"Hm, terong dan kacang." Amel tidak menyangka Dimas akan bertanya sedetail itu. Jadi, dia menyebutkan sesuatu secara asal karena rasa bersalah.Namun, Dimas mengerutkan kening saat mendengarnya.Meskipun keduanya belum lama tinggal bersama, dia merasa cukup mengenal kebiasaan Amel.Amel tidak terlalu menyukai kacang. Menurut cerita wanita ini, Amel makan kacang mentah saat masih kecil, sehingga dia keracunan makanan.Dimas masih mengingat ini dengan sangat jelas. Apakah gadis kecil ini tidak makan malam?"Apa kamu sudah kenyang? Masih lapar nggak?" Dimas meletakkan piring, lalu meneguk air lagi."Aku nggak lapar."Begitu Amel selesai berbicara, perutnya keroncongan.Keduanya saling memandang."Apakah kamu belum makan malam sama sekali?" tanya Dimas dengan ekspresi serius sambil mengerutkan kening.Amel tidak pandai berbohong. Jadi, dia menjawab dengan rasa bersalah, "Uh, aku pulang agak malam, jadi aku nggak makan."Amel sibuk sampai-sampai tidak punya waktu untuk makan malam, tapi mas
"Dimas, cobalah ini."Amel memesan dua porsi nasi goreng, minuman manis, juga beberapa hidangan panggang.Penjual memberi banyak bubuk jinten sesuai permintaan. Aroma daging panggang yang harum langsung menusuk hidung, membuat Amel hampir mengeluarkan air liur karena lapar.Amel mengangkat segenggam tusuk daging, lalu menyodorkannya ke depan mulut Dimas sambil berkata, "Daging panggang ini enak sekali, cobalah!"Dimas melihat daging tusuk yang agak berminyak itu. Ada taburan jinten dan merica yang membuatnya makin menarik. Selain itu, ada sedikit minyak yang menetes dari tusukan bambu. Amel membungkus tusukan dengan tisu untuknya.Dimas tidak bisa tidak memikirkan steik serta kue-kue kelas atas yang dia makan sebelumnya. Saat melihat lagi tusukan daging di depannya, dia tiba-tiba merasa ragu untuk mencobanya.Namun, Amel sudah memintanya untuk mencoba. Dia tidak bisa menolak.Ya sudah, cicipi saja.Dimas tersenyum tipis, lalu menggigit daging itu.Hanya saja, yang tidak dia duga adalah
Perekonomian pedagang kaki lima kecil seperti ini memang patut untuk direnungkan. Mereka bisa mendapatkan referensi.Memanfaatkan kondisi saat tidak banyak orang yang membeli, Dimas tidak bisa menahan diri untuk bertanya pada penjual, "Bos, aku ingin bertanya, berapa keuntungan tahunanmu?"Penjual itu menyeringai riang sambil menjawab, "Kadang-kadang lebih dari dua miliar. Kadang juga bisa sampai delapan miliar."Omset sebuah kedai kecil ini begitu tinggi hingga di luar pemahaman Dimas."Berapa jam kamu membuka kedainya?""Setiap hari aku buka dari jam empat sore sampai jam empat pagi. Jadi, dua belas jam sehari. Aku nggak seperti anak muda seperti kalian, kalian lebih suka duduk di kantor!" kata penjual itu sambil tersenyum. Dia terus fokus dengan jualannya.Dimas tersenyum sopan, tidak ingin mengganggu penjual itu lagi. Dia menanyakan beberapa pertanyaan lagi sebelum berhenti bertanya. Hanya saja, mendengar kata-kata penjual, Dimas jadi merenung. Jika dia bisa menggabungkan semua pem
Dimas tidak mengetahui pemikiran Amel. Dia lanjut berkata, "Lalu, setelah memperhatikan lingkungan sekitar, di sana harusnya adalah jalanan hijau. Tapi tanaman di sekitarnya hampir nggak tumbuh sama sekali. Selain itu, toko-toko juga berkumpul jadi satu, sehingga memajukan sebagian dari ekonomi perorangan dan membuatnya menjadi pujasera seperti ini.""Makanya, itu bukan hal yang perlu kamu khawatirkan." Amel menghela napas, lalu berkata sambil menatap Dimas dengan tidak berdaya, "Seberapa banyak pun uang yang dihasilkan oleh orang lain, kita cukup melakukan pekerjaan kita dengan baik. Aku tahu kalau soal orang tuaku yang menyuruh kita untuk membeli rumah cukup membebani, tapi kita bisa pelan-pelan. Jadi, kamu jangan berpikir untuk ganti profesi, oke?"Mendengar itu, Dimas kebingungan.Ganti profesi? Loh? Kapan dia pernah bilang mau ganti profesi?Jangan-jangan, istrinya mengira bahwa dirinya ingin ganti profesi jadi pemilik toko barbeku?Ekspresi Dimas pun menjadi muram karena membayan
Setelah sarapan, Amel menjadi lebih segar meskipun dia kurang tidur. Terpikir akan Dimas yang memikirkan kondisinya, Amel merasa dirinya juga harus menanyakan kondisi Dimas. Kemudian, dia pun mengirimkan beberapa pesan WhatsApp pada Dimas.Namun, sepertinya Dimas sangat sibuk, sampai-sampai tidak membalas WhatsApp-nya.Amel yang tidak tahu apa-apa pun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia bukan orang yang suka menerka-nerka, jadi dia pun mulai melakukan pekerjaannya sendiri.Amel memutuskan untuk pergi melihat bahan-bahan dekorasi. Dia berpikir untuk mengajak teman baiknya untuk menemaninya."Nggak bisa, aku sedang sibuk karena ibuku menyuruhku membawa pulang pacarku besok!"Nada bicara Lidya terdengar seperti sedang mengendap-endap.Apa yang sedang dia lakukan?Amel pun penasaran, "Bukannya kamu nggak pacaran? Kamu masih belum mengakuinya pada Bibi Mirna?"Lidya mengeluh, "Duh! Dasar, kamu membuangku setelah punya suami, kamu bahkan nggak memikirkan kondisiku! Memangnya sekarang penting aku
Lili memikirkan banyak hal dan menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mengajarkan hal-hal ini pada putrinya."Amel sudah pulang!"Ketika mereka berdua sedang asyik mengobrol, tiba-tiba suara pria yang lantang memotong obrolan mereka.Amel menoleh, lalu melihat seorang pria yang tinggi dan terpelajar sedang berdiri di belakangnya sambil tersenyum padanya. Pria itu mengenakan kacamata dengan bingkai emas bulat, kemeja dengan kerah tinggi dan celana bahan berwarna hitam, serta sepasang sepatu kulit yang mengkilap. Dia tampak tampan dan mengeluarkan aura yang sangat telaten.Namun, Amel tidak ingat siapa pria itu.Karena ayahnya adalah dosen yang terkenal di Universitas Nataya, muridnya sangat banyak. Selain itu, murid yang sering diajak untuk makan di rumah juga sangat banyak."Amel, kenapa nggak sopan begitu? Ini Kak Billy," ucap Gibran yang keluar bersama pria itu.Amel tersenyum dengan canggung, kemudian menyapanya, "Halo, Kak Billy."Billy berkata sambil tersenyum lebar, "Aku sudah
"Ayah, aku masih ada urusan sore nanti, jadi aku nggak akan pulang untuk makan siang." Setelah memikirkannya, Amel memutuskan untuk memberi tahu ayahnya daripada nanti ayahnya marah lagi karena tidak melihatnya setelah ibunya pulang.Namun, meskipun Amel sudah mengatakannya sekarang, Gibran tetap tidak senang.Mendengar perkataan Amel, Gibran menjadi muram dan berbicara dengan nada galak, "Memangnya makan akan membuang berapa banyak waktu? Kamu ada urusan apa sampai harus mengurusnya di akhir pekan?"Amel menggosok tangannya dan berbicara dengan kasihan, "Aku harus mendekorasi toko, aku ingin pergi melihat bahan dekorasi dengan Ibu, lalu aku harus membuat gambar desain sore nanti.""Apa perlu buru-buru hanya untuk hal seperti itu? Besok saja 'kan bisa.""Tapi, ahli dekorasi yang kucari bilang harus sesegera mungkin. Dua hari lagi dia akan pergi meninggalkan Kota Nataya dan mulai bekerja di tempat lain. Sulit untuk menemukan ahli delorasi yang berpengalaman untuk tempat kecil seperti in
Jadi, Amel tetap memutuskan untuk meminta tolong pada seniornya itu.Segera, Amel tersenyum dengan manis dan berkata, "Kalau begitu, aku akan memasak masakan enak untuk Kakak sebagai bayarannya."Gila juga anak ini. Lili memandang ekspresi putrinya yang licik dan membatin bahwa dulu Amel tidak seperti itu."Terima kasih, Amel.""Nggak apa-apa."Selesai bicara, Amel menarik ibunya untuk pergi ke pasar sambil melihat bahan-bahan seperti keramik di toko dekorasi yang mereka lewati.Lili pun bertanya pada Amel, kenapa sekarang dia jadi begitu pandai, padahal dulunya dia tidak pernah mau mengambil keuntungan dari orang lain."Bu, orang bisa saja berubah. Sekarang aku mau buka toko, tabunganku juga nggak banyak. Apalagi kalian menyuruh Dimas untuk membeli rumah, tabungannya juga nggak seberapa. Setengah dari uang untuk membuka toko ini juga darinya, tentu saja aku harus memikirkannya dengan baik demi keluarga kecil kami," jawab Amel sambil cemberut.Hidup memang begini. Karena sudah berkelua
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,