Aaron paling suka setiap kali ia mencium bibir Ayana dan membuat bibir lembab itu terlihat bengkak, Ayana jadi berkali-kali lipat menggairahkan.“Kau sangat wangi,” Bisik Aaron dengan suara serak.“Kau tahu, wangi tubuh mu selalu membuat pikiran ku kosong.” Ayana menatap wajah tampan kekasihnya. Sial ia tidak menyangka akan jatuh cinta pada pria brengsek yang tampan ini.Aaron tersenyum puas sebelum kembali melumat bibir Ayana, tangannya sudah turun memasuki kemeja Ayana, dan tidak butuh waktu lama untuk menemukan bola kembar kesukaannya didalam pakaian kekasihnya itu.“Sejak awal kau sudah membuat ku candu.” Bisiknya dengan suara serak saat ciuman mereka terlepas.Aaron mulai meremas payudara Ayana membuat wanita itu mulai berdesis manja. “Sshh… Sayang.”“Hm, kenapa sayang? Kau mau apa?” Bisik Aaron dengan penuh nafsu menatap wajah Ayana yang begitu seksi.“Dengan mulut mu…”“Kau mau mulut ku ada disini?” Aaron mencubit pelan ujung putting Ayana membuat wanita itu mendesah pelan. “Ka
Ayana sudah tidak mampu memikirkan apapun selain kenikmatan yang diberikan Aaron padanya. Ayana yang polos dulu entah kemana. Dulu tubuhnya sama sekali tidak bisa memberikan reaksi apapun setiap kali Felix menyentuhnya. Bahkan meskipun pria itu mencium bibirnya.Dengan Aaron, Ayana bersumpah ia selalu tidak bisa menahan diri setiap kali Aaron menyentuhnya.Setelah ucapan nakal dan menggoda yang keluar dari dalam mulut Ayana, Aaron yang sudah tidak tahan segera memutar posisi mereka, ia membaringkan tubuh Ayana menyamping dan ia berbaring dibelakang tubuh polos kekasih cantiknya itu. Tepat dari belakang Ayana, ia menghujam milik kekasihnya dengan kuat.“Aargh sayang…” Ayana mendesah hebat akibat dari hentakan Aaron yang begitu kuat dan dalam.Suara erangan kembali terdengar bersahutan, Aaron meraih ujung dagu Ayana, dan kembali melumat bibirnya kekasihnya itu, sedangkan tangannya yang lain bermain di bagian kewanitaan Ayana.Ayana mendesah, mengerang, menggeliat, peluh memenuhi wajahny
Di mansion keluarga Xavier, Gisel Xavier tengah duduk dengan anggun dengan tatapan lurus menatap asisten kepercayaan Aaron. Louis.“Aaron dalam perjalanan kemari?” Gisel Xavier memainkan pena emas di tangannya saat, alisnya terangkat wajahnya berpaling dan menatap pada Louis yang baru saja selesai melaporkan padanya.“Ya, penerbangannya baru saja tiba satu jam yang lalu dan ia langsung ke sini.”“Dia sendiri?” Tanya Gisel mengintimidasi.Louis melirik sebentar pada wanita cantik yang duduk disamping Gisel, Hana Giordano.“Dengan nona Ayana.” Ucap Louis datar. “Dia membawanya ke mansion nya lalu segera ke sini.”“Wanita itu ada disana?” Gisel mengetatkan tangannya pada pena. “Dia membawanya pulang…” Gumamnya pelan sebelum menoleh pada Hana.“Dia akhirnya jatuh cinta. Dia tidak pernah begitu pada wanita manapun.” Tandas Louis masih dengan wajah datarnya. Oh asisten Aaron ini memang lebih dingin dari Aaron sendiri.“Apa kau harus mengatakan itu disini, Louis?” Gisel menatap kesal pada as
Ayana menyantap makan malamnya dengan sangat lahap. Tenaganya benar-benar habis setelah perjalanan panjang tadi, apalagi dengan aktivitas panas yang di lakukannya bersama Aaron di atas pesawat. Sekarang otaknya bahkan lebih sibuk memikirkan Aaron yang belum kembali. Pria itu meninggalkannya sejak mereka tiba disini karena ia sendiri jatuh tertidur.For the God’s sake, Ayana benar-benar telah jatuh hati pada Aaron, karena semua isi kepalanya hanya terisi oleh pria itu“Dia tidak buruk.” Ayana tersenyum sembari berkomentar mengingat Aaron yang selalu galak dulu. Oh ia bahkan berpikir pria itu benar-benar kejam seperti iblis.Senyum di bibir Debora dan Jhon tiba-tiba mengembang sempurna begitu mendengar ucapan Ayana yang pelan. Wanita itu nyaris seperti berbisik.“Tuan muda memang tidak buruk nona, anda melakukan pilihan yang tepat.” Tandas Debora membuat Ayana mendongak menatapnya dengan pipi merona.“Ehm, aku pikir aku sedang berbisik tadi.” Ayana tersenyum kecil. “Omong-omong, bagaima
Tatapan Henry penuh dengan sorot kemarahan dan juga kekecewaan saat mendengar umpatan Hana pada Ayana. Seumur hidup mereka, sejak mereka kecil Hana tidak pernah marah pada Ayana meskipun usia mereka hanya berbeda beberapa bulan. Mulanya Hana kecil menatap cemburu pada gadis kecil yang dibawa pulang ayah mereka ke rumah, tapi setelah beberapa waktu Hana mulai menyukai teman barunya itu. Ia bisa membagi semua mainannya pada Ayana, menghibur Ayana yang masih suka menyendiri dan menangis.“Hana, jaga ucapan mu tentang Ayana! Dia adik kita!” Henry berteriak kencang didepan wajah Hana.“Adik kita?” Hana tertawa mengejek, “Sejak dia mengambil Aaron dari ku, dia hanya adik mu, Hen!” Hana mengusap air matanya yang jatuh dengan kasar, sudah tidak peduli pada maskara nya yang ikut luntur karena air matanya yang terus mengalir.Henry menggeleng pelan lantas mendekati Hana, “Kau boleh marah, tapi jangan pernah mengatakan hal buruk tersebut pada Ayana!” Henry menekan kata-katanya.“Lalu apa yang ak
Gisel Xavier melepaskan kaca mata hitamnya saat menerima sebuah dokumen yang baru saja di serahkan seorang pria niga kepadanya.“The Merryn Hardwool adalah panti asuhan dari mana asalnya wanita itu.” Pria dengan kulit gelap dan pakaian serba hitam itu membuka suaranya ketika Gisel mulai mengeluarkan satu per satu dokumen tersebut dari dalam amplop coklat yang di pegangnya.“Hm, lanjutkan.” Ucap Gisel tanpa melepaskan pandangannya dari setumpuk dokumen itu.“Itu foto-fotonya saat ia masih kecil, sejauh ini informasi yang kami dapat, ia di bawa ke tempat itu sejak beberapa bulan ia di lahirkan.”“Ada informasi tentang siapa yang membawanya ke sana?” Gisel mendongak menatap sekilas lalu kembali menatap sebuah kalung kecil yang dengan liontin kecil bertuliskan huruf JX. Gisel mengedikkan pundaknya ringan. “Apa namanya dulu bukan Ayana?”“Seorang wanita yang membawanya kesana, namun terakhir yang mereka ketahui wanita itu mengalami kecelakaan bersama kekasihnya dan meninggal dunia.“Kekasi
Ayana meletakan potongan terakhir buah pear ke dalam piring berisi banyak potongan buah lantas membawanya mendekat pada Jane.“Mom, biar aku membantu mu makan.” Ayana memasukan sepotong buah pada Jane tanpa menatap Gisel yang masih melihatnya dengan penuh permusuhan.“Terima kasih, sayang.” Ucap Jane dengan penuh senyuman.“Sangat bagus memiliki anak perempuan, kau sangat beruntung memiliki dua anak perempuan, Jane.” Jeda. “Tapi bagaimana pun anak yang memiliki hubungan darah dengan kita akan lebih menyayangi mu.” Ucap Gisel membuat Jane tiba-tiba berhenti mengunyah.Sedang garpu yang di pegang Ayana menggantung di udara kosong.“Gisel, kau tahu Ayana…”“Oh ya, maaf aku nyaris lupa karena tidak pernah bertemu dengannya selama ini. Dia sudah benar-benar mirip seperti putri kandung mu.” Ucap Gisel di ikuti dengan tawa renyahnya.Ayana memejamkan matanya mencoba menahan rasa kesal yang mungkin sebentar lagi akan siap untuk meledak. Sekarang ia tahu mulut tajam Aaron berasal dari mana. Sa
Ayana menyelipkan sebagian rambut tebalnya ke belakang telinga seraya melepaskan tatapannya dari punggung Gisel Xavier yang sudah menghilang di balik pintu.“Sepertinya dia tidak menyukai ku.” Ucap Ayana pelan, sedang Jane terus menatap serius padanya. Menunggu hingga bunyi tertutup dengan sempurna.“Ayana?” Panggil Jane pelan. “Sekarang katakan kenapa kau berada di mansion Aaron? Alasannya pasti bukan karena kakak mu tentu saja. Mom mengenal kalian bertiga dengan baik.” Tanya Jane tiba-tiba dengan raut wajah serius membuat debar jantung Ayana tiba-tiba berpacu kencang.Tidak ada darah Jane yang mengalir dalam tubuhnya, namun Ayana selalu yakin koneksi antar mereka begitu kuat sejak ia dibawa ke rumah keluarga Giordano.Ayana tidak pandai berbohong, jadi setiap kali ia mencoba untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya seluruh anggota keluarga itu pasti tahu jika ia berbohong. Saat ia merasakan patah hati, sedih dan sakit semua orang ikut merasakan sakit yang sama dengannya. Saat ia b