pasangan itu beradu mulut selama beberapa saat. Lalu, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri.Amel sama sekali tidak tahu bahwa dia hampir saja terjebak dalam sebuah masalah karena idenya untuk memperkenalkan Billy kepada sahabatnya.Amel buru-buru pulang ke rumah. Dia membereskan rumah sebentar dan memasukkan sayuran yang dibelinya di perjalanan pulang ke dalam kulkas. Kemudian, dia mengurus beberapa hal di tokonya. Ketika melihat waktunya sudah tiba, dia kembali bangkit untuk mencuci sayuran yang hendak dimakan malam ini. Setelah itu, dia langsung pergi ke dapur.Tepat ketika Amel selesai membuat dua hidangan dan satu sup, kunci pintu di ruang tamu berputar.Beberapa saat kemudian, Dimas membuka pintu dan masuk. Begitu Dimas melihat hidangan panas yang mengepul di atas
"Ya, sudah selesai. Kali ini ketika aku pulang, selain mengurus beberapa hal, aku juga sudah bilang ke Nenek kalau kita sudah menikah."Dimas memegang sendoknya yang berisi makanan dengan sikap wajar. Makanan yang dimasak istrinya memang lezat. Padahal, Dimas suka pilih-pilih makanan. Namun, saat memakan masakan istrinya, dia merasa seolah-olah sedang memakan makanan yang mewah.Mendengar hal tersebut, sendok yang dipegang Amel langsung bergetar. Seberkas rasa takut melintas di wajahnya.Meskipun Amel tahu jika hal ini tidak bisa dihindari, dia masih merasa sedikit khawatir. Mungkin kata-kata ibunya benar. Kali ini Amel seharusnya ikut pulang bersama Dimas untuk bertemu dengan orang tua Dimas.Amel menggigit bibirnya dengan bermacam-macam pikiran yang berkecamuk di dalam hatinya. Amel merasa ragu-ragu untuk sesaat sebelum akhirnya bertanya, "Nenek .... Oh, benar. Dimas, sepertinya kita belum pernah membicarakan orang-orang di rumahmu. Bisakah kamu menceritakannya kepadaku?""Tentu saja
Hanya saja, Amel merasa makin bersalah begitu mendengar Dimas mengucapkan perkataan tersebut.Seharusnya Amel bersikeras untuk menemani Dimas pulang. Orang tua pasti berharap anak-anaknya sukses dalam karier dan memiliki pernikahan yang bahagia.Amel menundukkan kepalanya dan berkata dengan rasa bersalah, "Maafkan aku. Kalau aku tahu masalahnya seperti ini, seharusnya aku menemanimu pulang untuk bertemu Nenek."Dimas membelai kepala Amel dan menghiburnya, "Nggak apa-apa. Nenek sangat senang begitu tahu aku sudah menikah. Lain kali kita bisa pulang bersama untuk bertemu dengannya.""Kalau kamu nggak keberatan, kita bisa kembali pulang di akhir pekan depan," kata Amel sambil mengerucutkan bibirnya."Tapi, ada banyak hal di lokasi konstruksi yang harus segera ditangani. Aku sudah memberi tahu Nenek. Kita bisa pulang bersama di lain waktu, oke? Aku juga ingin membicarakan kembali masalah pernikahan dengan Nenek."Dimas berbicara dengan nada yang terdengar sungguh-sungguh, tidak seperti sed
"Oh."Amel mengerang sambil membuka matanya. Dia merasakan sesuatu yang panas di pinggangnya dan anehnya itu terasa sangat menyakitkan."Kamu sudah bangun?"Amel mengulurkan tangan dan menguap. Dia tidak bisa menahan diri untuk meregangkan tubuhnya."Hmm, kamu nggak mau tidur lagi?" Dimas mengalihkan pandangannya. Tersirat nada dingin yang tidak disadari Dimas dalam suaranya.Amel tidak tahu apa yang terjadi pada Dimas. Dia langsung menghentikan gerakan meregangkan tubuhnya. Kemudian, dia duduk dengan tegak dan menatap Dimas dengan heran.Mereka berdua tidur lebih awal semalam. Amel ingat dia masih bergumam pada dirinya sendiri untuk memperkenalkan Billy dan langsung pergi tidur. Belum waktunya bagi Amel untuk bangun. Namun, Amel sudah tidak berniat untuk melanjutkan tidurnya lagi.Selain itu, Amel juga tidak melakukan sesuatu yang membuat Dimas marah.Amel mengerutkan kening. Dia bangun dan bersiap-siap pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Kemudian, dia bertanya, "Aku nggak mau ti
Kemarin, setelah berteman dengan Billy di WhatsApp, awalnya Amel ingin memperkenalkan Billy kepada Lidya. Namun, setelah Dimas pulang, Amel sibuk dengan urusan toko dan lupa untuk melakukannya. Malam sebelum tidur, Amel masih sempat menggumamkan masalah perkenalan tersebut. Namun, Amel akhirnya ketiduran.Amel dan Billy hanya mengobrol mengenai desain interior dan tidak membahas topik yang lainnya.Amel mengerutkan kening sambil menjelaskan, "Nggak ada privasi di WhatsApp milikku ini. Kamu bisa melihatnya kapan saja. Dia ini hanya mahasiswa ayahku. Dia juga kakak kelasku. Semalam aku sudah bilang padamu, dia orang yang ingin kukenalkan pada Lidya."Dikenalkan pada Lidya.Dasar gadis konyol. Mungkin Lidya sama sekali tidak mau menerimanya. Kalau saja bocah bernama Andi itu tahu, mungkin akan terjadi banyak hal menarik lainnya.Ternyata, Amel jauh lebih ceroboh dibanding yang dikira Dimas sebelumnya.Melihat istrinya menjelaskan dengan serius, tiba-tiba saja Dimas tidak merasa cemburu la
"Aku ...." Tanpa sadar, Amel menarik tangannya kembali, tapi Dimas menggenggam tangannya dengan sangat kuat. Dia dapat merasakan dada Dimas yang sangat panas.Amel tidak bisa menatap Dimas karena malu, sehingga dia menundukkan kepalanya dan tidak tahu harus berkata apa.Dimas memegang kepala Amel dan berbicara dengan serius, "Sayang, aku tahu kalau kamu belum memercayaiku sepenuhnya, kamu juga belum yakin kalau hubungan kita akan menjadi semakin dekat hanya dengan interaksi selama belasan hari. Lebih tepatnya, rasa tanggung jawabmu padaku saat ini lebih besar dari rasa cintamu. Tapi, nggak masalah, kita bisa pelan-pelan. Aku akan menggunakan waktu dan proses untuk memberitahumu kalau aku ingin terus bersamamu.""Moto Keluarga Cahyadi adalah setia, aku padamu juga sama."Amel menatap Dimas dengan polos, entah kenapa dia merasa seperti diterawang oleh Dimas.Memang rasa tanggung jawabnya pada Dimas jauh lebih besar dari rasa cintanya, karena mereka belum lama saling mengenal. Dia mengaku