Rio Grande Do Sul dibagian timur Sao Paolo siang itu tiba-tiba di landa angin keras yang menerpa wilayah itu. Banyak pohon di lokasi itu yang mengalami goncangan hebat. Proyek pemerataan tanah dan pembangunan kembali area perumahan disana terpaksa harus mengalami kendala akibat tiupan angin kencang itu.Ayana bergerak turun menapaki jalan setapak di depannya mencoba untuk menarik seorang remaja laki-laki yang nampak ikut membantu di lokasi tersebut.“Kau bisa berdiri?” Ayana mengulurkan tangan kanannya demi mencapai tangan remaja laki-laki itu, sedang tangannya yang lain menahan tiupan angin kencang yang menerbangkan apapun ke arah wajahnya.“Ya, aku hanya perlu keluar dari sini.” Ucap anak itu yang berusaha keluar dari lubang kecil dibawah sana.“Baik lah, raih tangan ku.” Ayana kembali mengulurkan tangannya, lutut kanannya menumpu di atas tumpukan tanah.“Ya, sedikit lagi.” Anak laki-laki tersebut pun terlihat berusaha untuk keluar dari sana.“Semangatlah,” Ayana tersenyum kecil pad
Ayana mengalungkan kedua lengannya di leher Aaron ketika pria itu membawa nya keluar tenda medis itu dan melewati beberapa tenaga medis yang melihatnya. Richard Dave berdiri tidak jauh didepan sana.“Aaron, turunkan aku, aku malu.” Keluh Ayana menahan malu akibat belasan mata yang sedang melihatnya saat ini. Oh sungguh, wanita-wanita muda disana pasti akan mengira dirinya terlalu bersikap manja pada Aaron Xavier.“Kau tidak bisa berjalan sayang.”“Demi Tuhan ini sangat memalukan.” Ayana menundukan kepalanya dalam-dalam di ceruk leher Aaron yang terus melangkah membawanya.“Ini demi kebaikan semua orang, kau akan menyusahkan yang lain jika kau tetap disini dengan kaki seperti ini.” Ucap Aaron membuat Ayana menatapnya dengan kesal.Ucapan Aaron ada benarnya juga, tapi sedikit menyebalkan mendengar fakta bahwa ia hanya akan menyusahkan rekan kerja nya yang lain disini.“Baik lah, tapi aku harus bicara dengan Diego dan Richard, oh ya juga dengan Grace.” Ayana teringat akan rekan setim nya
Ayana tidak pernah mengerti cinta yang bodoh sampai dengan ia bertemu dengan Aaron, entah lah ini bodoh atau buta atau sebenarnya ia memang benar-benar mencintai Aaron hingga sangat terluka dengan ucapan pria itu.Sejak melakukan pengakuan cintanya pada Aaron, Ayana tidak pernah meragukan hatinya dengan setiap tindakan gila Aaron. Tapi lihat lah pria brengsek yang ia cintai ini. Aaron selalu tahu bagaimana membuat jantungnya bergetar dan mulutnya diam.Aaron selalu tahu bagaimana cara menenangkan Ayana yang menggila dan dari rasa kesal yang mungkin akan meledak sebentar lagi.Ciuman yang manis dan hangat itu dilepaskan Aaron setelah merasakan air mata Ayana yang menempel pada pipinya. Perlahan ia membuka matanya dan melihat wajah cantik Ayana yang sudah berurai air mata.“Aku minta maaf, sayang.”“Aku membenci mu!” Ayana mengusap air matanya dan memalingkan wajahnya ke arah lain tatkala debaran jantungnya tidak sanggup melihat wajah tampan Aaron yang begitu dekat. Oh jika begitu terus
Ayana melepas pelukannya dengan wajah memerah lantas meraih tangan Aaron yang masih berdarah.“Kau punya kotak obat atau sesuatu disini? Atau panggil orang-orang mu untuk mengambil perban dan peralatan obat di camp.” Tandas Ayana dengan napas memburu.“Aku punya persediaan disini.” Aaron mengambil kotak kecil dari belakang kopernya dan memberikannya pada Ayana. “Kau bisa?” Tanya nya dengan tatapan tertuju pada Ayana.Wajah dokter cantik itu dipenuhi dengan kepanikan saat menerima kota obat tersebut dari tangan Aaron. Ia mengangguk kecil, perlahan ia mulai membersihkan tangan Aaron, pria itu duduk bersila di depannya. Aaron tersenyum senang, mata tajamnya terus menelusuri wajah cantik Ayana. Demi Tuhan ia tidak akan bosan memandangi wanita ini seumur hidupnya.“Aku mencintai mu.” Ucap Aaron tiba-tiba membuat gerakan Ayana terhenti sejenak sebelum melanjutkannya lagi. “Kau dengar? Aku mencintai mu! Aku sangat mencintai mu, Ayana Giordano! Ayana, sayang aku sangat…” Aaron menghentikan uc
Aaron paling suka setiap kali ia mencium bibir Ayana dan membuat bibir lembab itu terlihat bengkak, Ayana jadi berkali-kali lipat menggairahkan.“Kau sangat wangi,” Bisik Aaron dengan suara serak.“Kau tahu, wangi tubuh mu selalu membuat pikiran ku kosong.” Ayana menatap wajah tampan kekasihnya. Sial ia tidak menyangka akan jatuh cinta pada pria brengsek yang tampan ini.Aaron tersenyum puas sebelum kembali melumat bibir Ayana, tangannya sudah turun memasuki kemeja Ayana, dan tidak butuh waktu lama untuk menemukan bola kembar kesukaannya didalam pakaian kekasihnya itu.“Sejak awal kau sudah membuat ku candu.” Bisiknya dengan suara serak saat ciuman mereka terlepas.Aaron mulai meremas payudara Ayana membuat wanita itu mulai berdesis manja. “Sshh… Sayang.”“Hm, kenapa sayang? Kau mau apa?” Bisik Aaron dengan penuh nafsu menatap wajah Ayana yang begitu seksi.“Dengan mulut mu…”“Kau mau mulut ku ada disini?” Aaron mencubit pelan ujung putting Ayana membuat wanita itu mendesah pelan. “Ka
Ayana sudah tidak mampu memikirkan apapun selain kenikmatan yang diberikan Aaron padanya. Ayana yang polos dulu entah kemana. Dulu tubuhnya sama sekali tidak bisa memberikan reaksi apapun setiap kali Felix menyentuhnya. Bahkan meskipun pria itu mencium bibirnya.Dengan Aaron, Ayana bersumpah ia selalu tidak bisa menahan diri setiap kali Aaron menyentuhnya.Setelah ucapan nakal dan menggoda yang keluar dari dalam mulut Ayana, Aaron yang sudah tidak tahan segera memutar posisi mereka, ia membaringkan tubuh Ayana menyamping dan ia berbaring dibelakang tubuh polos kekasih cantiknya itu. Tepat dari belakang Ayana, ia menghujam milik kekasihnya dengan kuat.“Aargh sayang…” Ayana mendesah hebat akibat dari hentakan Aaron yang begitu kuat dan dalam.Suara erangan kembali terdengar bersahutan, Aaron meraih ujung dagu Ayana, dan kembali melumat bibirnya kekasihnya itu, sedangkan tangannya yang lain bermain di bagian kewanitaan Ayana.Ayana mendesah, mengerang, menggeliat, peluh memenuhi wajahny
Di mansion keluarga Xavier, Gisel Xavier tengah duduk dengan anggun dengan tatapan lurus menatap asisten kepercayaan Aaron. Louis.“Aaron dalam perjalanan kemari?” Gisel Xavier memainkan pena emas di tangannya saat, alisnya terangkat wajahnya berpaling dan menatap pada Louis yang baru saja selesai melaporkan padanya.“Ya, penerbangannya baru saja tiba satu jam yang lalu dan ia langsung ke sini.”“Dia sendiri?” Tanya Gisel mengintimidasi.Louis melirik sebentar pada wanita cantik yang duduk disamping Gisel, Hana Giordano.“Dengan nona Ayana.” Ucap Louis datar. “Dia membawanya ke mansion nya lalu segera ke sini.”“Wanita itu ada disana?” Gisel mengetatkan tangannya pada pena. “Dia membawanya pulang…” Gumamnya pelan sebelum menoleh pada Hana.“Dia akhirnya jatuh cinta. Dia tidak pernah begitu pada wanita manapun.” Tandas Louis masih dengan wajah datarnya. Oh asisten Aaron ini memang lebih dingin dari Aaron sendiri.“Apa kau harus mengatakan itu disini, Louis?” Gisel menatap kesal pada as
Ayana menyantap makan malamnya dengan sangat lahap. Tenaganya benar-benar habis setelah perjalanan panjang tadi, apalagi dengan aktivitas panas yang di lakukannya bersama Aaron di atas pesawat. Sekarang otaknya bahkan lebih sibuk memikirkan Aaron yang belum kembali. Pria itu meninggalkannya sejak mereka tiba disini karena ia sendiri jatuh tertidur.For the God’s sake, Ayana benar-benar telah jatuh hati pada Aaron, karena semua isi kepalanya hanya terisi oleh pria itu“Dia tidak buruk.” Ayana tersenyum sembari berkomentar mengingat Aaron yang selalu galak dulu. Oh ia bahkan berpikir pria itu benar-benar kejam seperti iblis.Senyum di bibir Debora dan Jhon tiba-tiba mengembang sempurna begitu mendengar ucapan Ayana yang pelan. Wanita itu nyaris seperti berbisik.“Tuan muda memang tidak buruk nona, anda melakukan pilihan yang tepat.” Tandas Debora membuat Ayana mendongak menatapnya dengan pipi merona.“Ehm, aku pikir aku sedang berbisik tadi.” Ayana tersenyum kecil. “Omong-omong, bagaima
Dari balik pintu kamarnya Hana bersandar tegang dengan urat tangan yang membiru, terkepal kuat menahan kemarahan yang siap meledak. Pendengarannya tentu saja tidak bermasalah untuk mendengar dengan begitu jelas bagaimana Aaron dan Ayana mengaku saling mencintai tanpa pemaksaan.Oh Apa ini? Dia sungguh melewatkan banyak hal! Ia sungguh bodoh karena percaya bahwa Ayana memiliki hati paling tulus di antara semua wanita yang tidak akan menyakitinya. Nyata nya, adik angkatnya itu telah menusuknya begitu dalam hingga rasanya ia nyaris mati dengan rasa sakit saat ini.Lalu Aaron? Selama bertahun-tahun Aaron hanya menganggapnya sebagai teman karena ia menghargai Henry? Cih, Aaron pasti bercanda!Pria itu selalu menatapnya dengan penuh nafsu setiap kali mereka bertemu dan ia tentu saja bukan wanita bodoh dan polos yang tidak bisa mengartikan arti tatapan Aaron. Tubuhnya jelas sangat menarik, kecantikannya? Tentu saja jangan di tanya, hampir seluruh London selalu memuji kecantikannya.Tapi sial
“Apa kau suka?” Tanya Ayana dengan senyum kecilnya setelah kenikmatan besar yang ia berikan pada senjata milik kekasihnya itu.Aaron menarik sudut bibirnya setelah merasa khawatir pada Ayana tadi. Ia mengangguk pelan dan mengecup bibir Ayana lembut.“Sangat luar biasa, aku sangat menyukainya.” Bisik Aaron lalu segera mengangkat tubuh langsing Ayana ke atas wastafel, ia kembali menarik turun lengan dress Ayana dan menghisap puting payudara wanitanya itu dengan rakus.“Ah… lagi sayang.” Desah Ayana menekan kepala Aaron yang menjilat dan mengulum ujung payudaranya.“Hmm,” Aaron membuka mulutnya dan menghisap dengan kuat, matanya terpejam menikmati dua bola kembar favoritnya itu secara bergantian.Lidah dan mulutnya sibuk menjilat, menghisap dan mengulum puncak kembar nan sempurna itu, sedang tangan kirinya terus meremas dan memberi pijatan-pijatan sensual pada payudara yang lainnya.“Slurpp, enak sayang?” Tanya Aaron dengan napas memburu.“Shhh, eat me!” Desah Ayana.“Hm…” Aaron memindah
Tidak ada yang lebih menenangkan bagi Ayana saat Aaron memegang wajahnya dengan tangan kanan pria itu sedangkan tangan kirinya terus mengusap lembut punggung rampingnya saat ciuman itu terus berlanjut.Jika Ayana boleh jujur, Aaron mengalami kemajuan dalam hal ini, tidak… bukan pada teknik berciumannya, tentu saja pria itu sudah sangat hebat soal yang satu ini, namun pada bagaimana ciuman yang diberikan Aaron padanya bukan hanya sekedar tentang nafsu pria itu, tetapi juga soal pria itu bisa menenangkannya dengan cara tersebut.Dulu Ayana selalu merasa Aaron selalu menyentuhnya dengan penuh nafsu dan hanya ingin memenuhi ego nya, tetapi setiap harinya, sentuhan Aaron semakin lembut dan membuatnya tenang meskipun terkadang Aaron cukup agresif. Namun tentu saja Ayana menyukainya. Ia menyukai bagaimana cara Aaron menyentuhnya begitu sesuai dengan setiap suasananya.Ayana melepas bibirnya dari bibir Aaron saat tangan kanan Aaron mulai bergerak masuk dari belahan rok nya. Tangannya buru-bur
Di ujung ranjang di dalam kamar Hana, Ayana berdiri mematung menerima semua bentakan dan umpatan kebencian Hana pada nya saat ini. Air matanya membendung saat Hana berteriak dengan suara bergetar.“Aku minta maaf…”“Apa kau akan berhenti berhubungan dengan Aaron jika aku memaafkan mu hah?” Tanya Hana dengan tatapan tajam menusuk pada Ayana yang mendadak membeku.“Hana…”“Shiittt!” Hana mendorong keras tubuh Ayana hingga kepala adiknya itu membentuk ke ujung meja rias. “Kau jelas sangat ingin pamer karena berhasil merebut Aaron dari ku bukan? Oh Ayana apa kau begitu murahan hingga berganti pria dengan begitu mudahnya hah?”Ayana meringis memegang keningnya menahan rasa sakit dan pusing yang mendera, matanya berkunang namun Ayana berusaha bangkit berdiri meski sulit.Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk bicara dengan Hana. Ucapan Henry benar, ia harus memberi mereka waktu.“Dengar Hana, aku tidak akan memikirkan apa yang kau katakan pada ku barusan, kita bicara setelah kau tenang.
Ayana menyelipkan sebagian rambut tebalnya ke belakang telinga seraya melepaskan tatapannya dari punggung Gisel Xavier yang sudah menghilang di balik pintu.“Sepertinya dia tidak menyukai ku.” Ucap Ayana pelan, sedang Jane terus menatap serius padanya. Menunggu hingga bunyi tertutup dengan sempurna.“Ayana?” Panggil Jane pelan. “Sekarang katakan kenapa kau berada di mansion Aaron? Alasannya pasti bukan karena kakak mu tentu saja. Mom mengenal kalian bertiga dengan baik.” Tanya Jane tiba-tiba dengan raut wajah serius membuat debar jantung Ayana tiba-tiba berpacu kencang.Tidak ada darah Jane yang mengalir dalam tubuhnya, namun Ayana selalu yakin koneksi antar mereka begitu kuat sejak ia dibawa ke rumah keluarga Giordano.Ayana tidak pandai berbohong, jadi setiap kali ia mencoba untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya seluruh anggota keluarga itu pasti tahu jika ia berbohong. Saat ia merasakan patah hati, sedih dan sakit semua orang ikut merasakan sakit yang sama dengannya. Saat ia b
Ayana meletakan potongan terakhir buah pear ke dalam piring berisi banyak potongan buah lantas membawanya mendekat pada Jane.“Mom, biar aku membantu mu makan.” Ayana memasukan sepotong buah pada Jane tanpa menatap Gisel yang masih melihatnya dengan penuh permusuhan.“Terima kasih, sayang.” Ucap Jane dengan penuh senyuman.“Sangat bagus memiliki anak perempuan, kau sangat beruntung memiliki dua anak perempuan, Jane.” Jeda. “Tapi bagaimana pun anak yang memiliki hubungan darah dengan kita akan lebih menyayangi mu.” Ucap Gisel membuat Jane tiba-tiba berhenti mengunyah.Sedang garpu yang di pegang Ayana menggantung di udara kosong.“Gisel, kau tahu Ayana…”“Oh ya, maaf aku nyaris lupa karena tidak pernah bertemu dengannya selama ini. Dia sudah benar-benar mirip seperti putri kandung mu.” Ucap Gisel di ikuti dengan tawa renyahnya.Ayana memejamkan matanya mencoba menahan rasa kesal yang mungkin sebentar lagi akan siap untuk meledak. Sekarang ia tahu mulut tajam Aaron berasal dari mana. Sa
Gisel Xavier melepaskan kaca mata hitamnya saat menerima sebuah dokumen yang baru saja di serahkan seorang pria niga kepadanya.“The Merryn Hardwool adalah panti asuhan dari mana asalnya wanita itu.” Pria dengan kulit gelap dan pakaian serba hitam itu membuka suaranya ketika Gisel mulai mengeluarkan satu per satu dokumen tersebut dari dalam amplop coklat yang di pegangnya.“Hm, lanjutkan.” Ucap Gisel tanpa melepaskan pandangannya dari setumpuk dokumen itu.“Itu foto-fotonya saat ia masih kecil, sejauh ini informasi yang kami dapat, ia di bawa ke tempat itu sejak beberapa bulan ia di lahirkan.”“Ada informasi tentang siapa yang membawanya ke sana?” Gisel mendongak menatap sekilas lalu kembali menatap sebuah kalung kecil yang dengan liontin kecil bertuliskan huruf JX. Gisel mengedikkan pundaknya ringan. “Apa namanya dulu bukan Ayana?”“Seorang wanita yang membawanya kesana, namun terakhir yang mereka ketahui wanita itu mengalami kecelakaan bersama kekasihnya dan meninggal dunia.“Kekasi
Tatapan Henry penuh dengan sorot kemarahan dan juga kekecewaan saat mendengar umpatan Hana pada Ayana. Seumur hidup mereka, sejak mereka kecil Hana tidak pernah marah pada Ayana meskipun usia mereka hanya berbeda beberapa bulan. Mulanya Hana kecil menatap cemburu pada gadis kecil yang dibawa pulang ayah mereka ke rumah, tapi setelah beberapa waktu Hana mulai menyukai teman barunya itu. Ia bisa membagi semua mainannya pada Ayana, menghibur Ayana yang masih suka menyendiri dan menangis.“Hana, jaga ucapan mu tentang Ayana! Dia adik kita!” Henry berteriak kencang didepan wajah Hana.“Adik kita?” Hana tertawa mengejek, “Sejak dia mengambil Aaron dari ku, dia hanya adik mu, Hen!” Hana mengusap air matanya yang jatuh dengan kasar, sudah tidak peduli pada maskara nya yang ikut luntur karena air matanya yang terus mengalir.Henry menggeleng pelan lantas mendekati Hana, “Kau boleh marah, tapi jangan pernah mengatakan hal buruk tersebut pada Ayana!” Henry menekan kata-katanya.“Lalu apa yang ak
Ayana menyantap makan malamnya dengan sangat lahap. Tenaganya benar-benar habis setelah perjalanan panjang tadi, apalagi dengan aktivitas panas yang di lakukannya bersama Aaron di atas pesawat. Sekarang otaknya bahkan lebih sibuk memikirkan Aaron yang belum kembali. Pria itu meninggalkannya sejak mereka tiba disini karena ia sendiri jatuh tertidur.For the God’s sake, Ayana benar-benar telah jatuh hati pada Aaron, karena semua isi kepalanya hanya terisi oleh pria itu“Dia tidak buruk.” Ayana tersenyum sembari berkomentar mengingat Aaron yang selalu galak dulu. Oh ia bahkan berpikir pria itu benar-benar kejam seperti iblis.Senyum di bibir Debora dan Jhon tiba-tiba mengembang sempurna begitu mendengar ucapan Ayana yang pelan. Wanita itu nyaris seperti berbisik.“Tuan muda memang tidak buruk nona, anda melakukan pilihan yang tepat.” Tandas Debora membuat Ayana mendongak menatapnya dengan pipi merona.“Ehm, aku pikir aku sedang berbisik tadi.” Ayana tersenyum kecil. “Omong-omong, bagaima