Ayana menyantap makan malamnya dengan sangat lahap. Tenaganya benar-benar habis setelah perjalanan panjang tadi, apalagi dengan aktivitas panas yang di lakukannya bersama Aaron di atas pesawat. Sekarang otaknya bahkan lebih sibuk memikirkan Aaron yang belum kembali. Pria itu meninggalkannya sejak mereka tiba disini karena ia sendiri jatuh tertidur.For the God’s sake, Ayana benar-benar telah jatuh hati pada Aaron, karena semua isi kepalanya hanya terisi oleh pria itu“Dia tidak buruk.” Ayana tersenyum sembari berkomentar mengingat Aaron yang selalu galak dulu. Oh ia bahkan berpikir pria itu benar-benar kejam seperti iblis.Senyum di bibir Debora dan Jhon tiba-tiba mengembang sempurna begitu mendengar ucapan Ayana yang pelan. Wanita itu nyaris seperti berbisik.“Tuan muda memang tidak buruk nona, anda melakukan pilihan yang tepat.” Tandas Debora membuat Ayana mendongak menatapnya dengan pipi merona.“Ehm, aku pikir aku sedang berbisik tadi.” Ayana tersenyum kecil. “Omong-omong, bagaima
Tatapan Henry penuh dengan sorot kemarahan dan juga kekecewaan saat mendengar umpatan Hana pada Ayana. Seumur hidup mereka, sejak mereka kecil Hana tidak pernah marah pada Ayana meskipun usia mereka hanya berbeda beberapa bulan. Mulanya Hana kecil menatap cemburu pada gadis kecil yang dibawa pulang ayah mereka ke rumah, tapi setelah beberapa waktu Hana mulai menyukai teman barunya itu. Ia bisa membagi semua mainannya pada Ayana, menghibur Ayana yang masih suka menyendiri dan menangis.“Hana, jaga ucapan mu tentang Ayana! Dia adik kita!” Henry berteriak kencang didepan wajah Hana.“Adik kita?” Hana tertawa mengejek, “Sejak dia mengambil Aaron dari ku, dia hanya adik mu, Hen!” Hana mengusap air matanya yang jatuh dengan kasar, sudah tidak peduli pada maskara nya yang ikut luntur karena air matanya yang terus mengalir.Henry menggeleng pelan lantas mendekati Hana, “Kau boleh marah, tapi jangan pernah mengatakan hal buruk tersebut pada Ayana!” Henry menekan kata-katanya.“Lalu apa yang ak
Gisel Xavier melepaskan kaca mata hitamnya saat menerima sebuah dokumen yang baru saja di serahkan seorang pria niga kepadanya.“The Merryn Hardwool adalah panti asuhan dari mana asalnya wanita itu.” Pria dengan kulit gelap dan pakaian serba hitam itu membuka suaranya ketika Gisel mulai mengeluarkan satu per satu dokumen tersebut dari dalam amplop coklat yang di pegangnya.“Hm, lanjutkan.” Ucap Gisel tanpa melepaskan pandangannya dari setumpuk dokumen itu.“Itu foto-fotonya saat ia masih kecil, sejauh ini informasi yang kami dapat, ia di bawa ke tempat itu sejak beberapa bulan ia di lahirkan.”“Ada informasi tentang siapa yang membawanya ke sana?” Gisel mendongak menatap sekilas lalu kembali menatap sebuah kalung kecil yang dengan liontin kecil bertuliskan huruf JX. Gisel mengedikkan pundaknya ringan. “Apa namanya dulu bukan Ayana?”“Seorang wanita yang membawanya kesana, namun terakhir yang mereka ketahui wanita itu mengalami kecelakaan bersama kekasihnya dan meninggal dunia.“Kekasi
Ayana meletakan potongan terakhir buah pear ke dalam piring berisi banyak potongan buah lantas membawanya mendekat pada Jane.“Mom, biar aku membantu mu makan.” Ayana memasukan sepotong buah pada Jane tanpa menatap Gisel yang masih melihatnya dengan penuh permusuhan.“Terima kasih, sayang.” Ucap Jane dengan penuh senyuman.“Sangat bagus memiliki anak perempuan, kau sangat beruntung memiliki dua anak perempuan, Jane.” Jeda. “Tapi bagaimana pun anak yang memiliki hubungan darah dengan kita akan lebih menyayangi mu.” Ucap Gisel membuat Jane tiba-tiba berhenti mengunyah.Sedang garpu yang di pegang Ayana menggantung di udara kosong.“Gisel, kau tahu Ayana…”“Oh ya, maaf aku nyaris lupa karena tidak pernah bertemu dengannya selama ini. Dia sudah benar-benar mirip seperti putri kandung mu.” Ucap Gisel di ikuti dengan tawa renyahnya.Ayana memejamkan matanya mencoba menahan rasa kesal yang mungkin sebentar lagi akan siap untuk meledak. Sekarang ia tahu mulut tajam Aaron berasal dari mana. Sa
Ayana menyelipkan sebagian rambut tebalnya ke belakang telinga seraya melepaskan tatapannya dari punggung Gisel Xavier yang sudah menghilang di balik pintu.“Sepertinya dia tidak menyukai ku.” Ucap Ayana pelan, sedang Jane terus menatap serius padanya. Menunggu hingga bunyi tertutup dengan sempurna.“Ayana?” Panggil Jane pelan. “Sekarang katakan kenapa kau berada di mansion Aaron? Alasannya pasti bukan karena kakak mu tentu saja. Mom mengenal kalian bertiga dengan baik.” Tanya Jane tiba-tiba dengan raut wajah serius membuat debar jantung Ayana tiba-tiba berpacu kencang.Tidak ada darah Jane yang mengalir dalam tubuhnya, namun Ayana selalu yakin koneksi antar mereka begitu kuat sejak ia dibawa ke rumah keluarga Giordano.Ayana tidak pandai berbohong, jadi setiap kali ia mencoba untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya seluruh anggota keluarga itu pasti tahu jika ia berbohong. Saat ia merasakan patah hati, sedih dan sakit semua orang ikut merasakan sakit yang sama dengannya. Saat ia b
Di ujung ranjang di dalam kamar Hana, Ayana berdiri mematung menerima semua bentakan dan umpatan kebencian Hana pada nya saat ini. Air matanya membendung saat Hana berteriak dengan suara bergetar.“Aku minta maaf…”“Apa kau akan berhenti berhubungan dengan Aaron jika aku memaafkan mu hah?” Tanya Hana dengan tatapan tajam menusuk pada Ayana yang mendadak membeku.“Hana…”“Shiittt!” Hana mendorong keras tubuh Ayana hingga kepala adiknya itu membentuk ke ujung meja rias. “Kau jelas sangat ingin pamer karena berhasil merebut Aaron dari ku bukan? Oh Ayana apa kau begitu murahan hingga berganti pria dengan begitu mudahnya hah?”Ayana meringis memegang keningnya menahan rasa sakit dan pusing yang mendera, matanya berkunang namun Ayana berusaha bangkit berdiri meski sulit.Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk bicara dengan Hana. Ucapan Henry benar, ia harus memberi mereka waktu.“Dengar Hana, aku tidak akan memikirkan apa yang kau katakan pada ku barusan, kita bicara setelah kau tenang.
Tidak ada yang lebih menenangkan bagi Ayana saat Aaron memegang wajahnya dengan tangan kanan pria itu sedangkan tangan kirinya terus mengusap lembut punggung rampingnya saat ciuman itu terus berlanjut.Jika Ayana boleh jujur, Aaron mengalami kemajuan dalam hal ini, tidak… bukan pada teknik berciumannya, tentu saja pria itu sudah sangat hebat soal yang satu ini, namun pada bagaimana ciuman yang diberikan Aaron padanya bukan hanya sekedar tentang nafsu pria itu, tetapi juga soal pria itu bisa menenangkannya dengan cara tersebut.Dulu Ayana selalu merasa Aaron selalu menyentuhnya dengan penuh nafsu dan hanya ingin memenuhi ego nya, tetapi setiap harinya, sentuhan Aaron semakin lembut dan membuatnya tenang meskipun terkadang Aaron cukup agresif. Namun tentu saja Ayana menyukainya. Ia menyukai bagaimana cara Aaron menyentuhnya begitu sesuai dengan setiap suasananya.Ayana melepas bibirnya dari bibir Aaron saat tangan kanan Aaron mulai bergerak masuk dari belahan rok nya. Tangannya buru-bur
“Apa kau suka?” Tanya Ayana dengan senyum kecilnya setelah kenikmatan besar yang ia berikan pada senjata milik kekasihnya itu.Aaron menarik sudut bibirnya setelah merasa khawatir pada Ayana tadi. Ia mengangguk pelan dan mengecup bibir Ayana lembut.“Sangat luar biasa, aku sangat menyukainya.” Bisik Aaron lalu segera mengangkat tubuh langsing Ayana ke atas wastafel, ia kembali menarik turun lengan dress Ayana dan menghisap puting payudara wanitanya itu dengan rakus.“Ah… lagi sayang.” Desah Ayana menekan kepala Aaron yang menjilat dan mengulum ujung payudaranya.“Hmm,” Aaron membuka mulutnya dan menghisap dengan kuat, matanya terpejam menikmati dua bola kembar favoritnya itu secara bergantian.Lidah dan mulutnya sibuk menjilat, menghisap dan mengulum puncak kembar nan sempurna itu, sedang tangan kirinya terus meremas dan memberi pijatan-pijatan sensual pada payudara yang lainnya.“Slurpp, enak sayang?” Tanya Aaron dengan napas memburu.“Shhh, eat me!” Desah Ayana.“Hm…” Aaron memindah