Perekonomian pedagang kaki lima kecil seperti ini memang patut untuk direnungkan. Mereka bisa mendapatkan referensi.Memanfaatkan kondisi saat tidak banyak orang yang membeli, Dimas tidak bisa menahan diri untuk bertanya pada penjual, "Bos, aku ingin bertanya, berapa keuntungan tahunanmu?"Penjual itu menyeringai riang sambil menjawab, "Kadang-kadang lebih dari dua miliar. Kadang juga bisa sampai delapan miliar."Omset sebuah kedai kecil ini begitu tinggi hingga di luar pemahaman Dimas."Berapa jam kamu membuka kedainya?""Setiap hari aku buka dari jam empat sore sampai jam empat pagi. Jadi, dua belas jam sehari. Aku nggak seperti anak muda seperti kalian, kalian lebih suka duduk di kantor!" kata penjual itu sambil tersenyum. Dia terus fokus dengan jualannya.Dimas tersenyum sopan, tidak ingin mengganggu penjual itu lagi. Dia menanyakan beberapa pertanyaan lagi sebelum berhenti bertanya. Hanya saja, mendengar kata-kata penjual, Dimas jadi merenung. Jika dia bisa menggabungkan semua pem
Dimas tidak mengetahui pemikiran Amel. Dia lanjut berkata, "Lalu, setelah memperhatikan lingkungan sekitar, di sana harusnya adalah jalanan hijau. Tapi tanaman di sekitarnya hampir nggak tumbuh sama sekali. Selain itu, toko-toko juga berkumpul jadi satu, sehingga memajukan sebagian dari ekonomi perorangan dan membuatnya menjadi pujasera seperti ini.""Makanya, itu bukan hal yang perlu kamu khawatirkan." Amel menghela napas, lalu berkata sambil menatap Dimas dengan tidak berdaya, "Seberapa banyak pun uang yang dihasilkan oleh orang lain, kita cukup melakukan pekerjaan kita dengan baik. Aku tahu kalau soal orang tuaku yang menyuruh kita untuk membeli rumah cukup membebani, tapi kita bisa pelan-pelan. Jadi, kamu jangan berpikir untuk ganti profesi, oke?"Mendengar itu, Dimas kebingungan.Ganti profesi? Loh? Kapan dia pernah bilang mau ganti profesi?Jangan-jangan, istrinya mengira bahwa dirinya ingin ganti profesi jadi pemilik toko barbeku?Ekspresi Dimas pun menjadi muram karena membayan
Setelah sarapan, Amel menjadi lebih segar meskipun dia kurang tidur. Terpikir akan Dimas yang memikirkan kondisinya, Amel merasa dirinya juga harus menanyakan kondisi Dimas. Kemudian, dia pun mengirimkan beberapa pesan WhatsApp pada Dimas.Namun, sepertinya Dimas sangat sibuk, sampai-sampai tidak membalas WhatsApp-nya.Amel yang tidak tahu apa-apa pun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia bukan orang yang suka menerka-nerka, jadi dia pun mulai melakukan pekerjaannya sendiri.Amel memutuskan untuk pergi melihat bahan-bahan dekorasi. Dia berpikir untuk mengajak teman baiknya untuk menemaninya."Nggak bisa, aku sedang sibuk karena ibuku menyuruhku membawa pulang pacarku besok!"Nada bicara Lidya terdengar seperti sedang mengendap-endap.Apa yang sedang dia lakukan?Amel pun penasaran, "Bukannya kamu nggak pacaran? Kamu masih belum mengakuinya pada Bibi Mirna?"Lidya mengeluh, "Duh! Dasar, kamu membuangku setelah punya suami, kamu bahkan nggak memikirkan kondisiku! Memangnya sekarang penting aku
Lili memikirkan banyak hal dan menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mengajarkan hal-hal ini pada putrinya."Amel sudah pulang!"Ketika mereka berdua sedang asyik mengobrol, tiba-tiba suara pria yang lantang memotong obrolan mereka.Amel menoleh, lalu melihat seorang pria yang tinggi dan terpelajar sedang berdiri di belakangnya sambil tersenyum padanya. Pria itu mengenakan kacamata dengan bingkai emas bulat, kemeja dengan kerah tinggi dan celana bahan berwarna hitam, serta sepasang sepatu kulit yang mengkilap. Dia tampak tampan dan mengeluarkan aura yang sangat telaten.Namun, Amel tidak ingat siapa pria itu.Karena ayahnya adalah dosen yang terkenal di Universitas Nataya, muridnya sangat banyak. Selain itu, murid yang sering diajak untuk makan di rumah juga sangat banyak."Amel, kenapa nggak sopan begitu? Ini Kak Billy," ucap Gibran yang keluar bersama pria itu.Amel tersenyum dengan canggung, kemudian menyapanya, "Halo, Kak Billy."Billy berkata sambil tersenyum lebar, "Aku sudah
"Ayah, aku masih ada urusan sore nanti, jadi aku nggak akan pulang untuk makan siang." Setelah memikirkannya, Amel memutuskan untuk memberi tahu ayahnya daripada nanti ayahnya marah lagi karena tidak melihatnya setelah ibunya pulang.Namun, meskipun Amel sudah mengatakannya sekarang, Gibran tetap tidak senang.Mendengar perkataan Amel, Gibran menjadi muram dan berbicara dengan nada galak, "Memangnya makan akan membuang berapa banyak waktu? Kamu ada urusan apa sampai harus mengurusnya di akhir pekan?"Amel menggosok tangannya dan berbicara dengan kasihan, "Aku harus mendekorasi toko, aku ingin pergi melihat bahan dekorasi dengan Ibu, lalu aku harus membuat gambar desain sore nanti.""Apa perlu buru-buru hanya untuk hal seperti itu? Besok saja 'kan bisa.""Tapi, ahli dekorasi yang kucari bilang harus sesegera mungkin. Dua hari lagi dia akan pergi meninggalkan Kota Nataya dan mulai bekerja di tempat lain. Sulit untuk menemukan ahli delorasi yang berpengalaman untuk tempat kecil seperti in
Jadi, Amel tetap memutuskan untuk meminta tolong pada seniornya itu.Segera, Amel tersenyum dengan manis dan berkata, "Kalau begitu, aku akan memasak masakan enak untuk Kakak sebagai bayarannya."Gila juga anak ini. Lili memandang ekspresi putrinya yang licik dan membatin bahwa dulu Amel tidak seperti itu."Terima kasih, Amel.""Nggak apa-apa."Selesai bicara, Amel menarik ibunya untuk pergi ke pasar sambil melihat bahan-bahan seperti keramik di toko dekorasi yang mereka lewati.Lili pun bertanya pada Amel, kenapa sekarang dia jadi begitu pandai, padahal dulunya dia tidak pernah mau mengambil keuntungan dari orang lain."Bu, orang bisa saja berubah. Sekarang aku mau buka toko, tabunganku juga nggak banyak. Apalagi kalian menyuruh Dimas untuk membeli rumah, tabungannya juga nggak seberapa. Setengah dari uang untuk membuka toko ini juga darinya, tentu saja aku harus memikirkannya dengan baik demi keluarga kecil kami," jawab Amel sambil cemberut.Hidup memang begini. Karena sudah berkelua
"Hah?"Amel tertegun. Dia merasa seperti tiba-tiba ada yang membongkar hubungannya dengan Dimas, wajahnya pun menjadi sedikit merona."Nggak. Nggak ada."Amel memang tidak berpacaran. Dia langsung menikah."Uhuk, uhuk." Lili buru-buru menyela perkataan putrinya dan menanyakan pekerjaan Billy sambil tersenyum.Billy menggaruk-garuk kepalanya. Sambil tersenyum polos, dia berkata, "Saya lulus tes di sebuah lembaga pemerintah di sini dan mulai bekerja Senin depan."Mendengar Billy akan bekerja di sebuah lembaga pemerintah, Lili tidak bisa menahan diri untuk memujinya, "Lembaga pemerintah itu bagus. Pekerjaannya stabil dan bisa libur dua hari setiap minggu. Yang terpenting ada struktur kepegawaiannya. Bagus sekali.""Bu Lili terlalu memuji. Saya sudah berumur dan ingin mencari pekerjaan yang stabil. Semua ini bisa dianggap sebagai pertanggungjawaban saya kepada calon istri saya nanti."Mendengar hal tersebut, Lili tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dengan rasa ingin tahu, "Kamu su
Lili merasa kesal. "Dengan sikapmu yang memandang enteng masalah ini, tunggu dan lihat saja nanti. Bagian mana dari diri Amel yang nggak baik? Kamu hanya tahu bagaimana memuji murid-muridmu yang hebat itu, huh."Pasangan itu beradu mulut selama beberapa saat. Lalu, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri.Amel sama sekali tidak tahu bahwa dia hampir saja terjebak dalam sebuah masalah karena idenya untuk memperkenalkan Billy kepada sahabatnya.Amel buru-buru pulang ke rumah. Dia membereskan rumah sebentar dan memasukkan sayuran yang dibelinya di perjalanan pulang ke dalam kulkas. Kemudian, dia mengurus beberapa hal di tokonya. Ketika melihat waktunya sudah tiba, dia kembali bangkit untuk mencuci sayuran yang hendak dimakan malam ini. Setelah itu, dia langsung pergi ke dapur.Tepat ketika Amel selesai membuat dua hidangan dan satu sup, kunci pintu di ruang tamu berputar.Beberapa saat kemudian, Dimas membuka pintu dan masuk. Begitu Dimas melihat hidangan panas yang mengepul di atas